Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Nurul Ghufron terbukti melanggar etik dan disanksi potong gaji 20 persen selama enam bulan. Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK, Cahya Hardianto Harefa, mengatakan sanksi tersebut akan berlaku mulai 1 Oktober 2024 mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Putusan Dewas (Dewan Pengawas KPK) itu kan per 1 Oktober, per 1 Oktober (potong gaji Ghufron),” kata Cahya kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 27 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Nurul Ghufron dijatuhi sanksi potong gaji 20 persen selama enam bulan karena dinilai terbukti melanggar kode etik terkait mutasi pegawai Kementerian Pertanian (Kementan) bernama Andi Dwi Mandasari atau ADM. Selain sanksi pemotongan gaji, pimpinan KPK ini juga mendapat sanksi berupa teguran tertulis.
Vonis dibacakan Ketua Majelis Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam amar putusan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Jumat, 6 September 2024 lalu. Tetapan tersebut diambil Dewas KPK berdasarkan sejumlah kesaksian dan bukti-bukti yang terungkap di persidangan.
“Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa berupa teguran tertulis agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan selaku pimpinan senantiasa menjaga sikap dan perilaku,” ujar Tumpak. “Pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20 persen selama 6 bulan,” sambungnya.
Dewas KPK menyimpulkan Nurul Ghufron menggunakan pengaruhnya sebagai Komisioner KPK dengan menghubungi Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal sekaligus Plt Inspektur Jenderal Kementan. Ghufron ingin ADM -pegawai Inspektorat II Kementan- dipindahkan ke Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian di Malang.
“Terperiksa terbukti melakukan perbuatan menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan dirinya dengan membantu saksi Andi Dwi Mandasari,” kata Anggota Dewas KPK Albertina Ho.
Mengenai sanksi pemotongan gaji 20 persen selama enam bulan terhadap Nurul Ghufron, Tumpak yang juga Ketua Dewas KPK menjelaskan pemangkasan bukan hanya gaji pokok, tapi termasuk tunjangan. Kendati begitu, pihaknya tak tahu besaran pasti pemotongan gaji tersebut.
“Penghasilan itu banyak, jadi bukan hanya gaji. Di sini ada penghasilan, penghasilan banyak, gaji pokok, tunjangan jabatan, ini semua namanya penghasilan. Berapa besarnya, saya sendiri nggak tahu, nanti Anda tanya sama Sekjen (KPK),” kata Tumpak.
Sebagai informasi, Ghufron dihukum potongan penghasilan 20 persen per bulan selama 6 bulan. Namun masa jabatan Ghufron akan berakhir pada Desember 2024 atau tak sampai 6 bulan. Pun Ghufron juga telah tercoret dari daftar calon pimpinan lembaga antirasuah sehingga tidak berpotensi melanjutkan kepemimpinan di KPK.
“Berapa? Aku tidak tahu jumlahnya. Dipotong 20 persen, nanti Sekjen yang memotong. Nah, ini 6 bulan, dia mungkin tak sampai 6 bulan sudah tidak lagi (menjabat), ya sudahlah, tidak ada lagi, mau bilang apa,” katanya.
Nurul Ghufron menjalani sidang kode etik setelah diadukan Kasdi Subagyono ke Dewas KPK pada Desember 2023. Dia dituding menyalahgunakan wewenang dengan membantu mutasi ASN di Kementan ke Malang, Jawa Timur. Dia disebut mengintervensi pihak Kementan terkait mutasi ASN yang merupakan anak dari kenalannya itu.
Namun, Ghufron berdalih bahwa yang dilakukannya bukan intervensi. Melainkan meneruskan keluhan terkait mutasi ASN tersebut yang tak kunjung disetujui. Menurut dia, permintaan mutasi itu ditolak Kementan dengan alasan SDM yang ada di Jakarta bakal berkurang. Namun, ketika pegawai itu mengajukan surat pengunduran diri, justru malah diterima.
Hal itu dianggap Ghufron tidak konsisten, karena dinilai adanya perbedaan perlakuan terhadap dua langkah yang diambil. Padahal, keduanya juga akan berimbas pada pengurangan SDM di kementerian itu. Ghufron pun menyatakan tidak ada yang salah dalam pengurusan permohonan mutasi tersebut. Sebab tidak ada imbalan yang ia terima.
Selain itu, ia menilai bahwa Dewas KPK tak berwenang memeriksa kasus etik tersebut. Sebab, menurutnya, peristiwanya sudah kedaluwarsa. Adapun Ghufron menghubungi pejabat Kementan pada 15 Maret 2022. Sementara, kasus dugaan pelanggaran kode etik tersebut baru dilaporkan ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023.
Di sisi lain, Ghufron membenarkan bahwa dia memang menelepon Kasdi pada periode Maret 2022. Ia menyebut telepon tersebut sifatnya adalah meneruskan pengaduan. Dia juga mengklaim sebelum meneruskan pengaduan itu pihaknya sudah berdiskusi dan minta pendapat kepada Alexander Marwata, juga Wakil Ketua KPK.
“Pak Alex bahkan kemudian juga mencarikan nomor telepon Pak Kasdi. Saya tidak kenal (dengan Kasdi),” kata Ghufron.
Ghufron pun menghubungi Kasdi tentang hal itu dan akhirnya permohonan mutasi ASN tersebut dikabulkan. Namun, hal ini juga yang akhirnya membuat Ghufron dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan pengaruh. Kasdi melaporkan hal itu setelah dirinya ditahan KPK karena terseret kasus korupsi eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
Dalam kode etik KPK, komisioner memang dilarang berhubungan baik langsung maupun menggunakan perantara dengan pihak yang tengah berperkara di lembaga antirasuah. Namun, menurut Ghufron, komunikasinya dengan Kasdi tersebut dilakukan jauh sebelum yang bersangkutan menjadi pihak berperkara di KPK bersama SYL.
“Faktanya peristiwa itu 15 Maret (2022), laporan yang ada kasusnya Pak Kasdi itu di Desember 2022,” kata Ghufron.
Ghufron kemudian menggugat Dewas KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jakarta. Ia beralasan karena Dewas KPK memproses dugaan pelanggaran etiknya yang dia anggap sudah kedaluwarsa. Ghufron mengatakan, dalam Pasal 23 Peraturan Dewas KPK Nomor 4 Tahun 2021 diatur tentang laporan/temuan atas dugaan terjadinya pelanggaran dinyatakan kedaluwarsa dalam 1 tahun.
“Iya betul, berkaitan tindakan pemerintahan oleh Dewas yang memeriksa peristiwa diduga sebagai pelanggaran etik pada 15 Maret 2022, dilaporkan kepada Dewas pada 8 Desember 2023,” kata Ghufron kepada Tempo, Kamis, 25 April 2024
PTUN Jakarta kemudian mengeluarkan putusan Nomor 142/G/TF/2024/PTUN.JKT tanggal 20 Mei 2024 tentang Penundaan Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan atas Dugaan Pelanggaran Etik Atas Nama Terlapor Nurul Ghufron. Akibat putusan sela tersebut, Dewas KPK kemudian menunda pembacaan putusan sidang kode etik Ghufron pada Selasa, 21 Mei 2024.
PTUN Jakarta lalu menolak gugatan yang diajukan Ghufron pada awal September lalu. Pengadilan juga mencabut putusan sela soal penundaan pelaksanaan tindakan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik terhadap Ghufron oleh Dewas KPK. Hakim PTUN juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp442 ribu.
“Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Empat ratus empat puluh dua ribu rupiah,” bunyi putusan tersebut seperti dikutip Tempo dari Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) PTUN Jakarta, Selasa, 3 September 2024.
Setelah penundaan pelaksanaan proses sidang etik terhadap Nurul Ghufron dicabut, Dewas KPK kemudian membaca putusan sidang kode etik pimpinan KPK tersebut pada Jumat, 6 September 2024. Dewas KPK memvonis Nurul Ghufron terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji.
“Mengadili, menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur Pasal 4 ayat 2 huruf B Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat membacakan amar putusan, Jumat, 6 September 2024.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | CLARA MARIA | MUTIA YUANTISYA | BAGUS PRIBADI | KUKUH S. WIBOWO
Pilihan Editor: Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Divonis Langgar Etik, Pernah Sebut Kaesang Tidak Wajib Laporkan Terima Gratifikasi