Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Duit Palsu Menjelang Pilkada

Bekas anggota Kepolisian Daerah Jawa Timur mengotaki jaringan pembuatan uang palsu. Diduga akan digunakan untuk kepentingan pemilihan kepala daerah.

9 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lembaran uang itu benar-benar mirip dengan uang pecahan Rp 100 ribu. Warna dan ukurannya sama persis. Namun, jika dipegang, ada yang ganjil, terasa lebih licin ketimbang uang asli. Di tengahnya, "benang" pengaman—layaknya yang ada di uang asli—juga terlihat seperti cetakan biasa.

Jika diterawang, memang terlihat gambar siluet orang berpeci. Tapi gambar itu tak menyerupai wajah Wage Rudolf Supratman, yang pada uang asli terlihat jelas. "Jadi sebenarnya sangat mudah membedakannya," kata Direktur Eksekutif Peredaran Uang Bank Indonesia Eko Yulianto kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Uang palsu pecahan Rp 100 ribu yang ditunjukkan Eko adalah hasil tangkapan Kepolisian Resor Jember, Jawa Timur, dua pekan lalu. Saat itu, Sabtu malam, 24 Januari, polisi menangkap Aman di Terminal Tawangalun, Jember. Pria 35 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai guru honorer di Desa Lesung Batu, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi, Sumatera Selatan, itu kedapatan membawa uang palsu Rp 116 juta di dalam tasnya.

Kepada polisi, Aman mengaku hanya bertugas membawa uang itu dari Jombang menuju Jember. Penyuruhnya, menurut Aman, Agus Sugiyoto, mantan anggota Direktorat Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Timur. Menurut Aman, pria asal Dusun Ploso Gerang, Jombang, itu otak pembuatan uang yang dibawanya. Saat itu Agus sudah menunggu Aman di suatu tempat di Jember.

Polisi pun merancang operasi penangkapan Agus. Aman diminta mengatur pertemuan dengan Agus di Rumah Makan Pujasera, Jalan Hayam Wuruk, Jember. Ketika keduanya sedang asyik mengobrol, polisi pun meringkus Agus. Di dalam mobil Agus, polisi menemukan uang palsu senilai Rp 1,8 miliar.

Tak berkutik karena tertangkap basah, mantan polisi yang dipecat pada 2010 itu mengaku menyimpan uang palsu lainnya di Hotel Beringin Indah, tempatnya menginap. Di sana ia menginap bersama rekannya, Abdul Karim, pengusaha asal Jombang, yang menurut Agus memodali jaringan ini, dan Kasmari, rekannya asal Kediri.

Polisi segera meluncur ke Beringin. Di sini Abdul Karim dan Kasmari diringkus. Dari dalam mobil Toyoya Innova mereka, polisi lagi-lagi menemukan uang palsu Rp 10,3 miliar. Uang itu disembunyikan di dalam dua dus. Total ada 122 ribu lembar uang pecahan palsu Rp 100 ribu yang ditemukan. Jika dihitung, nilainya Rp 12,2 miliar.

Dicecar penyidik, keempat tersangka itu mengaku mencetak uang tersebut di kediaman Abdul Karim diDusun Bandaran, Kecamatan Mojo Agung, Jombang. Dari sana, cetakan uang dalam lembaran kertas ukuran A1 dipotong dan dirapikan di kediaman Agus, juga di Jombang. Tiga hari setelah penangkapan, polisi langsung menggeledah kediaman Abdul Karim dan Agus.

Di kediaman Agus, penyidik menemukan mesin potong kertas merek Fien. Namun mesin pencetaknya tak ditemukan di rumah Abdul Karim, pria yang sehari-hari dikenal sebagai pengusaha perjalanan umrah dan haji. Mesin offset merek Oliver itu sudah diangkut ke sebuah gudang di Jalan Kalilom, Kenjeran, Surabaya, sehari sesudah penangkapan Agus dkk.

Pekan lalu Tempo mendatangi gudang tersebut. Santoso, sang pemilik gudang dan toko San Grafika, membenarkan dirinya yang mengambil mesin tersebut. Mesin itu, ujar dia, diambilnya pada 25 Januari lalu. Menurut Santoso, Abdul membeli mesin itu pada November tahun lalu, tapi belum dilunasinya. "Dia baru bayar Rp 150 juta, padahal harganya Rp 245 juta," kata Santoso. Abdul Karim mengaku membeli mesin untuk usaha percetakan Al-Quran.

Santoso mengaku didatangi polisi dan ditanya seputar kegiatan Agus. "Saya bilang saya tidak tahu aktivitasnya," ujarnya. Kepada polisi. Santoso menunjukkan perjanjian jual-beli antara dia dan Abdul Karim. Dalam perjanjian itu, Abdul Karim diberi tenggat 25 Januari 2015 untuk melunasi utangnya. "Karena dia tak bisa saya hubungi dan tak ada kabar, saya tarik saja mesin saya."

Kepada penyidik, Agus dkk mengaku baru kali ini "berbisnis" uang palsu. Tapi pengakuan ini diragukan penyidik. Kepada Tempo, Kepala Polres Jember Ajun Komisaris Besar Sabilul Alif menduga komplotan ini sudah lama beroperasi. Jumlah uang yang diedarkan pun diduga jauh lebih banyak.

Kecurigaan Sabilul berdasarkan data Bank Indonesia. Soalnya, berdasarkan keterangan tim Bank Indonesia yang datang ke Jember, uang palsu Agus dkk memiliki kesamaan dengan yang ditemukan di beberapa kota, seperti Malang, Solo, Surabaya, dan Tegal. Kesamaan itu berasal dari enam digit awal nomor seri yang tertera di uang mereka. "Enam digit awal nomor serinya ZGU682. Bank Indonesia tak pernah mengeluarkan uang dengan nomor seri itu," kata Ketua Tim Penanggulangan Uang Palsu Bank Indonesia Aswin Kosotali.

Menurut Sabibul, uang palsu itu diedarkan dengan cara menjualnya ke peminat dengan harga miring. Untuk tiap Rp 200 ribu uang palsu harganya Rp 100 ribu. Kepada penyidik, Agus menyebutkan uang palsu yang mereka angkut itu akan dibeli seseorang di Bali untuk keperluan sebuah acara adat. Sabilul sudah mengirim orang ke Bali untuk menyelidiki pengakuan Agus. Menurut Sabilul, ada dua orang lain yang sudah masuk daftar pencarian dan kini tengah mereka kejar, yakni operator mesin dan seorang ahli cetak.

Perihal peruntukan uang palsu itu, seorang penyidik lain kepada Tempo bercerita bahwa uang palsu itu sebenarnya akan dijual ke salah seorang anggota tim sukses calon kepala daerah. Tahun ini Jember bersama 17 daerah lain di Jawa Timur memang akan menggelar pemilihan kepala daerah.

Polisi itu mengatakan salah satu indikasinya adalah adanya cek Rp 250 juta yang ditemukan saat dilakukan penggerebekan kediaman Agus di Jombang. Menurut dia, cek yang dikeluarkan Bank BNI itu adalah bagian dari pembayaran pembelian uang palsu dari kawanan ini. "Kalau ditelusuri ceknya, pasti akan ketemu siapa orangnya."

Seorang pejabat Bank Indonesia juga mengungkapkan kejanggalan dalam kasus ini. Menurut dia, biasanya kawanan penyebar uang palsu tak akan berani mengedarkan uang dalam jumlah sebesar itu. "Biasanya sedikit-sedikit dan dilakukan di beberapa tempat," ujarnya.

Kepala Reserse Kriminal Kepolisian Resor Jombang Ajun Komisaris Harianto Rantesalu menyatakan cek yang disebut sumber Tempo itu memang ada. Pihaknya juga sudah memastikan keaslian cek tersebut. Namun Harianto menolak menyebut siapa pemilik rekening cek tersebut. "Semua barang bukti yang kami temukan sudah kami serahkan ke Polres Jember," katanya. Barang bukti dikirim ke Jember karena di sanalah tempat terjadinya perkara.

Sabilul menampik keras kabar bahwa uang palsu itu ada kaitannya dengan pilkada di Jawa Timur. Menurut dia, tak ada bukti yang mengarah ke sana. Soal cek Rp 250 juta yang ditemukan di kediaman Agus, dia juga membantah. "Tidak ada cek itu," ujarnya.

Febriyan (Jakarta), David P. (Jember), Ishomuddin (Jombang), Artika R. Farmita (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus