TAK pernah iklan pengumuman lelang pengadilan bisa menarik perhatian. Tapi kali ini iklan dua kolom di harian Berita Buana, Selasa pekan lalu, sungguh mengagetkan. Di situ diumumkan bahwa Rabu pekan depan, pengadilan akan melelang harta wanita cantik Vera Mawengkang, yang tak lain dari janda Bambang Permadi Amirmachmud. Selain akan melelang seluruh peralatan kantor perusahaan milik Vera, PT Sarana Komputer Utama (PT SKU), pengadilan juga bermaksud menjual rumah kediaman Vera di Jalan Imam Bonjol nomor 9, Jakarta Pusat. Tak tanggung-tanggung dari 45 macam harta Vera yang akan dilelang itu terdapat pula dua buah bingkai foto: sebuah foto Vera memenangkan busana terbaik 1984 dan sebuah lagi foto wanita itu dengan seorang pejabat tinggi. Pengumuman kedua itu -- pengumuman pertama pada 24 Januari lalu -- tentu saja, membuat Vera, 40 tahun, gemas. Sebab, di antara barang yang dilelang itu termasuk barang pribadinya dan rumah milik orang lain. Barang pribadi tersebut tak lain dari kedua foto tadi. Salah satunya, menurut Vera, adalah fotonya ketika menerima piagam penghargaan dalam organisasi pengusaha dari seorang pejabat tinggi. Foto-foto tersebut, kata Vera, tak ada hubungannya dengan perusahaan komputernya, selain tidak ada nilai materialnya. "Barang itu hanya punya arti bagi saya, tapi tak berguna bagi orang lain," ujar ibu empat anak itu. Vera, yang menunaikan ibadah haji pada 1975, menduga pengumuman deskripsi potret di iklan surat kabar tersebut mempunyai maksud tertentu. "Pengumuman itu punya tujuan terselubung," katanya sengit. Pengumuman lelang itu adalah kelanjutan sengketa perdata antara Vera, Direktur Utama PT SKU dan Ketua Manajemen Gedung Arthaloka. Sejak Maret dua tahun lalu, Vera digugat Ketua Tim Manajemen Gedung Arthaloka di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena dianggap ingkar janji tak membayar sewa ruangan lantai 16 gedung Arthaloka dan fasilitasnya, yang menjadi kantor PT SKU sejak 15 April 1985. Majelis hakim yang diketuai Gde Sudharta, 22 Juni 1988, memenangkan pihak Arthaloka. Vera diharuskan membayar sewa ruangan dan fasilitasnya sejumlah US$ 73.062,68 dan Rp 7.676.650 ditambah bunga 2% sebulan sejak Maret 1988. Karena PT SKU mencabut pernyataan bandingnya, keputusan itu seketika berkekuatan tetap. "Maka, harta kekayaannya dieksekusi untuk memenuhi putusan itu," kata sumber TEMPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Vera membantah keras lalai membayar uang sewa gedung itu. Perjanjiannya dengan Wakil Direktur PT Mahkota Real Estate, Ir. Rudhy, pengelola gedung, ketika menempati gedung itu, katanya, memang tanpa uang sewa. Sebab, Rudhy, tambahnya, punya utang dari PT SKU. Hanya saja pengelola Arthaloka belakangan diambil alih Tim Manajemen Gedung Arthaloka, yang diketuai Johan Barus. Pengelola baru inilah yang kemudian menggugat PT SKU. Di persidangan Vera merasa diperlakukan tidak adil. Ia mengaku tak pernah dipanggil ke pengadilan untuk menghadapi perkara itu. Ketika vonis jatuh, katanya, ia masih sempat menyatakan banding. "Tapi saya mencabut banding itu karena penggugat ingin damai," kata Vera, yang belakangan mencari Pengacara O.C. Kaligis untuk mengurus perkaranya. Bersama Kaligis, Senin pekan lalu, Vera melayangkan surat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meminta pengadilan meralat pengumuman lelang tersebut. "Karena barang-barang tersebut telah dicuri oleh PT Arthaloka Indonesia dan tidak ada di tangan kami," begitu antara lain bunyi surat Vera. Ketika penyitaan berlangsung, katanya, ia tak ada di tempat dan tak menandatangani berita acara penyitaan. Anehnya, di samping 45 barang yang diumumkan itu, menurut Vera, masih ada barang lain senilai kurang lebih Rp 100 juta yang tidak disebutkan dalam pengumuman lelang. "Nilai barang itu saja sudah cukup sebagai kompensasi nilai sewa -- kalau memang ada -- terhadap PT Arthaloka," kata Vera, yang merasa tunggakannya hanya sekitar Rp 50 juta. Dari semua itu yang paling menyakitkan Vera memang pengumuman pelelangan foto dan rumah kediamannya. "Nama Nyonya Vera Mawengkang dan pejabat tinggi yang disebut-sebut dalam pengumuman jelas menimbulkan salah tafsir bagi masyarakat yang membacanya," ujar O.C. Kaligis dalam suratnya. Vera juga merasa heran karena rumah kediamannya di Jalan Imam Bonjol 9 dimasukkan dalam daftar yang akan dilelang. "Rumah itu bukan milik saya. Juga bukan milik perusahaan," kata Vera. Pada sertifikat, yang dikeluarkan Dirjen Agraria 1973, tercantum nama Bambang Permadi Amirmachmud sebagai pemegang hak milik atas tanah dan bangunan tersebut. Sumber TEMPO dari pihak Arthaloka mengaku bahwa penunjukan rumah itu hanya berdasarkan perkiraan. "Kami mencari sendiri harta Nyonya Vera yang kira-kira bisa dimasukkan sebagai barang sitaan sehingga bisa memenuhi jumlah tuntutan kerugian," kata sumber itu. Mereka menduga rumah itu milik Vera karena wanita itu pernah menjadi isteri Bambang. Namun, sumber ini mengaku tidak tahu bahwa foto yang terpajang di kantor PT SKU termasuk barang yang akan dilelang. "Kalau foto itu ikut dilelang, tidak etis, dong," kata sumber itu. Sebaliknya, pihak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menganggap bahwa pelelangan itu sah secara hukum. "Tidak ada kriteria boleh atau tidak boleh, layak atau tidak, barang sitaan yang akan dilelang," ujar sumber TEMPO. Menurut Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Monang Siringo-ringo, Vera masih memiliki kesempatan mendapatkan kembali hartanya. Dengan catatan, "Kalau Vera bisa membayarnya sebelum hari pelelangan." Lelang mungkin tak akan terjadi. Sebab, Kaligis pun bermaksud membatalkannnya. "Kami ingin eksekusi lelang dibatalkan. Lalu kami tarik semua barang yang disita dan kami bayar kompensasinya." Bunga S., Sri Pudyastuti R., dan Ahmadie Thaha
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini