BAGAIMANA kalau gudang senjata di tangsi polisi kebongkaran?
Gedung senjata di kompleks Komando Distrik 2062 Labuhan Ruku,
Kabupaten Asahan, Sumatera Utara berjarak hanya 50 meter dari
pos penjagaan. Rupanya maling ini terbilang berani juga. Dia
masuk dengan mencongkel pintu gudang. Musibah bagi fihak polisi
ini segera ketahuan, ketika pada 19 September gudang diperiksa,
dan ternyata ada dua pucuk stengun dan sepucuk madzen yang raib.
Bersamaan dengan itu hilang pula sejumlah peluru pistol dan
senapan. Polisi yang biasanya mengusut hilangnya barang orang
lain, tentu lebih sibuk karena mengurus hilangnya barang
sendiri. Kejadian itupun jadi buah bibir di kota kecil Labuhan
Ruku dan Tanjung Tiram.
Karena itulah komandan Resort 206 Asahan, Letkol A.W Simanjuntak
pada 22 September membantah kejadian itu. "Bukan kebongkaran,
tapi hanya kesalahan administratif saja. Senjata yang sudah
diambil tak dibukukan sehingga waktu menghitungnya jadi kurang",
katanya. Ketika ditanyakan tentang beberapa orang polisi yang
ditahan, Letnan Kolonel Polisi ini hanya mengatakan: "Itu
tindakan administratif saja". Tindakan apapun namanya, yang
terang mula-mula dua anggota polisi yang tugas piket malam
kejadian itu ketiban musibah, yakni Peltu Swardi dan Koptu
Misnan. Begitu petugas dari Komres turun ke Labuhan Ruku pada 20
September mereka segera ditangkap dan ditahan. Mereka
dipersalahkan telah lalai melaksanakan tugasnya sampai orang
luar menyelinap ke kompleks itu tanpa mereka ketahui. Kedua
polisi ini bersikeras menyatakan bahwa pada malam itu tak ada
orang luar yang masuk ke sana. Dari keterangan mereka kecurigaan
jadi beralih. Bahwa ini mungkin perbuatan orang dalam.
Maka Peltu Bahari Elusin yang bertugas di bahagian gudang
senjata yang kena sasaran. Kedua polisi piket tadi dilepaskan
setelah dua hari dalam sel, dan gantinya masuk Bahari. Polisi
inipun tak mengaku kalau harus dituduh mencuri senjata tersebut.
Katanya dia sempat mengalami pemeriksaan dengan kekerasan di
kantor Komres. Anak Peltu Bahari yang bernama Dab juga kena
getah musibah ini. Dia diperiksa karena dituduh bersahabat
dengan ayahnya untuk memiliki 3 pucuk senjata yang hilang itu
secara melawan hukum. Tegasnya mencuri senjata.
Sering Bolos
Nampaknya tak ada usaha dari fihak Komres untuk mencari tertuduh
sebenarnya dalam perkara itu. Namun Tuhan masih melindungi si
polisi malang ini. Menurut versi Kapten Polisi Achmadan Lubis,
Komandan Distrik 2062 Labuhan Ruku seperti yang dituturkannya
pada TEMPO 20 Oktober 1976, hal ini berkat kuatnya bantuan
dukun, yang diusahakan isteri Peltu Bahari.
Pada 5 Oktober 1976 sekira jam 00.35 serombongan petugas Den POM
11/2 Pematang Siantar (Kabupaten Simalungun) meringkus seorang
pemuda bernama RS, 20 tahun, beserta temannya, Sy, 20. Ketika
itu RS sedang membawa sepucuk stengun di dalam goni. Kemudian
dengan cepat pula petugas-petugas tersebut berhasil menemukan 2
pucuk lagi senjata masing-masing dari tempat pemondokan RS di
Jalan Toba 11/61 dan rumah Sy di Jalan Bali, Pematang Siantar.
Berdasarkan pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan Polisi
Militer diketahuilah bahwa senjata yang 3 pucuk itu adalah
senjata yang dinyatakan hilang di Labuhan Ruku. Setelah itulah
sehabis mendekam 10 hari lebih dalam sel, Bahari dilepaskan dari
tahanan.
RS sendiri adalah pelajar SMEA kelas 3 di Pematang Siantar. Dia
adalah anak sulung Peltu Tumpal Siahaan, Kepala Sub Sie PKN
Komdis 2061 Labuhan Ruku. Entah karena ayahnya adalah kepala di
sana, maka dia tak pernah dicurigai, meski di kalangan temannya
seasrama dia dikenal seorang berandal dan sering bolos sekolah.
Catu Handuk
Menurut RSkepadaTEM PO di kantor Komres 18 Oktober yang lalu,
kisah pencuriannya itu begini: Pada tanggal 13 September
tersangka pulang ke rumahnya di kompleks Polri Labuhan Ruku,
karena dia punya hutang pada tempatnya memondok di Pematang
Siantar sebesar Rp 1500. Untuk minta pada orang tuanya dia
segan, karena memang uang belanjanya setiap bulan sebesar
Rp 10 ribu sudah ditetapkan, yaitu Rp 7 ribu untuk bayar uang
pondokan sedang yang Rp 3 ribu untuk uang jajan di sekolah.
Pada tanggal 14 September dia melihat handuk-handuk untuk catu
polisi Labuhan Ruku datang dari Komres, dan dimasukkan ke gudang
yang berfungsi juga sebagai gudang senjata polisi di dua Komando
Distrik, yaitu Distrik Labuhan Ruku dan Distrik Indrapura (untuk
personil 120 polisi). Jadi bisa difahami kalau senjata cukup
banyak di sana. Untuk menunggu waktu yang baik, maka pada
tanggal 19 sekira jam 02.00 menjelang dinihari, RS keluar dari
rumahnya di kompleks itu dan menyelinap ke gudang tadi. Pintu
gudang dicongkelnya dengan linggis.
Maksudnya semula hendak mencuri seperangkat handuk itu. Tapi
menurutnya handuk tak ada lagi di sana, karena sudah habis
dibagikan. Maka diambilnya saja senjata 3 pucuk. Dari sana dia
pulang ke rumah. Senjata-senjata tersebut disembunyikannya di
dapur untuk kemudian esok paginya dibawa ke Pematang Siantar.
Pagi-pagi benar dia sudah berangkat dan senjata-senjata itu
dimasukkannya di dalam goni.
Curi Kain Ibunya
Untuk apa senjata yang 3 pucuk itu? "Untuk merampok di jalan ke
Parapat", jawab RS pada TEMPO. RS waktu itu berniat akan mencari
teman dua orang lagi untuk melakukan perampokan (karena
senjatanya 3 pucuk). Senjata itu dibawanya ke rumah pondokannya
di Jalan Toba 11. Kemudian merasa tidak aman maka
senjata-senjata itu disembunyikannya di rumah temannya, S.
"Senjata siapa itu?" tanya S. "Ayahku punya" jawab RS. Setelah
itu S tak pernah tanya-tanya lagi. Demikian menurut tersangka
RS.
Mungkin karena sudah dapat kawan untuk merampok -- tapi kalau
menurut RS, karena dia merasa tempat penyimpanan senjata itu
sudah tak aman lagi -- maka pada 27 September senjata itu
dipindahkan lagi ke rumah pondokannya. Tapi kali ini dibawanya
satu persatu. Demikianlah pada 5 Oktober itu dia bermaksud
memindahkan senjata tersebut lagi dari rumah S ke rumah
pondokannya (hanya senjata yang terakhir, karena yang dua pucuk
sudah berhasil diselamatkannya ke rumah pondokannya), ketika
tiba-tiba saja petugas CPM menyergapnya.
Menurut Komandan Distrik 2062, Labuhan Ruku Kapten Achmadan
Lubis 20 Oktober pada TEMPO, keterangan RS tidak masuk akal.
"Dia pasti punya komplotan dan memang sudah berencana untuk
mencuri senjata itu", ujarnya. "Kalau soal uang Rp 1500 saja,
dia kan bisa curi kain ibunya dua lembar sudah cukup",
sambungnya lagi sambil menerangkan bahwa ibu tersangka adalah
pedagang kain. "Mengapa mesti senjata 3 pucuk", katanya dengan
nada pasti.
Paling Sial
Menurut Kapten Achmadan dengan 3 pucuk senjata jenis yang dicuri
RS itu, orang sudah bisa membuat kerusuhan besar. "Asahan ini
sudah bisa saya dibuat tidak aman dengan senjata itu", ujar
Kapten Polisi setengah umur itu. Apakah RS memang sudah
berkomplot untuk membuat kerusuhan dengan senjatanya itu memang
masih belum terbukti. Tapi yang jelas RS yang sekarang berada di
tahanan Komres 206, Asahan, bersama temannya S, atas perintah
Danres, Letkol A.W Simanjuntak hanya diancam pasal 363 KUHP,
yaitu melakukan pencurian biasa. "Hanya pencurian biasa saja,
tak ada soal lain", diperjelas Letkol Simanjuntak pada TEMPO.
Dalam keterangannya pada para juruwarta setempat, 18 Oktober
itu, Simanjuntak tak bisa lagi menyatakan bahwa kasus kehilangan
senjata itu tidak benar, atau menurut istilahnya kehilapan
administratif saja, seperti keterangannya pada sebulan
sebelumnya.
Akan halnya ayah RS, Peltu Tumpal Siahaan, dia dikenakan
tindakan administratif karena ulah anaknya. "Dia sudah
dipindahkan ke Komres" kata Kapten Polisi J. Napitupulu, Kepala
Seksi Reserse Komres Asahan. Dan Peltu Bahari, meskipun senjata
yang hilang itu telah didapatkan kembali, dia juga nampaknya
kena tindakan administratif juga. "Dia dipindahkan ke Komres
Tanjung Balai", kata Komandan Distrik Kapten Achmadan Lubis.
Yang paling sial lagi ialah isterinya, yang sekarang sibuk
pinjam sana sini untuk melunasi hutangnya pada dukun. Rupanya
menurut isteri ini berkat usaha dukunlah pencuri senjata itu
tertangkap dan suaminya lolos dari fitnah. Padahal seharusnya
isteri Bahari berterima kasih pada fihak CPM Pematang Siantar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini