Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ganja Itu, Buntutnya

2 orang asing, Donald Adrew Ahern dan David Allan Riffe, yang kedapatan membawa ganja di Ngurah Rai, sudah dijatuhi hukuman. Tuduhan subversif terhadap mereka ditolak hakim. (hk)

5 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGADILAN Negeri Denpasar belakangan ini tidak lagi menjadi pusat perhatian orang banyak. Dua orang asing yang terjebak selagi membawa ganja dalam pesawat Cessna yang mendarat di Ngurah Rai, sudah dijatuhi hukuman, Selasa 2 pekan lalu. Hakim Ketua Sof Larosa SH, setelah mengetokkan palu cukup keras, meminta maaf kepada Jaksa Djokomoelyo SH dan Pembela Adnan Buyung Nasution SH, dengan nada humlor hingga mengundang ketawa. Tetapi kedua orang asing itu masih tegang menanti isi vonis yang harus diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris. Donald Andrew Ahern alias Don Tait, 48 tahun, warganegara Inggeris berkedudukan sebagai pilot, menerima hukuman 17 tahun penjara potong tahanan, dengan denda Rp 20 juta subsider bulan kurungan. Perinciannya: untuk perkara narkotika melanggar pasal 23 ayat 3 dan 4 UU No.9 tahun 1976, dengan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 10 juta. Untuk perkara ekonomi sang pilot dihukum 2 tahun penjara ditambah denda Rp 10 juta. Ia dinyatakan melanggar pasal 4 surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perhubungan RI tanggal 9 Juni 1971 berhubungan dengan pasal 26 b. Rechten Ordonantie berhubungan dengan UU No.7/Drt/1955. Demikian lengkapnya. Kawannya David Allan Riffe, 36 tahun, warganegara Amerika, juga bersalah melanggar pasal yang sama untuk perkara ekonomi. Tapi hukumannya 1 tahun penjara ditambah denda Rp 10 juta. Dan untuk perkara narkotika, David dihukum 6 tahun penjara dengan denda Rp 10 juta - disebut melanggar pasal 23 ayat 4 UU No.9 tahun 1976 Pesawat Cessna dirampas untuk negara Ganja dimusnahkan. Jaksa Djokomoelyo SH, yang semula menuntut 20 tahun penjara untuk Donald dan 17 tahun untuk David, masih pikir-pikir seminggu terhadap vonis ini. Adnan Buyung Nasution SH juga pikir-pikir. Tapi esok harinya terdengar berita agak resmi: dalam perkara David, pembela dan terhukum naik banding. Ngebut Ada yang menarik dari pertimbangan Hukum Majelis Hakim dalam vonis ini. Tindak pidana subversif yang ditujukan Jaksa ditolak mentah-mentah oleh Majelis. Menurut Majelis Hakim, dengan sebanyak 664,10 kg itu tidak punya bukti-bukti mau diselundupkan ke Bali atau Indonesia. Pokoknya tak ada tanda akan dibongkar di Ngurah Rai, baik secara sah maupun sembunyi. Bagaimana mungkin ganja itu bisa mempengaruhi hidup rakyat banyak, dan merongrong wibawa pemerintah yang sah? Di samping itu Majelis Hakim pun tujuan mendidik: agar "kita hati-hati sedikit menuduhkan pasal-pasal subversif". Kalau dalih yang disodorkan tak diterima, Majelis kuatir seorang pemuda yang ngebut di jalanan bisa digolongkan subversif. "Bukankah seorang pengebut merongrong wibawa polisi lalulintas dan polisi ini alat negara, sehingga bisa disebut merongrong wibawa negara" begitu Majelis memperbandingkan. Agaknya inilah yang memuaskan Buyung. Akhir sidang ia bilang kepada wartawan: "Terlepas dari berat ringannya hukuman, sangat terpuji tindakan hakim-hakim di Denpasar yang menolak tuduhan subversif". Membuyarkan Segalanya Kalau ganja setengah ton lebih itu tak terbukti akan diselundupkan ke Bali, lalu akan dibawa ke mana? "Menjadi pertanyaan besar hingga kini, mau dibawa ke mana ganja sebanyak itu. Diselundupkan ke Bali seperti tuduhan Jaksa atau ke Port Moresby seperti kata terdakwa dan pembela. Keduanya tidak ada bukti-bukti", kata Sof Larosa membacakan vonis yang masih bertulisan tangan. Semua itu, menurut majelis hakim disebabkan oleh tindakan Bea Cukai Ngurah Rai yang tidak dapat menahan diri. Kalau betul BC dapat informasi bahwa ada penyelundupan ganja, seharusnya mereka mengatur siasat dan menghubungi pihak-pihak lain - terutama yang menangani Bakolak Inpres. Awasi pesawat dengan diam-diam. Kalau ada tanda ganja itu diturunkan, baru tangkap basah. Jika pun tidak, toh kedua orang asing itu masih bisa ditangkap esok harinya. Ini masih kata-kata Hakim. Sampailah Majelis pada sentilannya: "Tindakan BC Ngurah Rai yang dipuji oleh atasannya, terbukti diberi piagam dan hadiah, benar-benar membawa kesulitan dan membuyarkan segalanya. Karena hadiah ini diberikan oleh atasan dan atas nama Menteri Keuangan sengaja atau tidak Bakolak Inpres telan tidak dihiraukan". Yang dimaksud Hakim adalah: BC Ngurah Rai mendapat piagam penghargaan atas jasa menangkap kedua orang asing itu, dan I Wayan Asnaka menerima Rp 600.000 berupa Tabanas - karena dianggap tidak mempan menerima sogokan 100.000 dolar AS, seperti ramai diberitakan pers saat itu. Dalam sidang memang tak ada disebut sogokan sejumlah itu. Bankan uang kedua orang asing ini cuma 2.000 dolar AS, yang menurut vonis disita untuk negara. Itulah yang menarik dari pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam vonis. Maka hakim cuma menjatuhkan hukuman berdasarkan UU Narkotika yang berat itu: dipersalahkan menguasai, membawa, mengangkut, mentransit ganja. Dalam pidana ekonomi baru taraf "percobaan penyelundupan" - karena orang asing itu mencantumkan kata NIL yang berarti "nihil" pada DO, padahal pesawat Cessna itu berisi muatan. Kecil Saja Dengan ini, tinggal satu perkara saja yang ada rentetannya dengan ganja. Yakni menghadapkan Ida Bagus Antara manajer Segala Village yang menurut Jaksa Roespandi Nitisasmito SH membantu kedua orang asing itu. Dalam sidang ini formasi hakim, terutama kedua hakim anggota berbeda. Sedang pembela cuma namanya saja yang mirip: AZ Nasution SH. Perkara ini tidak lagi menarik. Segelintir pengunjung cuma berasal dari lingkungan keluarga dan wartawan. Walaupun Roespandi - asisten Djokomoelyo dalam perkara orang asing itu - menuduhkan juta UU No. 11/PNPS/i963 tentang subversi, agaknya tidak terungkap dalam persidangan peranan Antara membantu Donald dalam perkara ganja ini. Memang Antara pernah diajak berkeliling Singapura, Kualalumpur, Bangkok. Tetapi menurut pengakuannya, itu tidak ada hubungannya dengan lencana penyelundupan ganja. Bahkan kata "ganja" tak pernah disinggung-singgung. "Kepergian saya ke luar negeri hanya untuk melihat perkembangan kepariwisataan untuk memajukan hotel". Barangkali, satu-satunya lobang kecurigaan Jaksa yang agak mendasar adalah: Donald tidak terdaftar sebagai tamu di Segara Village. Hal ini diakui Antara namun di luar wewenangnya, karena itu tugas front office dan tanggung jawab manajer umum (general manager). Sedang ia cuma manajer bagian promosi. Lalu Manajer Umum Segara Village Ida Bagus Kompyang, yang dihadapkan sebagai saksi, mengakui khilaf tidak mendaftar Donald di buku tamu, dan itu menjadi tanggung jawabnya. Hampir semua saksi yang diajukan tidak ada memberatkan Antara. Tinggal menunggu bagaimana tuntutan Jaksa. A Nasution SH, yang mendampingi terdakwa, melihat perkara ini sebagai "kecii saja kok, cuma maunya dibesar-besarkan". Ida Bagus Antara ditahan bersamaan dengan kedua orang asing itu, 9 Agustus 1976. 23 Desember dikeluarkan dari tahanan atas perintah Pengadilan Negeri Denpasar sampai perkaranya diajukan ke muka sidang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus