Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Eks Plt Karutan KPK Menangis Minta Keringanan Hukuman dalam Kasus Pungli Rutan KPK

Plt Kepala Rutan KPK Deden Rochendi menangis meminta keringanan hukuman dalam kasus pungli Rutan KPK.

4 Desember 2024 | 15.47 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Kepala Rumah Tahanan (Plt Karutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Deden Rochendi, meminta keringanan kepada majelis hakim dalam perkara kasus pungutan liar (pungli) Rutan KPK. Deden memohon keringanan saat membacakan nota pembelaan atau pledoi pribadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 2 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Deden Rochendi mengatakan selama ini ia sudah bersikap kooperatif dan telah meminta maaf secara terbuka. Sambil terisak, dia juga meminta majelis hakim tidak menghukum ia untuk membayar uang pengganti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keterlibatan Deden Rochendi di Kasus Pungli KPK

Deden Rochendi  terlibat dalam perkara pungli atau pemerasan kepada tahanan di Rutan Cabang KPK senilai Rp 6,38 miliar pada rentang waktu 2019-2023. Deden bersama 14 terdakwa lainnya diduga melakukan pungli di tiga Rutan Cabang KPK, yakni Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4), Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur.

Deden sempat menjabat sebagai Plt Karutan pada 2018. Namun hingga 2023, ia tetap menerima jatah dari ‘lurah’ atau koordinator uang bulanan dari para tahanan. Deden menyampaikan hal itu ketika menjadi saksi untuk sidang perkara yang sama dengan terdakwa Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah.

Mulanya, jaksa penuntut umum dari KPK menanyakan soal nominal jatah bulanan yang diberikan untuk kepala rutan. “Sepengetahuan saudara, sebetulnya jatah karutan itu berapa?” tanya jaksa dalam persidangan pungli di rutan KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 15 November 2024. 

Deden pun mengatakan dirinya tak tahu nominal jatah karutan lainnya. Namun ketika dia menjabat, dia menerima Rp 10 juta. “Saya nggak ngomong yang lain, tapi dari Ridwan pernah Rp 10 juta,” kata Deden. Mengenai besaran jatah untuk Petugas Keamanan dan Ketertiban Rutan KPK, Deden juga mengatakan tidak mengetahuinya. 

Mantan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan KPK, Hengki, menuding Deden sebagai otak dari praktik pungli di Rutan KPK. Hengki, yang merupakan terdakwa perkara pungli di lingkungan rutan, menyampaikan hal itu ketika bersaksi untuk sidang perkara yang sama dengan terdakwa Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah.

Dalam kesaksiannya, Hengki mengaku prihatin dengan adanya praktik pungli di lingkungan rutan. “Awalnya ini Saudara sempat prihatin ya dengan praktik penyelewengan di Rutan KPK ini ya?” tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Jumat, 15 November 2024.

Menurutnya, ketika dia baru mulai bertugas di Rutan KPK, dirinya sudah mendapati beberapa tahanan yang bermain alat komunikasi. “Ditambah lagi laporan dari Pak Sriyadi, Kamtib senior di sana, bahwa permainan ini, ‘Pak Hengki di sini ada permainan berupa alat komunikasi dan alat-alat masak’. Saya bilang, ‘siapa pemainnya?’, yang saya dengar Pak Deden,” ucap Hengki. 

Jaksa pun bertanya kepada terdakwa Hengki, “Tadi Pak Hengki bilang bahwa yang bermain di sini adalah Pak Deden. Maksud Saudara yang otak semua itu Deden, gitu?” 

“Benar,” jawab Hengki. 

“Begitu, ya?” tanya jaksa. 

“Ini pengakuan dari saya ketika saya bergabung, seperti saya bilang, itu sudah ada barang sitaan,” tutur Hengki. “Termasuk kulkas dan AC portable, yang notabene rinciannya banyak di tahun 2017, ada di 2014.”

“Jadi yang lebih menguasai lapangan rutan, yang harusnya bisa menceritakan semua kejadian rutan itu Pak Deden,” kata Hengki.

Atas keterlibatannya dalam kasus pungli Rutan KPK, Deden Rochendi dituntut pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan. JPU juga menuntut hukuman tambahan membayar uang pengganti Rp 398 juta subsider 1,5 tahun kurungan.

Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus