Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan pemerintah akan berupaya mempercepat proses ekstradisi tersangka korupsi e-KTP, Paulus Tannos. Kementerian Hukum telah membentuk tim kerja bersama dengan aparat penegak hukum dan kementerian lain yang berwenang dalam proses ektradisi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim kerja itu terdiri dari Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (OPHI) Ditjen AHU Kementerian Hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, Kejaksaan Agung dan Kementerian Luar Negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saat ini tim sudah ada timeline yang disepakati bersama," kata Supratman dalam konferensi pers di kantornya, Rabu, 29 Januari 2025.
Supratman mengatakan, pemerintah Indonesia diberi waktu 45 hari untuk melengkapi berkas sebagai syarat ekstradisi. Tenggat itu akan berakhir pada 3 Maret mendatang. "Saya yakin dan percaya dalam waktu yang singkat hal tersebut bisa dipenuhi," kata Supratman.
Pada Kamis lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkonfirmasi penangkapan buron korupsi e-KTP Paulus Tannos di Singapura. DPO tersangka KPK sejak 2019 tersebut sedang menjalani sidang ekstradisi di negeri singa itu.
"Benar saat ini sedang ada proses ekstradisi untuk tersangka inisial PT," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada Tempo, Kamis, 23 Januari 2025.
Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra. Perusahaan itu menjadi pemenang dalam tender proyek e-KTP pada 2011. Selain PT Sandipala, ada juga perusahaan lainnya yang tergabung dalam konsorsium yakni PT Sucofindo, PT LEN, dan PT Quadra Solution. Keempat perusahaan swasta itu dikomandoi oleh Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai koordinator konsorsium.
Perkara korupsi e-KTP ini sudah ditangani KPK sejak 2016 silam. Akibat korupsi berjamaah ini, negara mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.
Para terdakwa yang telah dihukum dalam kasus ini di antaranya mantan Ketua DPR Setya Novanto dan beberapa mantan pejabat Kemendagri, serta pihak swasta. Paulus Tannos merupakan tersangka baru yang ditetapkan KPK pada 13 Agustus 2019 berdasarkan hasil pengembangan kasus.
Bersama Tannos, pada 2019 mantan anggota DPR, Miryam S Hariyani; mantan Dirut PNRI Isnu Edhi Wijaya dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan E-KTP Husni Fahmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
KPK menyatakan Paulus Tannos berperan penting dalam kongkalikong pengerjaan proyek e-KTP. Dia disebut melakukan beberapa pertemuan dengan sejumlah vendor termasuk dengan tersangka Husni dan Isnu untuk merekayasa proyek E-KTP. Pertemuan itu, disebut KPK, menerbitkan peraturan yang bersifat teknis, bahkan sebelum proyek dilelang.
Selain itu, KPK menduga Tannos juga melakukan pertemuan dengan sejumlah tersangka lainnya untuk menyepakati besaran fee 5 persen sekaligus skema pembagian fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri. Menurut fakta sidang, perusahaan Tannos diperkaya Rp 145,85 miliar dalam proyek ini.
"Di situ juga disepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee, yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kemendagri," kata Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang, pada 13 Agustus 2019.
Namun KPK gagal memeriksa dan menangkap Tannos, karena sebelum ditetapkan tersangka, Tannos dan keluarganya telah meninggalkan Indonesia dan memilih menetap di Singapura pada 2017. Sejak 2019 KPK telah menetapkan Tannos dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Sempat ubah kewarganegaraan
Pada 2023, Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan tim penyidik sudah mengendus keberadaan Paulus Tannos di sebuah negara. Tapi tidak dirinci, di mana Tannos ditemukan, yang dijelaskan hanya Tannos sudah berganti kewarganegaraan.
"Paulus Tannos sebagaimana yang sudah kami sampaikan, KPK sudah menemukannya di luar negeri, kami tidak perlu menyebutkan negaranya, dan kemudian ternyata yang bersangkutan sudah berganti identitasnya dan paspor negara lain di wilayah Afrika Selatan," kata Ali melalui keterangan resminya, Jumat 11 Agustus 2023.
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam pembuatan artikel ini.
Pilihan Editor: WNA Jerman yang Bangun Vila di Lahan Pertanian Bali Jadi Tersangka