PENAT menyengat. Tapi acara makan siang para penebang hari itu terasa sangat tak nyaman. Maklum, salah satu kapak mereka, milik Duryat, ketika itu tak hanya menggasak pohon. Juga bokong. Dan itu bokong kakak kandungnya sendiri, Suyitno, yang sama-sama penebang kayu. Penganiayaan pada awal Juli lalu di Desa Doro, Kabupaten Pekalongan,Jawa Tengah kini sedang disidangkan di Pengadilan Negen Pekalongan. Bermula dari mulut Carumi, 35 tahun, istri Duryat yang gemar bergunjing. Sehari sebelum terjadi pengapakan, Carumi, konon, menegur Danusri, kemanakannya yang baru berusia 14 tahun. "Das, kamu kok hamil tanpa nikah. Ini bisa mencemarkan nama baik keluarga," katanya. Tentu saja teguran seperti itu menyakitkan Danusri. Apalagi ucapan seperti itu sudah dilontarkan berulang kali. Hingga keesokan harinya sampailah segala ucapan Carumi pada Suyitno, ayah Danusri. Karena sudah di luar batas, Suyitno, 45 tahun, tak hendak menahan kesabaran. Begitu mendengar laporan istrinya, ia langsung menghampiri Caruml, yang sedang melayani suaminya makan. "Minta mati atau hidup," katanya mengancam. Belum lagi pertanyaan terjawab, rambut Carumi langsung dijambak, hingga ia terjatuh dalam posisi tengkurap. Dan dengan gaya seorang penunggang kuda, Suyitno mencekik leher perempuan itu sambil menindih. Duryat, 40 tahun, yang bengong melihat pergulatan itu, kemudian berusaha melerai. Tapi tak berhasil. Bahkan cekikan kakaknya itu semakin menguat saja. Namanya juga cekikan penebang kayu. Khawatir istrinya jadi korban, akhirnya diraihnya kapak yang selalu diasah seminggu sekali itu. Dan, crak! Hanya satu kali menyambar bokongnya, Suyitno pun terkulai. Setelah itu, Duryat sadar apa yang ia lakukan pada abangnya. Walau kemudian ia membawa kakaknya itu ke tempat yang teduh, hingga datang Wasiun -- mandor penebangan kayu -- bersama penebang lainnya, tetapi sudah terlambat. Baru ditandu lima langkah, Suyitno mengembuskan napasnya yang terakhir. "Saya tersinggung. Istri saya dianiaya," tutur Duryat, yang hanya mengecap pendidikan di kelas I SD itu. Sedang Carumi, yang menjadi pangkal perkara, di pengadilan mengaku hanya bermaksud menasihati Danusri, agar keponakannya itu berlaku baik untuk menjaga nama keluarga. "Tampaknya, nasihat saya malah dianggap menghina," ujarnya menangkis. Benar? "Tidak. Dia memang ingin menghina," ujar Kartini, istri korban. Tapi menurut Danusri, Carumi bukan hanya menegur berulang-ulang. Ia juga sering menggunjingkan bahwa dia hamil karena "kecelakaan". Bahkan cerita itu sampai ke telinga teman sebayanya, seperti Siti, Suti, dan Wastuni. "Dia (maksudnya Carumi) mengatakan, saya tak akan bisa melahirkan, karena janin di dalam perut saya sudah mati," tuturnya. Ia mengakui, kandungannya memang sudah berumur tujuh bulan. Kendati ia belum menikah, kata Danusri, sudah ada yang siap bertanggung jawab. Yakni, Wage alias Klemet, pemuda sedesanya. Apa yang keluar dari mulut Carumi sampai ke telinga Kartini melalui mulut anaknya. Dan dari mulut Kartinilah Suyitno menjadi berang. Karena kesabarannya sudah habis, terjadilah musibah itu. "Sebelumnya, setiap Carumi menggunjing, selalu saya sampaikan pada suami saya. Dia minta kami bersabar," ujar Kartini. Apa pun yang terungkap dari mulut para ibu itu tak dapat menolong terdakwa dan korban. Kalah jadi mayat, menang jadi napi. Dan bagi Hakim Rooswanti, kasusnya sudah sangat gamblang. Sekarang tinggal mempertimbangkan vonisnya, karena jaksa menuntut Duryat 15 tahun penjara. Budi Kusumah (Jakarta) & I Made Suarjana (Yogya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini