BERDIRI dengan sikap sempurna, tampak wajahnya dingin menerima vonis 18 tahun dan denda Rp 5 juta. Ketua majelis Mahkamah Militer di Medan, Letnan Kolonel Emli Soeheili, pada sidang 5 Januari itu masih memberi hukuman tambahan kepada bekas komandan Koramil Lawe Sigala-gala itu: dipecat dari TNI AD dan dicabut haknya memasuki dinas ABRI. Aidi Syarifuddin alias Edi, 38, dinyatakan terbukti melakukan kejahatan narkotik. Di persidangan, Aidi terus terang mengaku membawa 25 kg ganja, pada 16 Mei 1983, dari Kotacane di Kabupaten Aceh Tenggara, dengan tujuan Medan. Ganja itu, katanya, dibelinya dari Aman Toha, seorang pedagang tembakau di Blangkejeren. Di Medan, penadahnya, Rudolf Simangunsong, sudah menunggu barang itu dan akan membayar pelunasan Rp 1,1 juta. Sial bagi Aidi dia tertangkap di Tigabinanga, Kabupaten Tanah Karo, ketika membawa ganja tadi (TEMPO, Kriminalitas, 31 Desember 1983). Menurut Emli Soeheili, putusannya terhadap Aidi sudah cocok dengan kesepakatan para penegak hukum di Medan untuk memperberat hukuman bagi pedagang ganja (TEMPO, Kriminalitas, 7 Januari 1984). Putusannya itu bisa dicatat sebagai hukuman berat bagi pedagang ganja. Putusan berat sebelumnya, dijatuhkan di Denpasar, Bali, 15 Februari 1977, terhadap Donald: 17 tahun penjara dan denda Rp 20 juta. Donald dan David, keduanya warga negara Inggris, kedapatan membawa 664 kg ganja. David dihukum 6 tahun dan denda Rp 20 juta. Hukuman terberat bagi pelaku kejahatan narkotik lainnya dijatuhkan di Langsa, Aceh Timur, kepada Lee Wah Ceng dan Chang Sow Ven: keduanya dihukum mati. Kedua warga negara Taiwan itu menyelundupkan 9,5 kg heroin ke wilayah Indonesia (TEMPO, 19 Maret 1983). Aidi menyatakan kepada TEMPO, dia membawa ganja karena butuh uang. Lebih dari lima bulan menunggu, ongkos pindahnya dari Kotacane ke Banda Aceh tak juga keluar. Sejak dipindahkan ke Banda Aceh dia menginap di hotel. Sampai kini, dia masih menunggak pembayaran di hotel itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini