Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pungutan liar terhadap para narapidana di Rutan KPK terus bergulir, praktik ini disebut mencapai Rp 6,38 miliar pada rentang waktu 2019-2023. Pungli ini memungkinkan napi bisa mengakses alat komunikasi hingga dapat bocoran sidak dari petugas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kasus itu, sebanyak 15 terdakwa kasus dugaan korupsi berupa pungli di Rutan KPK masih menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Pungli dilakukan para terdakwa di tiga Rutan Cabang KPK, yakni Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4), Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut sederet fakta yang terungkap saat persidangan praktik pungli di Rutan KPK.
Seludupkan Alat Komunikasi hingga Makanan
Mantan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK), Hengki, merincikan soal praktik pungli yang dilakukan oleh Muhammad Abduh selaku mantan petugas Rutan KPK yang juga bertindak sebagai lurah.
“Abduh memasukkan alkom (alat komunikasi), makanan, lalu keperluan-keperluan lain untuk tahanan,” kata Hengki, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 15 November 2024.
Aset Terdakwa
Lebih lanjut, kata Hengki, aset yang dimiliki oleh terdakwa Muhammad Abduh, hasil memasukan alat komunikasi hingga makanan membuatnya mampu membeli sawah dan membangun barbershop atau tempat pangkas rambut. “Dari hasil, yang saya duga, dari hasil kegiatan tersebut, yang bersangkutan pernah ber-statement ke saya beliau membeli sawah,” ucap Hengki lagi. “Kemudian beliau mempunyai tiga barbershop.”
Hengki menjelaskan pegawai di barbershop milik Abduh sempat dipanggil untuk memangkas rambut terdakwa lainnya selama mereka mendekam di Rutan Polda Metro Jaya.
Sementara itu di akhir persidangan, Abduh membantah tudingan tentang aset yang dimilikinya. “Saya ingin membantah keterangan Saksi Hengki terkait aset yang saya miliki,” ucap Abduh pada Jumat, 15 November 2024.
Kerap Gelar Pertemuan di Sel Kosong
Hengki juga mengungkapkan, para terdakwa perkara pungli di lingkungan Rutan KPK disebut kerap menggelar pertemuan di sebuah sel kosong ketika masih ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Rapat itu membahas ihwal perkara pungli yang menyeret mereka.
“Ketika kami ditahan di Polda Metro Jaya, kurang lebih 1-2 bulan, mereka ini sering mengadakan pertemuan-pertemuan di sel kosong kamar tahanan, seperti itu,” ujar Hengki. “Dan pertemuan itu kerap sekali dilakukan juga membahas perkara.”
Permintaan Tahanan
Dalam kesempatan yang sama, Hengki, mengungkapkan pengadaan akses makanan dari luar, alat komunikasi, hingga alat masak di dalam rutan merupakan atas permintaan tahanan. Ia mengklaim para narapidana tidak merasa keberatan dengan adanya pungutan liar atau pungli untuk pemenuhan akses tersebut.
“Justru itu permintaan tahanan,” kata Hengki ketika ditanya Jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Jumat, 15 November 2024.
Lebih lanjut, menanggapi pertanyaan Jaksa Ihwal keterangan para tahanan pada persidangan sebelumnya. “Justru saya menduga. Ini hanya dugaan saya, ya Pak Jaksa. Ini ada yang mengarahkan ke mereka,” ujar Hengki menegaskan bahwa permintaan untuk makanan, alkom, dan fasilitas seperti alat masak berasal dari para tahanan.
“Kalau kita bicara mengenai keadaan dari sisi ekonomi Pak Jaksa, kami ini rata-rata itu satpam,” tutur Hengki. “Adapun kami di rutan itu PNS atau Polri, itu bukan pejabat tinggi,” katanya.“Dibandingkan dengan para tahanan yang notabene-nya itu ada kades, ada dirut, ada gubernur,” kata dia.
90 Persen Petugas Rutan Terima Jatah
Dalam sidang 11 November 2024, di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, petugas rutan KPK yang kini berstatus terdakwa, Ricky Rachmawanto, mengungkapkan 90 persen petugas rutan menerima jatah bulanan dari para tahanan.
Ricky pun mengatakan bahwa petugas rutan yang tidak menerima uang tersebut rata-rata merupakan petugas yang tidak bersentuhan langsung dengan para tahanan. “Tapi yang di regu jaga, saya pastikan 100 persen terima semua,” ujarnya. “Dan itu sudah jadi secara turun-temurun dari tahun-tahun sebelumnya,” imbuh dia.
Bocoran Informasi Sidak
Penghuni rumah tahanan KPK selalu diberi tahu ketika tempat itu akan diinspeksi oleh petugas. Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan dugaan pungutan liar di Rutan KPK pada Senin, 9 September 2024.
"Betul, yang memberitahu itu pak Taufan atau Pak Yoory, nanti akan ada sidak, sehingga siap-siap, jangan sampai ada yang ketinggalan di kamar," kata saksi Dono Purwoko dalam sidang merespon pertanyaan jaksa terkait pemberitahuan sidak.
Dono mengatakan, apabila barang yang dibawa ke dalam rutan secara ilegal dengan setor pungli ketahuan sidak, maka untuk mengambilnya akan dipintakan uang lagi jija ingin mengambilnya kembali. "Kalau sidak kan diambil, nah nanti kalau kami memerlukan handphone lagi, bayar gitu," kata Dono.
Untuk diketahui, para terdakwa dalam perkara ini, antara lain Kepala Rutan KPK periode 2022–2024 Achmad Fauzi; Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK periode 2018 Deden Rochendi; Plt Kepala Rutan KPK periode 2021 Ristanta; dan Kepala Keamanan dan Ketertiban KPK periode 2018–2022 Hengki.
Selain itu, ada pula petugas Rutan KPK, yakni Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rahmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, serta Ramadhan Ubaidillah, yang menjadi terdakwa.
Praktik pungli itu dilakukan dengan tujuan memperkaya 15 orang terdakwa tersebut, yakni memperkaya Deden senilai Rp 399,5 juta, Hengki Rp 692,8 juta, Ristanta Rp 137 juta, Eri Angga Rp 100,3 juta, Sopian Rp 322 juta, Fauzi Rp 19 juta, Agung Rp 91 juta, serta Ari Rp 29 juta.
Selanjutnya, memperkaya Ridwan sebesar Rp 160,5 juta, Mahdi Rp 96,6 juta, Suharlan Rp 103,7 juta, Ricky Rp 116,95 juta, Wardoyo Rp 72,6 juta, Abduh Rp 94,5 juta, serta Ubaidillah Rp 135,5 juta.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI | ERVANA TRIKARINAPUTRI | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | ANTARA