Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Emra, si pengantin itu

Tertangkapnya emra, direktur pt. kamar jaya yang bertanggung jawab atas tragedi di stadion teladan medan. banyak yang tewas terinjak massa ketika berdesakan menonton pertunjukan adi bing slamet. (krim)

6 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA pesawat Garuda DC 9 dari Jakarta yang bernomor penerbangan GA-182 mau mendarat di Polonia Medan pada jam 16.00 sore Senin 24 September itu beberapa polisi berpakaian preman tampak sibuk. Terdengar bisik-bisik "Pengantin yang kita tunggu itu sebentar lagi mendarat. Siapkan jemputan. Laksanakan...." Setelah pintu pesawat dibuka muncul sang pengantin. Kedua tangannya diborgol ke belakang diapit dua orang pengawal dan di belakang membuntut seorang. Si pengantin cepat didorong ke dalam sedan yang sudah menunggu. Adegan begitu cepat hingga tak sempat mengundang perhatian orang yang sedang sesak di terminal. Siapa pengantinnya? Ia adalah Emra Kamaruddin. Bujangan ini (28 tahun) jadi buronan polisi setelah terjadi tragedi di Stadion Teladan Medan. Minggu 16 September, yang mengambil korban peajar SD dan SLTP meninggal karena terinjak-injak massa yang ingin nonton acara Adi Bing Slamet. (TEMPO 22 September). Emra, Direktur PT Kamar Jaya, yang dinyatakan turut bertanggungjawab atas 'tragedi di Stadion Teladan, setelah dari Polonia kemudian dihadapkan ke Kadapol II srigjen JFR Montolalu yang menunggu di markas polisi di Jalan H. Zainul Arifin. Bekas Muridnya Emra ditangkap Intel Markas Besar Kepolisian (Mabak) Sabtu 22 September di sebuah hotel tak begitu terkenal di Jakarta, ketika sedang bersenang-senang dengan seorang wanita," kata sebuah sumber di Kodak II. Ada yang mengatakan dia ditangkap di kamar hotel itu berkat laporan seorang pelayan hotel. Dua kawannya belum berhasil diciduk. Mereka adalah dua bersaudara Aidil Azhar alias Kancil dan Karim, rnerupakan bendahara dan wakil ketua pelaksana show Adi Bing Slamet di Teladan itu. Tetapi berdasar pengakuan Emra empat persembunyian mereka sudah diketahui. Cerita Emra Kamaruddin lari ke Jakarta agak menarik juga. Meski korban sudah jatuh di Stadion Teladan, pagi itu ia masih mundar mandir di Hotel Danau Toba. Di antara yang melihatnya adalah Haji A. Rahman Lubis, orang yang mencetak karcis pertunjukkan. Ia menjumpai Emra Kamaruddin karena ongkos cetak tiket belum dibayar sepeserpun. Sampai jam 09.00 pagi Emra dan dua saudaranya masih di rumah membenahi uang hasil penjualan karcis. Menurut seorang tetangga "uang itu sampai dua goni gandum." Sekitar jam 11.00 siang beberapa petugas di Kotabes Medan & Sekitarnya sibuk mencari Emra dan menyelidiki identitasnya. Rumah yang merangkap alamat kantor perusahaannya di Jalan Sipiso-piso di belakang Masjid Raya Al-Mausun itu digerebek. Tetapi polisi tak menemukan apa-apa. Emra dan kawanannya menuju ke Padang secara estafet dengan menumpang beberapa kendaraan. Barulah dari Padang dia terbang ke Jakarta. Emra Kamaruddin pernah jai pegawai Pertamina di Medan. Ketika masih bersekolah di SMA Negeri IX Medan, ia juga jadi murid SR Sitohang (ketua PGRI Sumatera Utara) yang kini ditahan di Markotabes Medan. Konon, antara Sitohang dengan murid yang menjerumuskannya itu ada pula kesan-kesan lain yang sulit mereka lupakan. Ketika di sekolah itu, dulu, Sitohang pernah menampar muka Emra. Anak ini terbilang bandel. Tetapi kalangan tetangganya di Jalan Sipiso-piso mengenal Emra sebagai "alim", tetapi "sedikit kelihatan angkuh ". Sebelum peristiwa di Stadion Teladan Emra sering mundar mandir di daerah pertokoan kalangan elite Medan di Kesawan. Hubungannya dengan segelintir pengurus PGRI Sumatera Utara dan Kotamadya Medan sudah agak lama terjalin. Emra sering mengerjakan pesananpesanan PGRI Sumatera Utara, seperti memborong pembuatan kotak P3K dan dijual ke sekolah-sekolah. Menjelang Kongres PGRI Mei lalu Emra mengerjakan cetak sablon 12 lusin baju kaos dan diserahkan melalui SR Sitohang. Kegiatannya sebagai direktur PT Kamar Jaya baru sekitar Pebruari lalu. Perusahaannya itu, menurut Monrolalu, sifatnya avonture. Alamat perusahaannya menempel di rumah keluarganya di Jalan Sipiso-piso. "Dia sendiri tidur di hotel," kata Montolalu. Tentu saja karena jenis perusahaan seperti ini merupakan "PT angin ribut,"sehingga tidak didaftar dan tidak ada surat Izin usaha dari Kanwil Departemen Perdagangan Sumatera Utara. Sementara kontrak kerja sebagai penyelenggara pertunj-kan Adi sing Slamet itu dengan PGRI Sumatera Utara hanya berdasar perjanjian ' di bawah tangan" antara Emra dengan Sitohang. Dalam perjanjian lisan itu PGRI Sumatera Utara dikatakan akan mendapat hagian keuntungan Rp 1 juta. Emra dikurung di sebuah tempat yang dirahasiakan dan dijaga ketat. Polisi tidak menyebutkan di mana ia ditahan--di markas Kodak atau di tempat lain. Hanya saja sejak 24 September lalu ada suasana yang tidak seperti biasanya di markas kepolisian Kotabes Medan & Sekitarnya di Jalan Bali wartawan tak dibolehkan menginjak halaman kantor polisi. Yang berani masuk, "akan saya usir dari sini," kata Komandan Sat. Sabhara Kapten Pol. Syahril.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus