Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah polisi merangsek ke sebuah kamar di lantai enam Hotel Oval di kawasan Jalan Diponegoro, Surabaya. Di sana, Senin pekan lalu, polisi menemukan Aldi Alfarizi alias Kasmo. Di dalam kamar itu, Ketua Komisi Bidang Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangkalan itu tengah berduaan dengan gadis belia, 16 tahun, putri bekas istrinya yang diceraikannya lebih dari 17 tahun lalu.
Di hotel yang tarifnya semalam Rp 350 ribu tersebut, gabungan Tim Cobra Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Kepolisian Resor Bangkalan juga menemukan Syaefuddin alias Reza, sopir Kasmo, di kamar terpisah. Dari kamar Kasmo, polisi menyita lima telepon seluler, satu senjata airsoft gun, tiga buah keris, satu buku tabungan, dan dua kartu tanda penduduk milik Kasmo.
Kasmo dan Reza diburu karena diduga terlibat penembakan Mathur Husyairi, aktivis Bangkalan, pada Selasa, 20 Januari lalu. Menurut Kepala Polda Jawa Timur Inspektur Jenderal Anas Yusuf, pihaknya menemukan indikasi Kasmo terlibat kasus ini. "Sudah mengarah. Tinggal kami lakukan pendalaman," ujar Anas. Saat ini, kata Anas, polisi menahan pria 45 tahun itu dengan tuduhan mencabuli anak di bawah umur.
Sehari setelah Kasmo dan Reza ditangkap, polisi menggerebek rumah Mas'ud dan Sadi di Desa Pengkaden, Kecamatan Galis, Bangkalan. Keduanya diduga sebagai eksekutor penembak Mathur. Di rumah Mas'ud, polisi menemukan sepucuk pistol rakitan berisi dua peluru aktif berukuran 9 milimeter. Amunisi itu mirip dengan peluru yang menembus tubuh Mathur.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Timur Komisaris Besar Awi Setiyono menuturkan, hasil uji balistik menunjukkan pistol rakitan itu dalam kondisi baik. Pistol yang bisa diisi enam peluru tersebut, berdasarkan penelitian, diyakini pernah digunakan beberapa waktu sebelumnya. "Tapi kapan digunakan tidak dapat ditentukan," ucap Awi.
Senin, 19 Januari lalu, sekitar pukul 23.00, Mathur, Kasmo, dan Mahmudi Ibnu Khotib bersantap malam di Rumah Makan Padin, Jalan Tidar, Surabaya. Di rumah makan yang buka 24 jam itu, Mathur memilih menu ikan dorang. Mahmudi memesan burung dara goreng, sedangkan Kasmo memilih ayam goreng.
Sebelumnya, mereka bertiga menghabiskan waktu bersama-sama di Surabaya Town Square, tak jauh dari tempat makan itu. "Hanya pertemuan santai," kata Mahmudi kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Ketika mereka sedang bersantap, sebuah mobil Honda Jazz putih masuk dan parkir di depan restoran. Pemiliknya tak masuk ke restoran. Kasmo yang pertama kali melihat mobil itu. "Sepertinya Honda Jazz itu membuntuti kita," ujar Kasmo seperti diulangi Mahmudi. Saat itu Mahmudi dan Mathur tak menanggapinya dengan serius.
Lewat tengah malam. ketiganya saling pamit. Mathur dan Mahmudi pulang ke Bangkalan dengan kendaraan masing-masing. Mathur membawa Avanza abu-abu, sedangkan Mahmudi berkendara Avanza perak. Kasmo, yang membawa Fortuner putih, berpisah rombongan. "Saya tak tahu dia pergi ke mana," kata Mahmudi.
Mathur tiba di depan rumahnya di Jalan Teuku Umar, Bangkalan, pada Selasa, 20 Januari, sekitar pukul 01.30. Dua orang berkendara sepeda motor Yamaha Vega menembaknya. Sampai kini Mathur masih dirawat di Rumah Sakit Dr Soetomo, Surabaya.
Siang hari setelah penembakan, Kasmo datang menjenguk Mathur. Ketika itu Mathur baru menjalani operasi pengangkatan proyektil peluru dari perutnya. Mathur sendiri, setelah kondisinya membaik, bisa mendeskripsikan penembaknya. Salah satunya, menurut dia, seorang pria berkopiah hitam dan berkumis. Berbekal keterangan Mathur dan saksi lain, polisi menguak dugaan keterlibatan Kasmo dan komplotannya. "Kasmo diduga otak pelaku penembakan," ujar seorang polisi di Polda Jawa Timur.
Di Bangkalan, Mathur dikenal sebagai aktivis yang rajin meneriakkan korupsi yang terjadi di kabupaten itu. Lewat lembaganya, Bangkalan Corruption Watch—kini menjadi Madura Corruption Watch—dan Center for Islam and Democracy Studies, dia kerap mengkritik dan menyoroti berbagai proyek pembangunan di Bangkalan yang diduga berbau korupsi dan melibatkan Fuad Amin Imron, bekas Bupati Bangkalan yang kemudian menjadi Ketua DPRD Bangkalan. Fuad sejak Desember tahun lalu ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Mathur pula salah satu orang yang melaporkan ulah Fuad ke KPK.
Adapun tentang Kasmo, sejumlah aktivis Bangkalan mengenal pria ini sebagai orang dekat Fuad Amin. "Hubungan keduanya ibarat kacang dengan kulitnya," kata Mahmudi. Menurut dia, Kasmo tipe orang yang "dingin", tidak meledak-ledak. "Meskipun berseberangan, dia tidak pernah marah kepada Mathur atau saya," ucap Mahmudi, yang terhitung masih keponakan Kasmo.
Mathur kerap meminta Kasmo mengurus dengan serius peraturan daerah tentang pemilihan kepala desa. Sebelum pertemuan di malam penembakan, Mathur dan Kasmo bertemu berdua pada Januari lalu di Rumah Makan Perak Bulan di Bangkalan, membahas urusan kepala desa ini.
Saat Fuad Amin menjadi Bupati Bangkalan pada 2003-2013, mayoritas kepala daerah atau yang di Bangkalan disebut klebun dijabat oleh pejabat sementara. Fuad terus menunda pemilihan langsung kepala desa. Dari 281 jabatan kepala desa di sana, misalnya, kini 200 di antaranya diisi "pejabat sementara".
Rupanya, status menggantung ini sengaja diciptakan Fuad. Klebun yang membangkang langsung dipecat. "Fuad bisa membuat para klebun tunduk pada kemauan dia," ujar Direktur Madura Corruption Watch Syukur.
Berkat dukungan penuh jaringan klebun ini pula Makmun Ibnu Fuad, anak Fuad Amin yang kala itu berumur 26 tahun, pada 2012 terpilih sebagai Bupati Bangkalan menggantikan ayahnya. Fuad, yang menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Cabang Gerindra, kembali memakai jaringan klebun dalam Pemilihan Umum 2014 dan berhasil menempatkan sepuluh wakil partai itu di DPRD Bangkalan.
Kasmo adalah salah satu mantan klebun. Dia menjabat Kepala Desa Pekaden, Kecamatan Galis, sejak 2006. Pada 2014, dia melenggang menjadi anggota legislatif dari Partai Gerindra. Meski tergolong orang baru di dunia politik, Kasmo langsung menduduki jabatan Ketua Komisi A DPRD Bangkalan.
Menurut pemimpin Pesantren Ibnu Kholil, Bangkalan, KH Imam Bukhori, Kasmo juga dikenal dekat dengan blater atau preman. Salah satu kaki tangan Kasmo yang bernama Abas, menurut Imam, ditembak mati polisi karena kerap melakukan perampokan.
Mas'ud dan Sadi, yang diduga sebagai eksekutor, juga dikenal sebagai orang dekat Kasmo. Mas'ud adalah Klebun Desa Pekaden, menggantikan Kasmo. Adapun Sadi carik atau Sekretaris Desa Pekaden. "Kasmo memang sudah lama dekat dengan blater," tutur Imam.
Dalam pemilihan kepala daerah atau legislatif, kata Imam, para blater berperan mengintimidasi pemilih. Intimidasi yang masuk laporan Imam di antaranya ancaman rumah akan dirampok dan sapi akan dicuri serta ancaman kekerasan kepada anggota keluarga.
Pengacara Fuad Amin, Bahtiar Pradinata, membantah kabar bahwa Kasmo orang dekat kliennya. "Sebagai tokoh dan ulama karismatik, Kiai Fuad dekat dengan siapa saja," ujarnya kepada Tempo. Dia menilai kedekatan Kasmo dan Fuad Amin sebatas kedekatan antara pemimpin partai dan kadernya. "Janganlah selalu dikaitkan-kaitkan. Itu sangat merugikan klien saya," katanya.
Yuliawati, Musthofa Bisri (Bangkalan), Muhammad Syaraffah (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo