Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Hakim MK Sebut Pertimbangan Uji Formil Revisi UU KPK Jadi Berat

Hakim MK menyebut pertimbangan uji formil revisi UU KPK menjadi berat sebab lembaga antikorupsi tersebut sudah bekerja menggunakan aturan tersebut.

24 Juni 2020 | 17.03 WIB

Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) wilayah Jabodetabek-Banten saat menggelar unjuk rasa bertajuk #TuntaskanReformasi di sekitar kawasan Patung Kuda, Monas Jakarta, Kamis 17 Oktober 2019. Mahasiswa dalam aliansi BEM SI Jabodetabek - Banten yang akan terlibat demonstrasi menuntut kepada Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) guna membatalkan perubahan atas UU KPK. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) wilayah Jabodetabek-Banten saat menggelar unjuk rasa bertajuk #TuntaskanReformasi di sekitar kawasan Patung Kuda, Monas Jakarta, Kamis 17 Oktober 2019. Mahasiswa dalam aliansi BEM SI Jabodetabek - Banten yang akan terlibat demonstrasi menuntut kepada Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) guna membatalkan perubahan atas UU KPK. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo mengakui MK memiliki pertimbangan yang amat berat dalam menguji formil Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK hasil revisi. Sebab, KPK pun sudah bekerja berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Ini juga merupakan pertimbangan yang luar biasa berat bagi Mahkamah untuk mempertimbangkan ini, karena sudah banyak tindakan KPK yang didasarkan pada UU sekarang ini," kata Suhartoyo dalam sidang uji formil UU KPK, Rabu, 24 Juni 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suhartoyo pun mempertanyakan konsekuensi hukum jika nantinya Mahkamah memutus UU KPK hasil revisi itu cacat formil. Dia mengatakan, komisioner dan Dewan Pengawas KPK periode ini sudah mengeluarkan banyak produk-produk yudisial.

Tindakan-tindakan itu misalnya upaya paksa, pemanggilan, hingga perampasan kemerdekaan tersangka. Dia mempertanyakan apakah tindakan-tindakan ini pun bisa dibatalkan jika UU KPK dinyatakan batal demi hukum.

"Kalau kita kaitkan akibat hukum dari sebuah UU bisa dikatakan batal demi hukum, sesungguhnya kemudian akan menghadapi persoalan yang cukup pelik," ujar dia.

Pakar hukum dari Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto yang hadir menjadi saksi ahli mengatakan, putusan MK bersifat final dan mengikat sejak diucapkan. Dari sini, dia memaknai bawah konsekuensi hukum itu baru terjadi setelah adanya putusan MK. "Setelah diputuskan baru tidak mempunyai dampak hukum ke depan. Jadi tidak berlaku ke belakang," kata Aan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus