Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Konsultasi dan Bantuan Hukum (YKBH) Justitia NTT, Veronika Ata, menyebut bahwa keputusan pemecatan Rudi Soik oleh Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) tak adil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ipda Rudi Soik tidak melakukan pelanggaran, karena dia melaksanakan tugas,” kata Veronika kepada Tempo ketika dihubungi pada Senin, 14 Oktober 2024. Ia menuturkan, Rudi bertugas atas dasar Surat Perintah Penyelidikan dengan Nomor: SPRIN/611/VI/2024/Polresta Kupang Kota yang dikeluarkan oleh Kapolresta Kupang, Kombes Aldinan RJH Manurung, pada 15 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Secara hukum, jika dia melaksanakan tugas karena perintah jabatan, tidak dapat dijatuhi hukuman,” jelas Veronika. “Pertanggungjawaban pidana oleh pemberi tugas.”
Dalam sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) pada 11 Oktober 2024, Ipda Rudi Soik dituntut melanggar kode etik berupa pemasangan garis polisi yang tidak sesuai prosedur. “Memasang police line, dengan maksud membatasi niaga BBM ilegal bukan pelanggaran berat,” kata Veronika. Bahkan menurutnya, Rudi sedang melindungi masyarakat, khususnya nelayan yang membutuhkan BBM.
Sebelumnya, Ipda Rudi Soik sempat melaporkan soal kelangkaan BBM nelayan di Kota Kupang, NTT. Atas laporannya, Kapolres Kota Kupang mengeluarkan surat perintah penyelidikan. Pada hari yang sama, Ipda Rudi mendatangi rumah seorang warga Kota Kupang, Ahmad Ansar.
“Diketahui bahwa Ahmad Ansar membeli minyak menggunakan barcode nelayan, sedangkan Ahmad Ansar tidak memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI),” demikian tertulis dalam keterangan resmi Aliansi Warga NKRI Tuntut Reformasi Polri, dikutip Senin, 14 Oktober 2024.
Ipda Rudi kemudian memerintahkan anggotanya untuk memasang garis polisi atau police line di bangunan itu. Setelah melapor kepada Kapolresta, Aldinan memberi perintah unruk memanggil Ahmad Ansar.
Pada 28 Agustus 2024, Polda NTT mengeluarkan surat yang menyatakan Ipda Rudy Soik melanggar Kode Etik Polri Nomor PUT/32/VIII/2024/KKEP. Rudi kemudian didemosi keluar dari NTT menuju Papua selama tiga tahun. Terhadap putusan ini, Rudi mengajukan banding.
Hampir dua bulan kemudian, Ipda Rudi Soik dipanggil untuk mengikuti sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP). Pada sidang 11 Oktober 2024, Ipda Rudi dituntut melanggar kode etik. Dalam sidang itu pula Ipda Rudi dinyatakan diberhentikan dengan tidak hormat oleh Polda NTT.