Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH mantan Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir, divonis bebas hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Senin, 4 November lalu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang langsung menyemangati jaksa penuntut umum. Ia meminta jaksa mempelajari putusan Sofyan, lalu mengajukan permohonan kasasi. “Saya yakin putusan ini tidak akan mengecilkan apa yang sudah dilakukan tim penuntut,” kata Saut, Kamis, 7 November lalu.
Saut pula yang sejak awal ngotot menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan pada April lalu. Menurut seorang penegak hukum, sempat terjadi perdebatan hangat di lingkup internal KPK saat gelar perkara. Salah seorang jaksa disebut tak setuju kasus ini dibawa ke penyidikan. Pimpinan KPK juga terbelah. Saat itu, Saut disebutkan berkeras menaikkan status Sofyan. Menurut sumber itu, Saut mengatakan, bila jaksa tak mau menuntut kasus ini, dia sendiri yang akan menjadi jaksa penuntut umumnya.
Saut tak menyangkal kabar bahwa dia berkeras mendorong kasus Sofyan. Menurut dia, perdebatan dalam ekspose merupakan tradisi yang sehat karena setiap orang bisa menguji perkara dan bukti pendukungnya. Pimpinan, penyelidik, dan penuntut bebas mengutarakan penilaian masing-masing. “Undang-Undang KPK sebelum revisi mengatur bahwa pimpinan KPK memiliki kewenangan sebagai penyidik ataupun penuntut,” ujarnya.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang dipimpin Hariono membebaskan Sofyan Basir dari dakwaan suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1. Proyek ini merupakan kolaborasi PT Pembangkit Jawa Bali Investasi, BlackGold Natural Resources Ltd, dan China Huadian Engineering Company Ltd. “Terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran sebagaimana dalam dakwaan,” ucap hakim Hariono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin, 4 November lalu.
Salah satu pasal yang menjerat Sofyan adalah Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagai penyelenggara negara, ia disangka menerima janji pemberian uang dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. Johannes adalah pemegang saham BlackGold yang menjadi perantara kerja sama investasi China Huadian Engineering untuk menggarap proyek tersebut.
Dalam dakwaan, jaksa menyebut Sofyan menghadiri pertemuan kesepakatan suap antara Johannes dan bekas anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Eni Maulani Saragih, dan bekas Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham. Suap proyek ini mencapai Rp 4,75 miliar. Johannes, Eni, dan Idrus sudah masuk penjara. Di pengadilan, Sofyan mengakui dua kali menggelar pertemuan di rumahnya untuk membahas proyek itu. Keterangan dan rekaman pembicaraan soal ini muncul dalam persidangan terdakwa lain. Tapi hakim tetap membebaskan Sof-yan.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan putusan tersebut luput mempertimbangkan sejumlah bukti penting dalam persidangan. Salah satunya pengakuan Sofyan yang mengetahui adanya transaksi uang dalam proyek tersebut. Pengakuan itu juga pernah disampaikan Sofyan dalam berkas pemeriksaan pada 23 September 2019, meski belakangan ia mencabut keterangannya. “Yang bersangkutan mengetahui adanya kepentingan Eni untuk mencari pendanaan partai,” katanya, Jumat, 8 November lalu.
Dalam kesaksiannya, Eni menyebutkan bahwa Sofyan layak mendapatkan bagian “the best” karena paling berjasa mengegolkan proyek. The best maksudnya bagian paling besar. Menurut Eni, obrolan tersebut disampaikan Johannes Kotjo dalam sebuah pertemuan di Hotel Fairmont Jakarta kepada Eni dan Sofyan. “Kalau ada rezeki, yang paling banyak Pak Sofyan,” ujar Johannes ditirukan Eni.
Tapi, menurut Eni, Sofyan malah menolak mendapatkan bagian the best. Sof-yan, kata dia, mengatakan “rezeki” itu akan dibagi sama di antara mereka bertiga. “Pak Sofyan bilang, ‘Enggaklah’, disampaikan pada saat itu, ‘Ya sudah, nanti kita bagi bertiga yang sama’,” kata Eni.
Ditanyai lagi soal pertemuan tersebut dan peran Sofyan dalam proyek PLTU Riau-1, Eni mengatakan semua kesaksiannya sudah disampaikan dalam persidangan. “Sudah saya jelaskan semua,” ucapnya, awal November lalu.
“Yang bersangkutan mengetahui adanya kepentingan Eni untuk mencari pendanaan partai.”
— Juru bicara KPK, Febri Diansyah —
Bebasnya Sofyan membuat peneliti bidang tambang dan energi Yayasan Auriga Nusantara, Iqbal Damanik, yang rutin mengikuti jalannya persidangan kasus ini, mempertanyakan peran jaksa. Ia menilai dakwaan kandas lantaran jaksa tidak berfokus membeberkan bukti keterlibatan Sofyan. Selama persidangan, kata Iqbal, jaksa cenderung lebih banyak berkutat pada perjanjian jual-beli listrik. “Seharusnya didalami lewat pertemuan-pertemuan antara Sofyan dan para terpidana lain,” ujarnya.
Pahrozi, pengacara Eni, mengatakan suap tak hanya melibatkan pemberi dan perantara, tapi juga penerima manfaat terbesar dari proyek tersebut. Menurut dia, Eni hanyalah perantara. Sementara itu, penerima manfaat terbesar dari proyek tersebut adalah PLN. “Semestinya rekaman pembicaraan seputar kasus itu juga bisa menjadi petunjuk,” katanya, Selasa, 5 November lalu.
Menurut Pahrozi, seharusnya hakim menjadikan sembilan pertemuan antara Eni, Johannes, Idrus, dan bekas Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, sepanjang 2015-2018 untuk membahas proyek PLTU Riau-1 ini sebagai petunjuk. Bukti yang cukup telak adalah pengakuan Johannes dalam berita acara pemeriksaan yang dibacakan dalam persidangan Idrus Marham pada 19 Februari 2019.
Dalam persidangan itu, jaksa mengkonfirmasi pengakuan Johannes ihwal nama-nama yang bakal menerima komisi. “Pemberian tersebut maksudnya pemberian saya kepada Saudara Sofyan Basir. Akan saya siapkan. Namun nominalnya belum saya pikirkan,” ucap Johannes saat itu. Inilah yang menjadi alasan kuat KPK menetapkan Sofyan sebagai tersangka.
Pengacara Sofyan, Soesilo Ariwibowo, menilai vonis bebas itu sudah tepat. Ia membenarkan kabar bahwa Sofyan pernah berkali-kali bertemu dengan Eni, Johannes, dan Idrus untuk membahas skema kerja sama PLTU Riau-1. Pertemuan itu dilakukan semata untuk memastikan kelangsungan proyek-proyek di PLN, tapi tidak terkait dengan dugaan rasuah yang dituduhkan KPK. “Dalam pertemuan itu tidak ada kesepakatan yang sifatnya koruptif,” ujarnya.
Soesilo menilai rekaman percakapan dalam sidang sebelumnya tidak bisa dijadikan bukti untuk menjerat kliennya. Sebab, rekaman tersebut belum pernah dipastikan kebenarannya lewat pendekatan forensik digital. Ia menghormati keinginan KPK mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Menurut Soesilo, pembuktian soal rekaman tak lagi relevan. “MA itu kewenangannya lebih pada penerapan hukum,” katanya.
KPK memastikan akan mengajukan permohonan kasasi. Menurut Febri Diansyah, fakta yang akan dimasukkan ke memori kasasi di antaranya pengakuan awal Sofyan dan keterangan Eni Saragih soal Sofyan yang dianggap mengetahui penyuapan. “Poin ini akan kami jelaskan lebih lanjut pada rumusan kasasi ke MA,” ujarnya.
RIKY FERDIANTO, ROSSENO AJI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo