SELAMA 5 tahun menjadi camat di Kapetakan (Cirebon), baru sekali
itu Sujati (50 tahun) sibuk luar biasa. Selama 5 hari dari pagi
sampai malam ia keluar masuk desa-desa yang ada di wilayahriya.
Sederet pertanyaan dari Presiden Soeharto harus ia jawab dengan
benar. Untuk itu ia mengumpulkan data-data dari seluruh
wilayahnya.
20 September lalu surat berikut pertanyaan-pertanyaan dari
Kepala Negara RI itu ada di tangannya melalui Bupati Cirebon.
"Saya gembira sekali menerima surat itu, sebab inilah kesempatan
saya menyampaikan secara jujur masalah wilayah ini," tutur
Sujati kepada Aris Amiris dari TEMPO, "meskipun
pertanyaan-pertanyaan itu cukup membingungkan." Karena itu,
meskipun sudah mendapat petunjuk dari bupati ketika menyampaikan
surat itu, ia harus berkonsultasi dengan seluruh aparatnya,
termasuk para kepala desa. "Saya tidak ingin menutupi keadaan
daerah saya yang memang rawan di bidang pertanian," tambahnya.
Dan memang kebetulan, pertanyaan-pertanyaan Presiden berkisar
soal intensifikasi pertanian. Semua masalah daerahnya Sujati
tuangkan dalam jawaban. Terutama tentang keadaan wilayahnya yang
selalu digenangi banjir setiap musim hujan dan kering di kala
kemarau. Tanggal 25 September lalu ia sudah menyerahkan
jawabannya melalui bupati dan sebelum diterima Presiden 26
September, jawaban dikirim melalui gubernur.
Kesibukan serupa tentu juga dialami Mulyono BA (30 tahun), Camat
Gabus Wetan di wilayah Indramayu (Ja-Bar). "Surat dari Presiden
begini baru sekali ini terjadi dalam sejarah pemerintahan kita,"
ucap Mulyono, "karena itu saya akan memanfaatkan untuk
mengajukan semua problem di daerah saya." Kecamatan ini cukup
potensil. Hasil padi tiap panen rata-rata 5,3 ton per hektar.
Dalam salah satu jawabannya Mulyono menyebutkan keadaan
wilayahnya yang 70% masih sulit dilalui kendaraan.
"Mudah-mudahan surat Presiden ini mempunyai tindak lanjut yang
bisa dirasakan masyarakat," begitu harapan Mulyono.
"Ini kan bukti kita diperhatikan dan diberi kepercayaan oleh
Presiden," kata R. Toha Abdurrahman, Camat Cilamaya, Karawang,
tentang surat dari Kepala Negara RI kepada para camat itu. Dan
karena itulah pula, ia merasa berkewajiban untuk menjawab semua
pertanyaan sejujur-jujurnya. Tak hanya itu, sesuai dengan
anjuran Bupati Karawang, meskipun beberapa data sudah ada di
kantornya, Toha masih berusaha mencari data pembanding. Misalnya
tentang saluran irigasi di kecamatan ini. Yang musti dicek lagi,
menurut Toha, apakah memang benar saluran irigasi yang ada telah
mengaliri petak-petak sawah seperti dilaporkan. Untuk ini semua
Toha banyak menghabiskan waktunya di pematang-pematang sawah.
Digusur Kapling
Di Pendopo Kabupaten Magetan (Ja-Tim) 13 orang camat di daerah
ini berkumpul 20 September lalu. Mereka terpukau mendengar
petunjuk-petunjuk supati drs. Bambang Kusbandono tentang
bagaimana cara menjawab pertanyaan-pertanyaan Presiden. Dan
begitu mengepit brosur pertanyaan, mereka menyebar langsung ke
daerah masing-masing. Para camat di kabupaten ini umumnya
menyebutkan dalam jawaban mereka perlunya penyediaan pupuk dan
obat-obatan pertanian secara tepat.
"Tepat jumlah, tepat waktu dan tepat tempatnya," ujar drs.
Bambang Widarto, Camat Karangmojo, 20 km dari Magetan. Dengan
begitu, katanya sawah di sini akan tetap menghasilkan rata-rata
5, ton gabah kering tiap ha. "Bahkan kalau pupuk memang
benar-benar cukup, dapat menghasilkan 7 ton sehektar tiap
parlen," tambah Widarto.
Sukarno Sastrapratimo bukan main senang menerima surat dari
Presiden RI itu. "kii bukti kepala negara memperhatikan langsung
nasib petani," kata Camat Godean (Yogya) itu yang juga membawahi
Desa Kemusu, tempat kelahiran Presiden Soeharto. Dalam
balasannya, Sukarno menekafkan perlunya menertibkan irigasi
baik di tingkat saluran sekunder maupun tertier. Ia juga
mengusulkan agar pemerintah mengeluarkan peraturan khusus
tentang pengairan desa.
"Pertanyaannya berat-berat, padahal waktu untuk menjawabnya
hanya 3 hari," kata Apung S. Wiratmaja (42 tahun), Camat Regol,
Kotamadya Bandung, "saya benar-benar panik." Tak mengherankan.
Apung baru 26 hari menduduki jabatannya sekarang ketika 23
September lalu menerima surat dari Presiden. Lebih-lebih lagi
karena wilayah Kecamatan Regol tidak seluruhnya daerah
pertanian. Hanya ada 112 hektar sawah di sini, di samping juga
beberapa hektar kolam ikan. Tapi semua itu dianggap Apung tidak
produktif. "Sebab besok atau lusa bisa saja berubah jadi
kapling," tuturnya.
Tiap Camat telah menerima 5 buah brosur pertanyaan presiden.
Setelah diberi jawaban-jawaban, satu brosur dipegang camat untuk
arsip kecamatan, masing-masing satu untuk bupati dan gubernur
dan 2 buah untuk Bina Graha. Dalam jawaban pada umumnya para
camat menekankan perlunya dibenahi sarana-sarana pertanian.
Seperti pupik, obat-obatan anti hama, irigasi, termasuk juga
kredit Bimas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini