Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dua Tersangka Cilik Yang Bodoh

Dua anak SD (Simalungun, Medan), dituduh membunuh teman sekolahnya, hadi, gara-gara uang Rp 50,-. (krim)

16 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELAKANGAN ini kamar tahanan polisi di Kecamatan Raya, Simalungun, "hidup" oleh tawa dan teriakan dua orang anak. Llah bergurau, Jan dan saudara sepupunya, Mul - keduanya berumur 8 tahun tertidur di dipan dalam sel. Seperti di rumah saja layaknya. Padahal kedua anak dari Desa Tanggoranlogo itu mendapat tuduhan gawat: membunuh teman sendiri gara-gara uang Rp 50. Yang dibunuh tak lain Hadi Suhamto Damanik, 7 tahun, teman sekolah dan sepermainan. Mayat Hadi ditemukan, Sabtu dua pekan lalu, dalam kubangan kerbau di tengah sawah. Baju sekolah masih melekat di badannya. Tapi, buku dan peralatan sekolah lainnya, entah tercecer di mana. Cerita tentang terbunuhnya Hadi nyaris tak bisa dipercaya. Anak pemalu kelas dua SD itu tak kunjung pulang dari sekolah. Padahal kata ayahnya, Amus Damanik, "dari sekolah dia biasanya langsung pulang ke rumah." Pencarian dilakukan sampai malam hari. Orang-orang menoleh kepada Parlin Purba, 8 tahun, yang biasa pulang sekolah bersama Hadi. Mula-mula, anak itu geleng kepala, bilang tidak tahu. "Di jalan kami berpisah karena saya mampir ke ladang," katanya. Tapi, terlihat dari matanya, kentara sekali ia menyembunyikan sesuatu. Setelah dibujuk, diiming-iming uang Rp 1.000, baru dia mengaku bahwa Hadi telah "dikerjai Jan dan Mul". Parlin akhirnya memang menjadi satusatunya saksi dalam perkara ini. Usai sekolah, katanya, ia dan Hadi berjalan pulang bersama. Tiba-tiba muncul Jan dan Mul (singkatan nama mereka). Mul, yang bertubuh agak gemuk dan bersorot mata tajam, langsung mencengkeram baju Hadi sambil menyergah: "Bayar utangmu!" Di sebelahnya Jan, yang bertubuh kurus, siap memukul. Hadi, begitu cerita Parlin, ketakutan setengah mati. Ia dapat melepaskan diri dari cengkeraman Mul, dan terus mengambil langkah seribu, menuju bukit yang penuh semak dan pepohonan. Kedua lawannya mengejar. Parlin menyusul dari jarak sekitar 10 meter. Ternyata Hadi tak bisa jauh berlari dan bersembunyi. Anak malang itu pun, yang memang penakut seperti dikatakan ayahnya, dihajar bergantian oleh lawannya. Sedikit pun ia tidak mencoba melawan - seperti disaksikan Parlin. Hadi terduduk lemas, tak begitu lama, setelah kepalanya dibenturkan beberapa kali ke pohon alpukat. Parlin, begitu tuturnya, sebenarnya sudah mencoba melerai. Tapi dia malah diancam: "Jangan kau tolong dia, nanti kau yang kami kerjai!" Parlin segera berlari pulang. Kesaksian Parlin, tidak dibantah Jan maupun Mul, yang sejak dua pekan lalu berstatus tahanan. Kepada polisi, keduanya bahkan bercerita, setelah Hadi lemas tak berdaya - mungkin pingsan - mereka seret ke tengah sawah. Kebetulan di sana ada bekas kubangan kerbau, dan tubuh korban pun dibenamkan di situ. "Kami memang telah membunuhnya," kata Jan dan Mul kepada TEMPO pekan lalu, tanpa merasa bersalah. Menurut Mul, temannya yang mereka habisi itu, sering tidak mau membayar taruhan bila bermain kelereng. "Utang" Hadi, menurut Mul sebesar Rp 50. Sedangkan Jan, tidak senang kepada korban, "karena sering dituduh mencuri jagung." Sebab itu mereka sepakat untuk memberi pelajaran kepada Hadi. "Tapi telanjur . . . Kasihan Hadi," kata Mul. Jan, Mul, juga Hadi di SD Negeri Pematang Raya, Tanggoranlogo, dikenal sebagai anak yang tidak banyak ulah. Paling tidak mereka belum pernah kedapatan berkelahi atau berbuat onar. "Tapi ketiganya memang bodoh semua," kata Krista Girsang, kepala sekolah. Barangkali karena kebodohannya itulah Jan dan Mul, kedua tersangka cilik itu, tetap riang dan tidak punya perasaan takut sedikit pun ketika diperiksa polisi. "Mereka menganggap ditahan itu seperti pindah tidur saja," kata Komandan Kepolisian Kecamatan Raya, Pakpahan, sambil geleng kepala. "Padahal," katanya lagi, "anak saya bisa tcrkencing-kencing kalau melihat polisi yang belum dikenal."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus