Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada perayaan hari ulang tahun atau HUT Bhayangkara ke-78, Amnesty International Indonesia beberkan dosa-dosa Polri terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan sepanjang 2019-2023 terdapat sedikitnya 58 kasus penangkapan sewenang-wenang polisi terhadap 412 orang pembela HAM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Paling banyak yang ditangkap adalah aktivis politik Papua sebanyak 174 orang, aktivis mahasiswa 150 orang, dan masyarakat adat 44 orang. "Sejumlah jurnalis, aktivis buruh dan lingkungan, hingga petani dan nelayan juga ditangkap saat mereka menggunakan hak untuk berpendapat dan berkumpul," kata Usman melalui keterangan resminya, Senin, 1 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan, kata Usman, aparat kepolisian mendominasi kasus-kasus penyiksaan terhadap warga sipil dalam beberapa tahun terakhir. Pada periode Juli 2019 hingga Juni 2024, Amnesty International Indonesia mencatat aparat Polri terlibat atas dugaan 100 kasus penyiksaan dengan 151 korban dari total 142 kasus dengan 227 korban.
Kasus yang masih dalam ingatan, pada 9 Juni lalu, publik dikejutkan dengan dugaan penggunaan kekerasan berlebihan dan penyiksaan polisi terhadap beberapa anak di Kota Padang, Sumatera Barat, dengan dalih penertiban wilayah dari aksi tawuran. Aksi itu berujung pada salah satu dari remaja berusia tiga belas tahun, meninggal dunia. Polri juga menyundut rokok dan memukulkan senjata kejut istrik terhadap anak-anak yang ditangkap dan dituduh melakukan tawuran.
"Pada Hari Bhayangkara ini Polri harus mengakui kalau mereka telah gagal dalam menegakkan hak asasi manusia," kata Usman.
Usman mangatakan sebagai penegak hukum polisi seharusnya memberi ruang dan melindungi warga. Penggunaan kekuatan berlebihan seperti tindak kekerasan, serta penggunaan gas air mata dan meriam air juga kerap masih dilakukan aparat kepolisian dalam menghadapi kebebasan ekspresi secara damai.
"Kapolri seringkali menyatakan akan melakukan perbaikan dan reformasi di tubuh Polri. Tampaknya ini tidak kunjung terwujudkan," kata Usman.
Untuk itu, pada momentum HUT ke-78 Bhayangkara ini, Usman mengatakan, Polri harus benar-benar memperbaiki diri, tegakkan hukum atas aparatnya yang terlibat dalam kekerasan yang sewenang-wenang dan mencegah agar peristiwa serupa tidak terulang. Selain itu, perlu juga meninjau ulang revisi UU Polri yang dinilai masih banyak pasal-pasal yang dapat melanggengkan praktik kesewenangan.
"Aksi represif polisi atas kebebasan sipil terus berlangsung dan berpotensi melanggengkan impunitas bila negara tetap meloloskan Revisi Undang-Undang Polri," kata Usman.
Pilihan Editor: Raffi Ahmad dan Soraya Larasati jadi MC di HUT Bhayangkara ke-78