KAWAT jemuran pangkal sebabnya. Setelah putus karena sarat pakaian basah, kejadian itu membuat Jeminah alias Klenteng, mengumpat panjang. "Pasti orang gemblung, gila, yang memotong kawat ini," kata bekas buruh tani yang sedang menjemur pakaian itu. Suaranya keras pula. Mendengar itu, Radimin, kakak Jeminah, merah kupingnya. Disangkanya tuduhan itu ditujukan padanya. Maklum. Selama ini Jeminah, katanya, suka menuduh begitu. Mereka memang tak pernah akur. Ia mendatangi Jeminah, 40 tahun. Tak puas menjambak rambutnya, ia menempeleng tiga kali. Kemudian pelipis dan tengkuknya diembat. Jeminah tersungkur. Radimin bahkan menginjak perut adik kandungnya itu dua kali. Sehabis itu, ditinggalkan begitu saja, walau dia mengerang kesakitan. Kini giliran tetangga pula yang sibuk. Janda berputra dua (20 tahun dan 15 tahun) itu masih kesakitan, walau sudah diberi obat seadanya. Sore harinya, ketika Radimin pulang ke rumah orangtuanya -- juga tempat tinggal Jeminah -- adiknya itu makin parah. Radimin berubah. Hatinya trenyuh. Ia menyesal dan buru-buru mencari susu untuk adiknya. Wajah Jeminah kian pucat. Kepala Desa Jerukagung, San Murat, yang malam itu menengok Jeminah, melarikannya ke rumah sakit Kebumen. Tetapi malam itu juga, 11 Juni 1987, Jeminah berpulang. Dari hasil pemeriksaan, disebutkan bahwa ia meninggal karena levernya rusak. Ini semua tentu karena injakan kaki kakaknya. Selesai penguburan adiknya, Radimin dibawa ke kantor polisi. Radimin, 45 tahun, kini meringkuk di balik jeruji besi. Sedangkan istrinya terpaksa banting tulang sebagai buruh penanam padi. Di Pengadilan Negeri Kebumen, Radiman divonis 5 tahun. "Niat semula ia ingin membungkam mulut adiknya itu," kata Zoebeir Djajadi, S.H., ketua majelis hakim. Tapi emosinya di pagi itu tak terkendalikan. Air mata Radimin menetes. Buruh tani itu menyesal. Pada 7 Desember lalu, melalui pembelanya, R. Waloejo Soegeng, ia mengajukan grasi. "Radimin adalah tiang keluarga dengan tiga anak yang masih kecil. Tanpa dia, keluarga itu semakin susah hidupnya," kata Soegeng. Tetapi emosi telah menyulut Radimin dan Jeminah yang berpendidikan tak lulus SD itu. "Biarlah dosa ini saya tebus sendiri di dalam penjara," kata Radimin, pasrah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini