KAMIS, 21 Oktober lalu, sejak pagi sudah banyak orang berkerumun
di sekitar gedung Pengadilan Negeri Denpasar. Kebanyakan
mahasiswa dan jaksa, atau mereka yang sehari-hari terlibat dalam
masalah hukum. Hari itu 2 orang turis yang tertangkap membawa
ganja di Kuta (TEM PO, 25 September) diajukan ke Pengadilan.
Ganja tersebut memang tidak banyak, cuma 573 gram. Sebelumnya
Pengadilan setempat sudah 3 kali menyidangkan perkara ganja.
Lalu, apa yang menarik?
Untuk pertamakalinya Undang-Undang No.9/1976 tentang narkotika
dipergunakan terhadap orang asing. Kemudian munculnya Adnan
Buyung Nasution SH sebagai pembela kedua turis ini, harus diakui
sebagai suatu daya tarik tersendiri. Bahkan di kalangan
mahasiswa hukum Universitas Udayana kehadiran advokat masyhur di
Pengadilan yang bangunannya tua itu lebih menarik dari
perkaranya sendiri. William Spence Cutkberson, 29 tahun,
kebangsaan Australia dihadapkan sebagai tertuduh pertama.
Tertuduh kedua adalah Mary Mac Dougall. Menurut William, Mary
yang langsing ini adalah kawan hidupnya. "Sudah 6 tahun hidup
bersama walaupun belum kawin secara resmi", ucap William.
Majelis yang mengadili terdiri Hakim Ketua Sof Larosa SH, Ketua
Pengadilan Negeri Denpasar, didampingi 2 Hakim Anggota,
masing-masing I Ketut Galung Astika SM dan I Made Tara SH.
Panitera Eko Martoyo SH, serta seorang penterjemah Vonny
Sutrisno. Jaksa penuntut I Gst Gede Alit dalam tuduhannya
menyebut kedua turis ini melanggar tuduhan primer pasal 23 ayat
5 yo. pasal 36 ayat 5 sub. a. UU No.9/1976 yo. pasal 55 KUHP.
Tuduhan subsider pasal 23 ayat 3 yo. pasal 36 ayat 3 sub. a. UU
No.9/1976 yo. pasal 55 KUHP. Lebih subsider melanggar pasal 23
ayat 7 yo. pasal 36 ayat 7 sub. a. UU No.9/1976 yo. pasal 55
KUHP. Dan yang lebih subsider melanggar pasal 48 UU No.9/1976
yo. pasal 55 KUHP. Jaksa tidak menyebutkan berapa besar hukuman
berdasarkan pasal-pasal itu. Semua tuduhan di atas berdasarkan
pengakuan kedua tertuduh pada pemeriksaan pertama oleh
kepolisian dan pemeriksaan jaksa. Kedua turis ini berhasil
ditangkap 24 Agustus lalu di penginapannya, Hotel Puri Damai
Kuta, jam 5 dini hari dengan ganja sebesar yang disita. Dan
keduanya mengakui ganja itu mereka beli di pantai Kuta dari
seorang Indonesia yang tidak mereka kenal.
Losmen Murah
Namun di persidangan ceritanya jadi lain. Setelah jaksa
membacakan tuduhan dalam bahasa Indonesia, lalu penterjemah
membacakan dalam bahasa Inggeris, pembela nyeletuk. "Banyak
terjemahan tidak tepat, terutama yang menyangkut segi hukum",
kata Buyung. Dan atas izin majelis, pembelapun berhasil membawa
kedua tertuduh ke dalam suatu kamar tersendiri untuk menjelaskan
surat tuduhan jaksa. Maka sidang istirahat lebih dari 10 menit.
Ketika sidang dimulai lagi, tertuduh William Cutkberson menolak
sebagian tuduhan Jaksa. Dan iapun lalu menyebut, pengakuannya di
hadapan polisi dibuat dalam keadaan bingung serta tidak
menyadari apa akibat dari pengakuan itu. Dalam suatu tanya jawab
yang lamban dan membosankan -- karena setiap kalimat harus
melalui penterjemah -- tertuduh bangsa Australia ini tidak ada
menyebut-nyebut pernah membeli ganja. Ganja itu, kata tertuduh,
adalah kepunyaan Graham Allen, seorang turis kebangsaan Amerika
yang dikenal tertuduh 2 minggu sebelum ditangkap. Orang terakhir
ini menginap di sebuah losmen murah di Kuta yang tidak diketahui
namanya. Dengan membawa tas Graham Allen datang ke tempat
tertuduh 23 Agustus jam 6 petang, mau menitipkan tas. "Isi tas
ini tidak berbahaya", kata Graham Allen yang ditirukan tertuduh.
Oleh tertuduh tas itu ditaruh di atas lemari. Keesokan harinya,
pagi sekali, kamar tertuduh diketok dari luar. Ternyata polisi
yang melakukan penggeledahan. Ganja ditemukan di dalam tas,
kepunyaan Graham Allen.
Dalam persidangan yang pertama ini tidak jelas, apakah tertuduh
mengetahui isi tas titipan itu sebelumnya. Namun turis jangkung
ini menyebut, titipan itu rencananya segera diambil Graham
Allen. "Kalau tidak diambil akan saya kembalikan", kata William
menjawab hakim.
William sudah 3 kali datang ke Bali dan selalu menginap di Kuta,
bahkan di tempat yang sama: Hotel Puri Damai. Tapi ia mengaku
tidak tahu kalau memiliki ganja dilarang di sini. "Apakah
sebelum ke Indonesia tidak mempelajari hukum yang berlaku di
Indonesia?" tanya hakim ketua. William melalui penterjemah polos
saja menjawab: "Pulau Bali negeri yang sangat indah, saya datang
sebagai turis, tidak ada maksud jahat, dirasa sangat merepotkan
kalau mempelajari apa yang boleh dan tidak di Indonesia".
Buyung Nasution bertanya cuma sedikit. Dan hakim memperbolehkan
Buyung langsung bertanya dalam bahasa Inggeris, dengan catatan
setelah mendapat jawaban, Buyung harus menjelaskan pada majelis
"yang saya tanyakan ini, jawabannya ini". Tentang kesediaan
tertuduh menerima titipan tas berisi ganja yang ditanyakan
pembela, tertuduh menyebut "adalah tidak baik menolak titipan
dari sahabat baik". Sampai William ditahan di Kuta, ia tidak
menyadari perbuatan itu akan berakibat seperti ini.
Pertama Jakarta
Sidang pertama perkara ini berakhir lewat jam 2 siang. Dan
diperkirakan akan makan waktu cukup lama. Tertuduh kedua Mary
Mac Dougall masih belum diusut gencar. Begitu pula 2 saksi yaitu
Puradja, anggota polisi yang menangkap dan Rateng pemilik hotel
masih akan didengar keterangannya. Dan tentang Graham Allen? Tak
jelas apakah akan dijadikan saksi mengingat ia sudah pulang ke
negerinya dan tak seorangpun tahu alamatnya di Amerika. 4
Nopember ini sidang kedua dimulai lagi.
Dengan Kasus Kuta ini, UU Narkotika yang baru telah dua kali
diterapkan. Pertama terhadap seorang Indonesia pengedar ganja di
Kalipasir, Jakarta. M. Zakaria, 20 tahun oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat dipersalahkan melakukan kejahatan menyimpan dan
menawarkan ganja sebagaimana dimaksud pasal 23 (5) W 9/1976
tersebut. Oleh Hakim Heru Gunawan SH, dia dikenai tuntutan 6
tahun potong tahanan sementara. Sebelumnya penuntut umum minta 8
tahun. Kedua-duanya menyatakan naik banding.
Dia Sendiri
Kejadian terakhir ini dimulai tatkala Zakaria pada 4 Agustus
mencoba menawarkan 6 cekak ganja dengan Rp100 per bungkus kepada
seorang Perancis. Pierre, si orang asing itu, kebetulan sedang
keliling-keliling dan kemudian sampai di Kalipasir dan bertemu
dengan tertuduh. Tawaran itu ditolak kontan oleh Pierre. Rupanya
tertuduh yang salah mengerti. Karena si orang asing berbicara
dalam bahasanya, yang ditangkap Zakaria sebagai permintaan akan
barang terlarang tersebut. Pada ketika itulah keduanya disergap
oleh petugas keamanan. Cuma Zakaria tak mengerti kenapa dia
sendiri yang diberi "keadilan" padahal bersamanya ada 3 orang
lagi yang tertangkap.
Pelaksanaan UU Narkotika akhir-akhir ini banyak dibicarakan
terutama karena UU ini dibuat dalam suasana anti narkotika
global yang demikian kerasnya. Karena itu terlihat bahwa ancaman
hukuman terhadap pelaku kejahatan ini juga amat keras.
Masalahnya mungkin kekagetan pada orang-orang asing tertentu
yang sudah terbiasa bermain-main dengan bahan yang mencandu itu.
Pantaslah bila kedutaan asing di Jakarta rada was-was kalau ada
warganya yang terseret urusan narkotika yang maksimal bisa
diancam hukuman mati. Mereka pun sibuk cari pengacara bonafid.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini