PENGADILAN Negeri Denpasar belakangan ini tidak lagi menjadi
pusat perhatian orang banyak. Dua orang asing yang terjebak
selagi membawa ganja dalam pesawat Cessna yang mendarat di
Ngurah Rai, sudah dijatuhi hukuman, Selasa 2 pekan lalu. Hakim
Ketua Sof Larosa SH, setelah mengetokkan palu cukup keras,
meminta maaf kepada Jaksa Djokomoelyo SH dan Pembela Adnan
Buyung Nasution SH, dengan nada humlor hingga mengundang ketawa.
Tetapi kedua orang asing itu masih tegang menanti isi vonis yang
harus diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris.
Donald Andrew Ahern alias Don Tait, 48 tahun, warganegara
Inggeris berkedudukan sebagai pilot, menerima hukuman 17 tahun
penjara potong tahanan, dengan denda Rp 20 juta subsider bulan
kurungan. Perinciannya: untuk perkara narkotika melanggar pasal
23 ayat 3 dan 4 UU No.9 tahun 1976, dengan hukuman 1 tahun
penjara dan denda Rp 10 juta. Untuk perkara ekonomi sang pilot
dihukum 2 tahun penjara ditambah denda Rp 10 juta. Ia dinyatakan
melanggar pasal 4 surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan
Menteri Perhubungan RI tanggal 9 Juni 1971 berhubungan dengan
pasal 26 b. Rechten Ordonantie berhubungan dengan UU
No.7/Drt/1955. Demikian lengkapnya.
Kawannya David Allan Riffe, 36 tahun, warganegara Amerika, juga
bersalah melanggar pasal yang sama untuk perkara ekonomi. Tapi
hukumannya 1 tahun penjara ditambah denda Rp 10 juta. Dan untuk
perkara narkotika, David dihukum 6 tahun penjara dengan denda Rp
10 juta - disebut melanggar pasal 23 ayat 4 UU No.9 tahun 1976
Pesawat Cessna dirampas untuk negara Ganja dimusnahkan.
Jaksa Djokomoelyo SH, yang semula menuntut 20 tahun penjara
untuk Donald dan 17 tahun untuk David, masih pikir-pikir
seminggu terhadap vonis ini. Adnan Buyung Nasution SH juga
pikir-pikir. Tapi esok harinya terdengar berita agak resmi:
dalam perkara David, pembela dan terhukum naik banding.
Ngebut
Ada yang menarik dari pertimbangan Hukum Majelis Hakim dalam
vonis ini. Tindak pidana subversif yang ditujukan Jaksa ditolak
mentah-mentah oleh Majelis. Menurut Majelis Hakim, dengan
sebanyak 664,10 kg itu tidak punya bukti-bukti mau diselundupkan
ke Bali atau Indonesia. Pokoknya tak ada tanda akan dibongkar di
Ngurah Rai, baik secara sah maupun sembunyi. Bagaimana mungkin
ganja itu bisa mempengaruhi hidup rakyat banyak, dan merongrong
wibawa pemerintah yang sah?
Di samping itu Majelis Hakim pun tujuan mendidik: agar "kita
hati-hati sedikit menuduhkan pasal-pasal subversif". Kalau
dalih yang disodorkan tak diterima, Majelis kuatir seorang
pemuda yang ngebut di jalanan bisa digolongkan subversif.
"Bukankah seorang pengebut merongrong wibawa polisi lalulintas
dan polisi ini alat negara, sehingga bisa disebut merongrong
wibawa negara" begitu Majelis memperbandingkan.
Agaknya inilah yang memuaskan Buyung. Akhir sidang ia bilang
kepada wartawan: "Terlepas dari berat ringannya hukuman, sangat
terpuji tindakan hakim-hakim di Denpasar yang menolak tuduhan
subversif".
Membuyarkan Segalanya
Kalau ganja setengah ton lebih itu tak terbukti akan
diselundupkan ke Bali, lalu akan dibawa ke mana? "Menjadi
pertanyaan besar hingga kini, mau dibawa ke mana ganja sebanyak
itu. Diselundupkan ke Bali seperti tuduhan Jaksa atau ke Port
Moresby seperti kata terdakwa dan pembela. Keduanya tidak ada
bukti-bukti", kata Sof Larosa membacakan vonis yang masih
bertulisan tangan.
Semua itu, menurut majelis hakim disebabkan oleh tindakan Bea
Cukai Ngurah Rai yang tidak dapat menahan diri. Kalau betul BC
dapat informasi bahwa ada penyelundupan ganja, seharusnya mereka
mengatur siasat dan menghubungi pihak-pihak lain - terutama yang
menangani Bakolak Inpres. Awasi pesawat dengan diam-diam. Kalau
ada tanda ganja itu diturunkan, baru tangkap basah. Jika pun
tidak, toh kedua orang asing itu masih bisa ditangkap esok
harinya. Ini masih kata-kata Hakim.
Sampailah Majelis pada sentilannya: "Tindakan BC Ngurah Rai yang
dipuji oleh atasannya, terbukti diberi piagam dan hadiah,
benar-benar membawa kesulitan dan membuyarkan segalanya. Karena
hadiah ini diberikan oleh atasan dan atas nama Menteri Keuangan
sengaja atau tidak Bakolak Inpres telan tidak dihiraukan".
Yang dimaksud Hakim adalah: BC Ngurah Rai mendapat piagam
penghargaan atas jasa menangkap kedua orang asing itu, dan I
Wayan Asnaka menerima Rp 600.000 berupa Tabanas - karena
dianggap tidak mempan menerima sogokan 100.000 dolar AS, seperti
ramai diberitakan pers saat itu. Dalam sidang memang tak ada
disebut sogokan sejumlah itu. Bankan uang kedua orang asing ini
cuma 2.000 dolar AS, yang menurut vonis disita untuk negara.
Itulah yang menarik dari pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam
vonis. Maka hakim cuma menjatuhkan hukuman berdasarkan UU
Narkotika yang berat itu: dipersalahkan menguasai, membawa,
mengangkut, mentransit ganja. Dalam pidana ekonomi baru taraf
"percobaan penyelundupan" - karena orang asing itu mencantumkan
kata NIL yang berarti "nihil" pada DO, padahal pesawat Cessna
itu berisi muatan.
Kecil Saja
Dengan ini, tinggal satu perkara saja yang ada rentetannya
dengan ganja. Yakni menghadapkan Ida Bagus Antara manajer Segala
Village yang menurut Jaksa Roespandi Nitisasmito SH membantu
kedua orang asing itu. Dalam sidang ini formasi hakim, terutama
kedua hakim anggota berbeda. Sedang pembela cuma namanya saja
yang mirip: AZ Nasution SH.
Perkara ini tidak lagi menarik. Segelintir pengunjung cuma
berasal dari lingkungan keluarga dan wartawan. Walaupun
Roespandi - asisten Djokomoelyo dalam perkara orang asing itu -
menuduhkan juta UU No. 11/PNPS/i963 tentang subversi, agaknya
tidak terungkap dalam persidangan peranan Antara membantu Donald
dalam perkara ganja ini.
Memang Antara pernah diajak berkeliling Singapura, Kualalumpur,
Bangkok. Tetapi menurut pengakuannya, itu tidak ada hubungannya
dengan lencana penyelundupan ganja. Bahkan kata "ganja" tak
pernah disinggung-singgung. "Kepergian saya ke luar negeri hanya
untuk melihat perkembangan kepariwisataan untuk memajukan
hotel".
Barangkali, satu-satunya lobang kecurigaan Jaksa yang agak
mendasar adalah: Donald tidak terdaftar sebagai tamu di Segara
Village. Hal ini diakui Antara namun di luar wewenangnya, karena
itu tugas front office dan tanggung jawab manajer umum (general
manager). Sedang ia cuma manajer bagian promosi.
Lalu Manajer Umum Segara Village Ida Bagus Kompyang, yang
dihadapkan sebagai saksi, mengakui khilaf tidak mendaftar Donald
di buku tamu, dan itu menjadi tanggung jawabnya. Hampir semua
saksi yang diajukan tidak ada memberatkan Antara. Tinggal
menunggu bagaimana tuntutan Jaksa. A Nasution SH, yang
mendampingi terdakwa, melihat perkara ini sebagai "kecii saja
kok, cuma maunya dibesar-besarkan".
Ida Bagus Antara ditahan bersamaan dengan kedua orang asing itu,
9 Agustus 1976. 23 Desember dikeluarkan dari tahanan atas
perintah Pengadilan Negeri Denpasar sampai perkaranya diajukan
ke muka sidang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini