SEKALI ini seorang korban pencurian, menggugat secara perdata
dua orang pelaku pencurian yang sudah dijatuhi hukuman oleh
hakim di sidang pidana. Eddy Wijaya, pemilik toko emas
"Kartini", Bandung, menggugat ganti rugi sebanyak Rp 98 juta
lebih terhadap dua orang yang pernah membongkar toko emasnya,
Andreas Wiliam Willar alias A Cong dan Ya le Fung alias Kim Pau.
"Kami ingin kerugian kami kembali, sebab dengan pidana hal itu
tidak mungkin," alasan Eddy Wijaya.
Toko emas "Kartini" yang terletak di jantung Kota Bandung, Gang
Suniardja, ludes dibongkar maling 29 September tahun lalu.
Lemari besi di toko itu diobrak-abrik. Isinya: uang kontan Rp 7
juta, selain perhiasan emas, intan berlian bernilai Rp 100 juta
lebih, disikat pencllri. "Yang tinggal hanya sebuah cincin
hllitasi yang memang dibikin untuk contoh," ujar Eddy Wijaya.
Polisi semula agak sulit melacak kejahatan ini. Langkah pertama
tentunya mengejar pemilik toko sebelah, Syukron. Namun orang ini
tidak tahu apa-apa karena tokonya sudah dikontrakkan kepada
seorang bernama Gunawan. Ternyata nama itu palsu, juga
alamatnya. Tetapi untunglah, Syukron sempat mengintip nomor
vespa Gunawan, ketika orang yang mengaku akan membuka toko video
kaset itu, membayar uang muka Rp 250 ribu, dari Rp 2.250.000
harga kontrak selama 3 tahun. Dari nomor vespa yang sempat
dicatat Syukron inilah polisi berhasil menangkap Kim Pau, A Cong
dan Indra Sugianto, di Jakarta. Dari mereka disita barang bukti
sekitar Rp 10 juta.
A Cong dan Kim Pau mengaku, bertemu pertengahan September tahun
lalu di rumah Indra Sugianto. Keduanya sepakat untuk mencari
toko kontrakan di Bandung. Tempat yang mereka ingin kontrak
adalah toko milik Syukron yang persis bersebelahan dengan toko
emas Kartini. Namun keduanya, tidak mengaku menjebol toko emas
itu, dan menunjuk orang lain lagi bernama Kenhen sebagai
pelakunya.
Menurut Cong dan Kim Pau, adalah Ken-Ken .ang akan berdagang
video kaset di toko itu, walau yang mengontrak toko itu adalah A
Cong. Pada waktu kejadian itu, kata mereka, Ken-Ken datang
bersama Indra Sugianto dan seorang lainnya bernama Eddy. Ken-Ken
ingin membersihkan dulu toko itu, karena itu A Cong memberikan
kunci toko yang sudah diterimanya dari Syukron dua hari
sebelumnya.
Minggu 28 September itu, dengan mobil Civic, yang disetir oleh
Eddy, mereka berangkat ke toko yang baru dikontrak itu. Anehnya,
yang turun membersihkan toko itu, hanyalah Ken-Ken. Sementara
yang lainnya menunggu di mobil, sekitar 300 meter dari toko itu.
Tiga jam kemudian Ken-Ken kembali dengan menenteng sebuah
ransel, dan mobil kemudian berangkat ke Pondok Putri Duyung,
Ancol, Jakarta. Di tempat ini hasil curian itu dibagi. A Cong,
Kim Pau dan Indra Sugianto mengaku, masing-masing mendapat 11/4
juta rupiah ditambah perhiasan emas. Sisanya menurut mereka,
dibawa Ken-Ken dan Eddy yang sampai hari ini buron.
Informan
Eddy Wijaya, pemilik toko emas itu tidak begitu yakin adanya
pelaku lain yaitu Eddy dan Ken-Ken. Sebab, bersama A Cong, Kim
Pau dan polisi, ia sudah mencari kedua orang itu di klub-klub
malam dan tempat-tempat judi. Namun tidak ada jejaknya.
Sebaliknya majelis hakim yang diketuai Hakim Nyonya Syaefulina
SH, menerima keterangan A Cong dan Kim Pau dalam sidang pidana,
dan hanya menjatuhkan hukuman masing-masing 1 tahun 6 bulan
kepada keduanya, karena penadahan saja.
Keanehan lain, pelaku ketiga, Indra Sugianto, tidak diajukan ke
pengadilan dan dilepaskan polisi setelah beberapa hari ditahan.
Konon, Indra Sugianto, adalah seorang informan dari suatu
instansi keamanan di Jakarta. Lelaki bertubuh gemuk, keturunan
Cina itu, "kata polisi ditugaskan untuk mencari KenKen dan Eddy
dan hanya ia yang bisa mencarinya," ujar Eddy Wijaya. Hakim pun
tidak mempersoalkan Indra Sugianto, dan juga tidak merasa perlu
mendengarkan kesaksiannya. "Saya tidak bisa menunggu lama-lama,
hanya untuk mendengarkan seorang saksi," alasan Nyonya
Syaefulina.
Hakim itu menolak memberi penjelasan lebih lanjut tentang
vonisnya. "Mau menjatuhkan saya, ya," ujar alumnus USU itu,
ketika ditanya TEMPO. Jaksa Saleh Abdullah, yang sebelumnya
menuntut hukuman 3 tahun, juga menampik. "Saya tidak mau
memberikn keterangan," ujar Saleh Abdullah.
Vonis itu tak memuaskan Eddy Wijaya. Karena itu 5 Mei 1981 ia
menggugat kedua orang itu secara perdata, sebagai pelaku
pencurian. "Sebagai korban, rasa keadilan kami tidak terwakili
oleh pengadilan pidana, " keluh Eddi Wijaya, sarjana hukum
lulusan Universitas Gajah Mada. Dan pemilik toko emas itu
bertekad, "kami berjuang terus, kalau perlu sampai ke Mahkamah
Agung," katanya di tengah kesibukannya menghadiri sidang-sidang
perdata minggu-minggu ini.
Eddy memang cukup ulet menuntut haknya itu kembali. Selain, ikut
mencari Eddy dan Ken-Ken yang disebut sebagai pelaku utama, ia
juga menyelidiki harta kekayaan Kim Pau dan A Cong. Salah satu
harta kedua tergugat yang ia minta agar disita adalah rumah
milik A Cong, di Kompleks Perumahan Sunter Hijau Jakarta. Sebab,
tentunya percuma menggugat perdata, kalau harta tergugat tidak
diketahui. "Saya pun terpaksa ikut-ikut menjadi intel swasta
menyelidiki harta mereka," ujar Melly, pengacara Eddy Wijaya.
Menggugat pelaku kejahatan seperti dilakukan Eddy, memang belum
pernah terjadi sebelumnya. "Mungkin karena selama ini banyak
orang awam yang tidak tahu, bahwa garong juga bisa dituntut
ganti rugi," ujar Melly.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini