Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Gudang, Polisi, Dukun

3 pucuk senjata dicuri dari kompleks komando distrik 2062 labuhan ruku, kabupaten asahan. pencurinya anak pelu tumpal siahaan. Beberapa polisi yang bersangkutan dikenakan tindakan administratif. (krim)

6 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGAIMANA kalau gudang senjata di tangsi polisi kebongkaran? Gedung senjata di kompleks Komando Distrik 2062 Labuhan Ruku, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara berjarak hanya 50 meter dari pos penjagaan. Rupanya maling ini terbilang berani juga. Dia masuk dengan mencongkel pintu gudang. Musibah bagi fihak polisi ini segera ketahuan, ketika pada 19 September gudang diperiksa, dan ternyata ada dua pucuk stengun dan sepucuk madzen yang raib. Bersamaan dengan itu hilang pula sejumlah peluru pistol dan senapan. Polisi yang biasanya mengusut hilangnya barang orang lain, tentu lebih sibuk karena mengurus hilangnya barang sendiri. Kejadian itupun jadi buah bibir di kota kecil Labuhan Ruku dan Tanjung Tiram. Karena itulah komandan Resort 206 Asahan, Letkol A.W Simanjuntak pada 22 September membantah kejadian itu. "Bukan kebongkaran, tapi hanya kesalahan administratif saja. Senjata yang sudah diambil tak dibukukan sehingga waktu menghitungnya jadi kurang", katanya. Ketika ditanyakan tentang beberapa orang polisi yang ditahan, Letnan Kolonel Polisi ini hanya mengatakan: "Itu tindakan administratif saja". Tindakan apapun namanya, yang terang mula-mula dua anggota polisi yang tugas piket malam kejadian itu ketiban musibah, yakni Peltu Swardi dan Koptu Misnan. Begitu petugas dari Komres turun ke Labuhan Ruku pada 20 September mereka segera ditangkap dan ditahan. Mereka dipersalahkan telah lalai melaksanakan tugasnya sampai orang luar menyelinap ke kompleks itu tanpa mereka ketahui. Kedua polisi ini bersikeras menyatakan bahwa pada malam itu tak ada orang luar yang masuk ke sana. Dari keterangan mereka kecurigaan jadi beralih. Bahwa ini mungkin perbuatan orang dalam. Maka Peltu Bahari Elusin yang bertugas di bahagian gudang senjata yang kena sasaran. Kedua polisi piket tadi dilepaskan setelah dua hari dalam sel, dan gantinya masuk Bahari. Polisi inipun tak mengaku kalau harus dituduh mencuri senjata tersebut. Katanya dia sempat mengalami pemeriksaan dengan kekerasan di kantor Komres. Anak Peltu Bahari yang bernama Dab juga kena getah musibah ini. Dia diperiksa karena dituduh bersahabat dengan ayahnya untuk memiliki 3 pucuk senjata yang hilang itu secara melawan hukum. Tegasnya mencuri senjata. Sering Bolos Nampaknya tak ada usaha dari fihak Komres untuk mencari tertuduh sebenarnya dalam perkara itu. Namun Tuhan masih melindungi si polisi malang ini. Menurut versi Kapten Polisi Achmadan Lubis, Komandan Distrik 2062 Labuhan Ruku seperti yang dituturkannya pada TEMPO 20 Oktober 1976, hal ini berkat kuatnya bantuan dukun, yang diusahakan isteri Peltu Bahari. Pada 5 Oktober 1976 sekira jam 00.35 serombongan petugas Den POM 11/2 Pematang Siantar (Kabupaten Simalungun) meringkus seorang pemuda bernama RS, 20 tahun, beserta temannya, Sy, 20. Ketika itu RS sedang membawa sepucuk stengun di dalam goni. Kemudian dengan cepat pula petugas-petugas tersebut berhasil menemukan 2 pucuk lagi senjata masing-masing dari tempat pemondokan RS di Jalan Toba 11/61 dan rumah Sy di Jalan Bali, Pematang Siantar. Berdasarkan pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan Polisi Militer diketahuilah bahwa senjata yang 3 pucuk itu adalah senjata yang dinyatakan hilang di Labuhan Ruku. Setelah itulah sehabis mendekam 10 hari lebih dalam sel, Bahari dilepaskan dari tahanan. RS sendiri adalah pelajar SMEA kelas 3 di Pematang Siantar. Dia adalah anak sulung Peltu Tumpal Siahaan, Kepala Sub Sie PKN Komdis 2061 Labuhan Ruku. Entah karena ayahnya adalah kepala di sana, maka dia tak pernah dicurigai, meski di kalangan temannya seasrama dia dikenal seorang berandal dan sering bolos sekolah. Catu Handuk Menurut RSkepadaTEM PO di kantor Komres 18 Oktober yang lalu, kisah pencuriannya itu begini: Pada tanggal 13 September tersangka pulang ke rumahnya di kompleks Polri Labuhan Ruku, karena dia punya hutang pada tempatnya memondok di Pematang Siantar sebesar Rp 1500. Untuk minta pada orang tuanya dia segan, karena memang uang belanjanya setiap bulan sebesar Rp 10 ribu sudah ditetapkan, yaitu Rp 7 ribu untuk bayar uang pondokan sedang yang Rp 3 ribu untuk uang jajan di sekolah. Pada tanggal 14 September dia melihat handuk-handuk untuk catu polisi Labuhan Ruku datang dari Komres, dan dimasukkan ke gudang yang berfungsi juga sebagai gudang senjata polisi di dua Komando Distrik, yaitu Distrik Labuhan Ruku dan Distrik Indrapura (untuk personil 120 polisi). Jadi bisa difahami kalau senjata cukup banyak di sana. Untuk menunggu waktu yang baik, maka pada tanggal 19 sekira jam 02.00 menjelang dinihari, RS keluar dari rumahnya di kompleks itu dan menyelinap ke gudang tadi. Pintu gudang dicongkelnya dengan linggis. Maksudnya semula hendak mencuri seperangkat handuk itu. Tapi menurutnya handuk tak ada lagi di sana, karena sudah habis dibagikan. Maka diambilnya saja senjata 3 pucuk. Dari sana dia pulang ke rumah. Senjata-senjata tersebut disembunyikannya di dapur untuk kemudian esok paginya dibawa ke Pematang Siantar. Pagi-pagi benar dia sudah berangkat dan senjata-senjata itu dimasukkannya di dalam goni. Curi Kain Ibunya Untuk apa senjata yang 3 pucuk itu? "Untuk merampok di jalan ke Parapat", jawab RS pada TEMPO. RS waktu itu berniat akan mencari teman dua orang lagi untuk melakukan perampokan (karena senjatanya 3 pucuk). Senjata itu dibawanya ke rumah pondokannya di Jalan Toba 11. Kemudian merasa tidak aman maka senjata-senjata itu disembunyikannya di rumah temannya, S. "Senjata siapa itu?" tanya S. "Ayahku punya" jawab RS. Setelah itu S tak pernah tanya-tanya lagi. Demikian menurut tersangka RS. Mungkin karena sudah dapat kawan untuk merampok -- tapi kalau menurut RS, karena dia merasa tempat penyimpanan senjata itu sudah tak aman lagi -- maka pada 27 September senjata itu dipindahkan lagi ke rumah pondokannya. Tapi kali ini dibawanya satu persatu. Demikianlah pada 5 Oktober itu dia bermaksud memindahkan senjata tersebut lagi dari rumah S ke rumah pondokannya (hanya senjata yang terakhir, karena yang dua pucuk sudah berhasil diselamatkannya ke rumah pondokannya), ketika tiba-tiba saja petugas CPM menyergapnya. Menurut Komandan Distrik 2062, Labuhan Ruku Kapten Achmadan Lubis 20 Oktober pada TEMPO, keterangan RS tidak masuk akal. "Dia pasti punya komplotan dan memang sudah berencana untuk mencuri senjata itu", ujarnya. "Kalau soal uang Rp 1500 saja, dia kan bisa curi kain ibunya dua lembar sudah cukup", sambungnya lagi sambil menerangkan bahwa ibu tersangka adalah pedagang kain. "Mengapa mesti senjata 3 pucuk", katanya dengan nada pasti. Paling Sial Menurut Kapten Achmadan dengan 3 pucuk senjata jenis yang dicuri RS itu, orang sudah bisa membuat kerusuhan besar. "Asahan ini sudah bisa saya dibuat tidak aman dengan senjata itu", ujar Kapten Polisi setengah umur itu. Apakah RS memang sudah berkomplot untuk membuat kerusuhan dengan senjatanya itu memang masih belum terbukti. Tapi yang jelas RS yang sekarang berada di tahanan Komres 206, Asahan, bersama temannya S, atas perintah Danres, Letkol A.W Simanjuntak hanya diancam pasal 363 KUHP, yaitu melakukan pencurian biasa. "Hanya pencurian biasa saja, tak ada soal lain", diperjelas Letkol Simanjuntak pada TEMPO. Dalam keterangannya pada para juruwarta setempat, 18 Oktober itu, Simanjuntak tak bisa lagi menyatakan bahwa kasus kehilangan senjata itu tidak benar, atau menurut istilahnya kehilapan administratif saja, seperti keterangannya pada sebulan sebelumnya. Akan halnya ayah RS, Peltu Tumpal Siahaan, dia dikenakan tindakan administratif karena ulah anaknya. "Dia sudah dipindahkan ke Komres" kata Kapten Polisi J. Napitupulu, Kepala Seksi Reserse Komres Asahan. Dan Peltu Bahari, meskipun senjata yang hilang itu telah didapatkan kembali, dia juga nampaknya kena tindakan administratif juga. "Dia dipindahkan ke Komres Tanjung Balai", kata Komandan Distrik Kapten Achmadan Lubis. Yang paling sial lagi ialah isterinya, yang sekarang sibuk pinjam sana sini untuk melunasi hutangnya pada dukun. Rupanya menurut isteri ini berkat usaha dukunlah pencuri senjata itu tertangkap dan suaminya lolos dari fitnah. Padahal seharusnya isteri Bahari berterima kasih pada fihak CPM Pematang Siantar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus