Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hendra Di Balik Tampomas

Kepala perwakilan Komodo Marine, Gregorius Hendra ditahan oleh Kejaksaan Agung. Dituduh membantu kejahatan korupsi sehubungan dengan jual beli kapal Tampomas II. (hk)

15 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEPAT enam bulan setelah Kapai Tampomas II terkubur di Laut Jawa, penjualnya, Gregorius Hendra, 38 tahun, ditahan Kejaksaan Agung. Kepala Perwakilan Komodo Marine yang berpusat di Panama itu, disangka membantu kejahatan korupsi sehubungan dengan jual-beli kapal penumpang yang telah terbakar itu. Gregorius Hendra, kelahiran Ternate, 27 Juli 1981 dijemput petugas Kejaksaan Agung dari rumahnya di Menteng Dalam, Jakarta untuk ditahan agar "tersangka tidak lari atau mengulangi lagi perbuatannya," alasan Anas Yakub, Kepala Direktorat Penyidikan Kejaksaan Agung, dalam perintah penahanan. Mulai hari itu Hendra, ayah dari dua orang anak, diperiksa intensif oleh Tim Peneliti Kasus Tampomas II -- bahkan sampai malam hari. Tuduhan pertama yang dilancarkan pemeriksa adalah: G. Hendra telah memberikan hadiah berupa komisi kepada pejabat-pejabat Ditjen Perla, dalam transaksi jual-beli Kapal Tampomas 11, 23 Februari 1980 yang lalu. Namun menurut sumber TEMPO di Kejaksaan Agung, sampai pekan lalu Hendra menolak tuduhan itu. Berbagai keganjilan dalam jual-beli kapal itu seperti dituduhkan pemeriksa dibantah G. Hendra dengan mengatakan hal itu bukanlah usaha manipulasi. Termasuk membengkaknya harga kapal yang semula berkisar US$ 6 juta menjadi US$ 8,3 juta. Sebab, menurut Hendra, selisih harga itu terjadi karena kapal yang semula bernama Great Emeraid harus dimodifikasikan menjadi kapal Tampomas ll. Kepada TEMPO beberapa waktu lalu, Hendra juga membantah mendapat untung besar dari penjualan Tampomas II, dan mengaku hanya untung US$ 100.000. G. Hendra yang saat ini punya 3 kapal dagang bersama temannya Lie Kian Liong, 2 rumah mewah di Menteng Dalam dan Pondok Indah, semula hanyalah seorang pemuda miskin, drop out tk I, sebuah Fakultas Ekonomi perguruan tinggi swasta di Jakarta. Ia mulai bekerja sebagai karyawan perusahaan pelayaran Prompt Shipping yang mencarterkan kapal-kapal, termasuk untuk Pelni. Ketika perusahaan itu bangkrut, Hendra mulai menanjak menjadi perwakilan sebuah perusahaan pelayaran berbendera Panama, Venders Co. Karirnya semakin naik, ketika terjadi ramai-ramai di Timor Timur. Ia sempat mensuplai kapal pendarat (landing craft) untuk TNI AL. Dari Timor Timur, Hendra mendapat ide membuat perusahaan dengan nama Komodo Marine. Pada 1977, cita-citanya itu terwujud setelah berpatungan dengan seorang pedagang ternak Lie Kian Liong (53 tahun). Perusahaan inilah yang kemudian mempunyai cabang di Manila, Hong kong, Singapura dan disebutkan berpusat di Panama. Dan Komodo Marine pula yang berhasil menjual Tampomas II kepada PT Pann pada 1980, walau kapal itu sudah diincar PT Pann setahun sebelumnya ketika masih menjadi milik Arimura Sangyo, Jepang. (TEMPO 8 Agustus 1981). Bersama G. Hendra, Lie Kian Liong sebagai Presiden Direktur Komodo Marine, juga diperiksa Kejaksaan Agung sampai pekan lalu. Tak luput pula pejabat-pejabat Perla yang diduga banyak mengetahui proses jual-beli Kapal Tampomas II. Tetapi selain G. Hendra, semua yang diperiksa tak ditahan. Penahanan ini mengundang protes pengacara G. Hendra, OC Kaligis. "Kalau klien saya dituduh membantu korupsi, seharusnya yang melakukan korupsi juga ditahan," ujar Kaligis. Ia menilai kasus jual-beli Tampomas dari Komodo Marine kepada PT Pann, tidak lebih dari kasus perdata. Sebab, katanya, sebelum terjadi jual-beli, pihak pembeli sudah meneliti lebih dulu keadaan kapal bersama Bank Dunia yang ikut memberi dana untuk membeli kapal itu. Bahkan di memorandum of agreement pembelian kapal itu, Menteri Perhubungan Rusmin Nuryadin ikut membubuhkan persetujuannya. "Sekalipun misalnya ada yang tidak cocok dengan persetujuan, itu pun baru masuk bidang perdata," ujar Kaligis yakin. Tenggelamnya Kapal Tampomas II menurut Kaligis, seperti telah diputuskan Mahkamah Pelayaran adalah karena kesalahan awak-awak kapal. Karena itu sampai pekan lalu, Kaligis masih mengusahakan tahanan luar bagi G. Hendra. Untuk itu ia sudah menemui Pangkopkamtib Laksamana Sudomo dan Tim Pemeriksa Kejaksaan Agung. Namun belum membuahkan hasil."Kami disuruh bersabar, padahal seharusnya tidak ditahan," kata Kaligis. Seorang anggota tim pemeriksa hanya menggelengkan kepala menanggapi alasan Kaligis. " Ia bisa bicara begitu, yang kami teliti bukan jual-beli sesuai dengan persetujuan atau tidak, tetapi ada apa dibalik jual-beli itu," ujarnya. Jaksa Agung Ismail Saleh tidak bicara banyak mengenai pemeriksaan kasus Tampomas II ini. Bahkan ia meminta agar pers dan masyarakat menahan diri. "Berilah kesempatan kepada pemeriksa," pintanya. M. Salim, Jaksa Agung Muda bidang Operasi yang diserahi tugas memimpin Tim Peneliti bersama Jaksa Agung Muda Intel Datuk Mulia, juga agak menahan diri. "Dari dulu saya kurang enak menungkapkan pemeriksaan yang baru dimulai," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus