Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUMATERA Utara bersama lembaga lain menggugat Gubernur Sumatera Utara agar mencabut izin pembangunan pembangkit listrik tenaga air Batang Toru di Tapanuli Selatan. Pembangunan PLTA di dalam hutan dianggap merusak ekosistem dan habitat satwa, khususnya habitat orang utan Tapanuli, yang hanya ada di Batang Toru.
Menjelang tenggat pendaftaran kasasi, Golfried Siregar bersama Manajer Hukum Lingkungan dan Litigasi Eksekutif Nasional Walhi Ronald M. Siahaan mendaftarkan kasasi itu tanpa berkoordinasi dengan Walhi Sumatera Utara, sekitar dua bulan lalu. Walhi Sumatera Utara menyurati Dewan Nasional Walhi atas perilaku Ronald.
Golfried membalas tindakan itu dengan keluar dari grup percakapan WhatsApp internal Walhi Sumatera Utara. Ia pun mengajukan permohonan pengunduran diri dari organisasi. “Dia ingin merancang masa depan dan berfokus di lawyer serta berkonsentrasi melawan PLTA Batang Toru,” ujar Ronald kepada Tempo, Jumat, 8 November lalu.
Suasana di Walhi kian tegang karena sejumlah pengurus Walhi Sumatera Utara menerima pesan intimidatif. Golfried adalah salah satu pengurus yang paling sering menerimanya. Ia dikenal aktif mengkampanyekan penolakan PLTA Batang Toru. Ronald mengaku mendengar soal ancaman itu. “Golfried sering bercerita banyak yang menyarankan agar jangan terlalu menyerang Batang Toru.” kata Ronald.
Direktur Walhi Sumatera Utara Dana Prima Tarigan mengatakan Golfried adalah personel yang biasa menyiapkan analisis hukum hingga pendampingan dalam tiap kasus yang ditangani organisasi. Soal ancaman terhadap Golfried, Dana pun mengetahuinya. “Golfried pernah memberitahukan ke teman-teman di kantor bahwa dia diminta jangan lagi menangani kasus-kasus Walhi,” ucap Dana, Jumat, 8 November lalu.
Salah seorang anggota Walhi mengatakan bentuk intimidasi itu antara lain panggilan telepon pada larut malam. Ketika panggilan diangkat, si penelepon tak bersuara. Golfried mengalami hal serupa. “Buat Golfried, ini mengganggu,” ujar kolega Golfried yang tak mau disebutkan namanya itu.
Tekanan juga datang dari para senior. Sejumlah pengurus Walhi yang ditemui Tempo menceritakan hal tersebut. Para senior kerap menasihati pengurus Walhi Sumatera Utara bahwa pembangunan PLTA Batang Toru memiliki dampak positif terhadap manusia dan tidak akan mengganggu ekosistem hutan.
Selain mendorong pencabutan izin PLTA, Golfried menjadi kuasa hukum dosen Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara bernama Onrizal. Golfried mendampingi Onrizal melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangan dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan PLTA Batang Toru. Laporan ini kandas karena polisi menerbitkan surat perintah penghentian penyelidikan. Mereka dianggap tak bisa memenuhi bukti yang diminta polisi.
Direktur Komunikasi PT North Sumatera Hydro Energy Firman Taufick, perusahaan pengelola PLTA Batang Toru, menyatakan keberatan jika dikaitkan dengan sejumlah ancaman yang dialami para aktivis. Perusahaannya juga menolak dibawa-bawa dalam pengaduan Golfried soal dugaan pemalsuan tanda tangan dokumen amdal. “Amdal dikeluarkan pihak ketiga, bukan kami,” kata Firman, Kamis, 7 November lalu.
LINDA TRIANITA, MEI LEANDHA (MEDAN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo