Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur periode 2020-2022, Rina Pertiwi, didakwa menerima suap senilai Rp 1 miliar ihwal pengurusan eksekusi lahan PT Pertamina (Persero). Suap itu diterima melalui perantara untuk mempercepat eksekusi atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 795 pada 14 November 2019 yang menghukum Pertamina membayar ganti rugi sebesar Rp 244,6 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dalam putusan itu pada pokoknya menghukum Pertamina membayar ganti rugi sebesar Rp 244,6 miliar," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Handri Dwi Zulianto saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 21 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut JPU, uang suap tersebut diberikan oleh terpidana Ali Sopyan melalui perantara Dede Rahmana kepada Rina. Dari total Rp 1 miliar yang dijanjikan, Rina diduga menerima Rp 797,5 juta, sementara sisanya Rp 202,5 juta diberikan kepada Dede. Suap tersebut diberikan dalam dua tahap, yakni Rp 747,6 juta secara tunai dan Rp 50 juta melalui transfer.
Kasus bermula pada 2014, ketika ahli waris A. Soepandi menggugat Pertamina terkait sengketa tanah di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. Sengketa itu berujung pada putusan PK oleh Mahkamah Agung yang memerintahkan Pertamina membayar ganti rugi. Namun, pembayaran ganti rugi tak kunjung terealisasi, sehingga Ali Sopyan, salah satu ahli waris, berusaha mempercepat eksekusi putusan tersebut dengan meminta bantuan beberapa pihak, termasuk Rina.
JPU menyebutkan bahwa Rina menyetujui permintaan tersebut dan bertugas membuat resume atas surat permohonan eksekusi yang diajukan ke PN Jakarta Timur pada Februari 2020. Surat itu kemudian didisposisikan kepada Rina oleh Ketua PN Jakarta Timur untuk pelaksanaan eksekusi.
Atas perbuatannya, Rina didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 12B atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Persidangan akan dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi untuk memperjelas dugaan tindak pidana korupsi tersebut.