Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sarinah versus sarinah

PT Sarinah menggugat bekas penyewanya, Abdul Latief pemilik PT Toserba Jaya Pasaraya Ssarinah Jaya, untuk membayar tunggakan uang sewa ruangan sewaktu gedung Sarinah terbakar - sekitar Rp 285 juta.

24 Maret 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEKAS kebakaran gedung Sarinah di Jalan Thamrin, Jakarta, pada November 1984, ternyata masih berasap di pengadilan. Hingga pekan ini, pengelola bangunan tinggi pertama di Indonesia itu, PT Sarinah, sedikitnya masih menebar tiga buah gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Timur. Perusahaan itu menggugat si raja bisnis eceran yang juga bos Toserba Pasaraya Sarinah Jaya, Abdul Latief, untuk membayar tunggakan uang sewa ruangan sewaktu gedung itu terbakar -- sekitar Rp 285 juta. Hanya saja, boleh dikata, sampai kini hasil gugatan itu nihil. Di kedua pengadilan di atas, gugatan Sarinah ditolak pengadilan. Sebab, kata pengacara Sarinah, Yan Apul dan Sarimey, berkas perjanjian sewa-menyewa dengan Sarinah Jaya itu ikut termakan amukan api. Pekan-pekan ini salah satu dari perkara tersebut masih diproses di Pengadilan Tinggi Jakarta. Menurut kedua pengacara itu, semula Abdul Latief menyewa ruangan di lantai I dan III untuk toserba Sarinah Jaya. Yang di lantai I, seluas 70 m2 untuk jangka waktu 1977 s/d 30 November 1984, dengan ongkos sewa US$ 15 per m2 per bulan. Sedangkan di lantai III, seluas 1.800 m2 (Desember 1973 s/d 31 Maret 1984), dengan sewa US$ 6. Selama waktu itu, pembayaran sewa lancar-lancar saja. Bahkan, Sarinah Jaya memperpanjang masa sewanya. Untuk lantai I, setelah peristiwa kebakaran, diperpanjang lagi dari Desember 1984 sampai 31 Maret 1986. Tapi, kata Direktur Utama PT Sarinah Moh. Ansar Sudirman, tarif sewanya naik menjadi US$ 8,5. Sedangkan perpanjangan sewa lantai III, dari April 1984 sampai 31 Maret 1986, disepakati dengan tarif baru US$ 18. Semua itu sesuai dengan kesepakatan lisan antara pihak Sarinah dan Sarinah Jaya di Hotel Sari Pacific pada November 1985. Tapi, sampai Sarinah Jaya angkat kaki dari gedung itu pada 26 Mei 1986, masih menurut kedua pengacara tadi, biaya perpanjangan sewa tersebut tak kunjung dilunasi. Belakangan, setelah ditagih, Sarinah Jaya hanya membayar tunggakan sewa selama 7 bulan saja, untuk masa sewa April hingga Oktober 1984. Artinya, masih ada tunggakan sewa sebesar US$ 240.972 -- sekitar Rp 273 juta -- plus ongkos listrik dan sewa mesin register NCR sekitar Rp 11,5 juta, sehingga keseluruhannya sekitar Rp 285 juta. Karena buntu, pada 13 Februari 1987, Sarinah membawa perkara itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Ternyata, persis setahun kemudian, malah pengadilan menerima eksepsi pihak Sarinah Jaya. Alasannya, seharusnya yang digugat PT Indonesian Product Center Sarinah Jaya (IPCSJ), bukan PT Toserba Jaya (TJ) Pasaraya Sarinah Jaya. Atas putusan itu, Sarinah naik banding, tapi belakangan kalah juga. Padahal, menurut Yan Apul dan Sarimey, PT IPCSJ dan PT TJ sama saja. Masalahnya, perjanjian sewa memang terjadi antara Sarinah dan PT IPCSJ. Tapi sewaktu kebakaran, arsip perjanjian itu ikut hangus. Setelah itu, segala urusan PT IPCSJ menggunakan surat berkop PT TJ. Jadi, "Itu cuma alasan untuk menghindar dari kewajiban saja," ujar Yan Apul. Gugatan pun diulang, tapi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kali ini nama PT TJ dimasukkan dalam gugatan. Hasilnya, kalah lagi. Pada 1 Maret lalu, Sarinah menebar gugatan serupa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Hingga pekan lalu, gugatan ini belum disidangkan. Menanggapi gugatan berturut-turut itu, rupa-rupanya bos Sarinah Jaya lebih memilih bersikap diam. "Saya tak mau mengomentari perkara itu," ucap Abdul Latief. Tapi, menurut sebuah sumber TEMPO, sebetulnya gugatan itu terlalu dicari-cari untuk sekadar menggoyahkan bisnis eceran Abdul Latief yang sedang berkibar-kibar kini. Apa benar?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus