TEPAT enam bulan setelah Kapai Tampomas II terkubur di Laut
Jawa, penjualnya, Gregorius Hendra, 38 tahun, ditahan Kejaksaan
Agung. Kepala Perwakilan Komodo Marine yang berpusat di Panama
itu, disangka membantu kejahatan korupsi sehubungan dengan
jual-beli kapal penumpang yang telah terbakar itu.
Gregorius Hendra, kelahiran Ternate, 27 Juli 1981 dijemput
petugas Kejaksaan Agung dari rumahnya di Menteng Dalam, Jakarta
untuk ditahan agar "tersangka tidak lari atau mengulangi lagi
perbuatannya," alasan Anas Yakub, Kepala Direktorat Penyidikan
Kejaksaan Agung, dalam perintah penahanan.
Mulai hari itu Hendra, ayah dari dua orang anak, diperiksa
intensif oleh Tim Peneliti Kasus Tampomas II -- bahkan sampai
malam hari. Tuduhan pertama yang dilancarkan pemeriksa adalah:
G. Hendra telah memberikan hadiah berupa komisi kepada
pejabat-pejabat Ditjen Perla, dalam transaksi jual-beli Kapal
Tampomas 11, 23 Februari 1980 yang lalu. Namun menurut sumber
TEMPO di Kejaksaan Agung, sampai pekan lalu Hendra menolak
tuduhan itu.
Berbagai keganjilan dalam jual-beli kapal itu seperti dituduhkan
pemeriksa dibantah G. Hendra dengan mengatakan hal itu bukanlah
usaha manipulasi. Termasuk membengkaknya harga kapal yang semula
berkisar US$ 6 juta menjadi US$ 8,3 juta. Sebab, menurut Hendra,
selisih harga itu terjadi karena kapal yang semula bernama Great
Emeraid harus dimodifikasikan menjadi kapal Tampomas ll. Kepada
TEMPO beberapa waktu lalu, Hendra juga membantah mendapat untung
besar dari penjualan Tampomas II, dan mengaku hanya untung US$
100.000.
G. Hendra yang saat ini punya 3 kapal dagang bersama temannya
Lie Kian Liong, 2 rumah mewah di Menteng Dalam dan Pondok Indah,
semula hanyalah seorang pemuda miskin, drop out tk I, sebuah
Fakultas Ekonomi perguruan tinggi swasta di Jakarta. Ia mulai
bekerja sebagai karyawan perusahaan pelayaran Prompt Shipping
yang mencarterkan kapal-kapal, termasuk untuk Pelni.
Ketika perusahaan itu bangkrut, Hendra mulai menanjak menjadi
perwakilan sebuah perusahaan pelayaran berbendera Panama,
Venders Co. Karirnya semakin naik, ketika terjadi ramai-ramai di
Timor Timur. Ia sempat mensuplai kapal pendarat (landing craft)
untuk TNI AL. Dari Timor Timur, Hendra mendapat ide membuat
perusahaan dengan nama Komodo Marine.
Pada 1977, cita-citanya itu terwujud setelah berpatungan dengan
seorang pedagang ternak Lie Kian Liong (53 tahun). Perusahaan
inilah yang kemudian mempunyai cabang di Manila, Hong kong,
Singapura dan disebutkan berpusat di Panama. Dan Komodo Marine
pula yang berhasil menjual Tampomas II kepada PT Pann pada 1980,
walau kapal itu sudah diincar PT Pann setahun sebelumnya ketika
masih menjadi milik Arimura Sangyo, Jepang. (TEMPO 8 Agustus
1981).
Bersama G. Hendra, Lie Kian Liong sebagai Presiden Direktur
Komodo Marine, juga diperiksa Kejaksaan Agung sampai pekan lalu.
Tak luput pula pejabat-pejabat Perla yang diduga banyak
mengetahui proses jual-beli Kapal Tampomas II. Tetapi selain G.
Hendra, semua yang diperiksa tak ditahan.
Penahanan ini mengundang protes pengacara G. Hendra, OC Kaligis.
"Kalau klien saya dituduh membantu korupsi, seharusnya yang
melakukan korupsi juga ditahan," ujar Kaligis. Ia menilai kasus
jual-beli Tampomas dari Komodo Marine kepada PT Pann, tidak
lebih dari kasus perdata. Sebab, katanya, sebelum terjadi
jual-beli, pihak pembeli sudah meneliti lebih dulu keadaan kapal
bersama Bank Dunia yang ikut memberi dana untuk membeli kapal
itu. Bahkan di memorandum of agreement pembelian kapal itu,
Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin ikut membubuhkan
persetujuannya. "Sekalipun misalnya ada yang tidak cocok dengan
persetujuan, itu pun baru masuk bidang perdata," ujar Kaligis
yakin.
Tenggelamnya Kapal Tampomas II menurut Kaligis, seperti telah
diputuskan Mahkamah Pelayaran adalah karena kesalahan awak-awak
kapal. Karena itu sampai pekan lalu, Kaligis masih mengusahakan
tahanan luar bagi G. Hendra. Untuk itu ia sudah menemui
Pangkopkamtib Laksamana Sudomo dan Tim Pemeriksa Kejaksaan
Agung. Namun belum membuahkan hasil."Kami disuruh bersabar,
padahal seharusnya tidak ditahan," kata Kaligis.
Seorang anggota tim pemeriksa hanya menggelengkan kepala
menanggapi alasan Kaligis. " Ia bisa bicara begitu, yang kami
teliti bukan jual-beli sesuai dengan persetujuan atau tidak,
tetapi ada apa dibalik jual-beli itu," ujarnya.
Jaksa Agung Ismail Saleh tidak bicara banyak mengenai
pemeriksaan kasus Tampomas II ini. Bahkan ia meminta agar pers
dan masyarakat menahan diri. "Berilah kesempatan kepada
pemeriksa," pintanya.
M. Salim, Jaksa Agung Muda bidang Operasi yang diserahi tugas
memimpin Tim Peneliti bersama Jaksa Agung Muda Intel Datuk
Mulia, juga agak menahan diri. "Dari dulu saya kurang enak
menungkapkan pemeriksaan yang baru dimulai," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini