Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok yang menamakan diri Aliansi Warga NKRI Tuntut Reformasi Polri menyoroti peristiwa pemecatan Inspektur Polisi Dua Rudi Soik yang dilakukan oleh Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebelum diberhentikan dengan tidak hormat, Ipda Rudi Soik sempat mengklaim dirinya diberikan sanksi karena mengungkap kasus penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) ilegal di Kota Kupang, NTT.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Yayasan Konsultasi dan Bantuan Hukum (YKBH) Justitia NTT, Veronika Ata, menyebut kasus pemecatan Ipda Rudi bertentangan dengan perintah Kapolri Listyo Sigit Prabowo soal pemberian sanksi tegas kepada pihak mana pun yang menyalahgunakan BBM bersubsidi. Perintah Kapolri tersebut juga termasuk jika ada anggota kepolisian yang terlibat dalam memperdagangkan BBM bersubsidi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut aliansi ini, pemecatan Ipda Rudi Soik merupakan bentuk pembangkangan yang dilakukan di tubuh Polda NTT. “Mengapa seorang Kasat Serse yang mengemban tugas kelembagaan dalam membuka kebocoran subsidi BBM untuk nelayan malah dipecat?” tutur Veronika dalam keterangan tertulis pada Senin, 14 Oktober 2024.
Ia juga mempertanyakan ihwal pemasangan garis polisi atau police line yang dipersoalkan oleh Polda NTT. Padahal, pemasangan itu sudah mendapat persetujuan Kapolres Kota Kupang, Kombes Aldinan RJH Manurung. “Pemecatan Ipda Rudi Soik adalah korban dari kuatnya jaringan mafia BBM yang diduga dibekingi aparat keamanan yang tidak ingin pendapatan haram mereka terusik,” kata Veronika.
Aliansi ini juga mengatakan ada dugaan keterlibatan oknum polisi dalam kasus BBM bersubsidi ilegal di wilayah NTT. Menurut mereka, hal ini tak hanya merupakan persoalan oknum, tetapi sudah menjadi permasalahan struktur dan lembaga kepolisian di Provinsi NTT. “Untuk itu kasus ini membutuhkan perhatian serius dari Kepala Negara saat ini maupun Kepala Negara terpilih,” jelas Veronika.
Adapun, menurutnya, kelangkaan BBM bersubsidi tak hanya dirasakan oleh nelayan NTT tetapi juga dirasakan warga di wilayah perbatasan, yakni di Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka, hingga wilayah Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sumba Barat Daya, dan Kabupaten Sumba Barat. “Kuat diduga kelangkaan BBM bersubsidi ini di Wilayah Timor Barat yang berbatasan langsung dengan Timor Leste ini ada hubungannya dengan mafia BBM di wilayah NTT,” jelas Veronika.