Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) belum memberikan pernyataan resmi atas hasil ekshumasi dan autopsi ulang jenazah Afif Maulana, bocah 13 tahun yang diduga tewas akibat penyiksaan oleh polisi di Kota Padang, Sumatera Barat. Komisioner KPAI Diyah Puspitarini menyatakan pihaknya saat ini masih mengumpulkan informasi tambahan sebelum merespons hasil ekshumasi secara resmi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami tidak mau buru-buru," kata Diyah kepada Tempo saat dihubungi Jumat, 27 September 2024.
Dia menjelaskan, KPAI sejauh ini sedang berkoordinasi dengan dokter forensik dari pihak keluarga korban, yaitu dokter Ghofur dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, yang menjadi observer dalam proses ekshumasi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Diyah, KPAI juga berencana melibatkan psikolog forensik untuk membantu menganalisis kasus ini. Dia menyebut, proses koordinasi ini baru akan dilakukan pekan depan, setelah hasil ekshumasi sepenuhnya dianalisis.
"Kami sudah berkomunikasi dengan dokter Ghofur sejak di Medan," katanya.
KPAI juga berencana menggelar pertemuan virtual yang akan mengundang tim kuasa hukum keluarga korban untuk membahas hasil ekshumasi. "Kami lakukan secara online," tutur Diyah. Upaya ini dilakukan agar proses koordinasi dengan semua pihak terkait dapat dilangsungkan secara terbuka.
Pernyataan dari KPAI ini muncul setelah penyebab kematian Afif Maulana menurut hasil analisis forensik dan medikolegal disimpulkan karena jatuh dari ketinggian. Hal itu berdasarkan Ekshumasi yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Forensik Medikolegal Indonesia (PDFMI).
Ketua Tim Ekshumasi Ade Firmansyah, mengungkap, analisis yang dilakukan pihaknya membutuhkan waktu lebih lama dari perkiraan awal karena ada sampel tulang yang harus diperiksa. "Jadi memang analisisnya lebih lama dari perkiraan awal," katanya saat konferensi pers di Polresta Padang, Rabu, 25 September 2024
Ade menjelaskan timnya tidak hanya melakukan analisis terhadap jasad korban saja, tapi juga mencocokkannya dengan kejadian-kejadian yang terjadi dan dokumen pendukung. “Kami cocokkan lukaan dan kejadian yang terjadi pada malam itu dengan berdasarkan keterangan saksi,” ucap dia.
Menurut dia, ada tiga kejadian yang disesuaikan dengan analisis timnya, yaitu Afif jatuh dari motor, jatuh dari jembatan, dan dugaan penganiayaan. Hasil analisis tim ekshumasi mendapati lukaan Intravital pada tubuh Afif Maulana. Lukaan ini merupakan sesuatu yang terjadi sebelum seseorang meninggal.
"Jadi pada semua sampel-sampel yang dilakukan pemeriksaan kami dapatkan tanda luka Intravital. Intravital itu artinya bahwa ada luka yang terjadi pada saat Afif Maulana masih dalam kondisi hidup," katanya.
Lukaan ini ditemukan pada sisi bawah, punggung, lengan kiri, paha kiri dan kepala. Kemudian pada sampel tulang pun juga temukan adanya tanda perubahan atau tanda Intravital pada kepala, jaringan otak, tulang hidung, dan tulang kemaluan.
Dari ilmu kedokteran forensik luka Intravital itu bisa disebabkan dengan tekanan yang tinggi atau panic high. Jika dihitung dari ketinggian jembatan, berat badan korban, tinggi dan tekanan yang dihasilkan jika seorang jatuh ada kesesuaian dengan luka pada tubuh Afif Maulana.
Tidak hanya itu, juga ada kesesuaian dengan bentuk dan posisi luka itu. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, tim menyimpulkan bahwa kejadian yang menimpa Afif Maulana memang sesuai dengan mekanisme jatuh dari ketinggian. "Dari hasil penelusuran kami, penyebab kematian almarhum adalah cedera berat di beberapa area, terutama di bagian pinggang, punggung, dan kepala, yang menyebabkan patah tulang di bagian belakang kepala dan luka serius pada otak. Ini adalah hasil dari cedera tumpul yang terjadi akibat jatuh dari ketinggian," katanya.
Fachri Hamzah berkontribusi dalam penulisan laporan ini.
Pilihan Editor: Satu Keluarga Korban Kasus Mayat di Kali Bekasi Bakal Tempuh Jalur Hukum