Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Isto selamat dari mati

Mahkamah Agung dalam vonisnya terhadap Isto Sukarta, mengubah hukuman mati menjadi penjara seumur hidup. Ia dianggap pernah berjasa pada negara. Isto terbukti membunuh Sertu Samuel Bulung & Johnny P.

13 Februari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAHKAMAH Agung (MA) berubah sikap antihukuman mati? Begitulah yang sepintas tercermin dalam putusan kasasi kasus Sersan Satu (Sertu.) Isto Sukarta. Dalam vonisnya baru-baru ini, Majelis Hakim Agung yang diketuai Piola Isa mengubah hukuman Isto dari hukuman nmti menjadi penjara seumur hidup. Padahal, sebelumnya, baik Mahkamah Militer Bandung maupun Mahkamah Militer Tinggi Jawa Barat menjatuhkan hukuman mati kepada bintara itu, karena membunuh Sertu. Samuel Bulung dan putra mendiang, Johnny Parorongan, setelah menjalin hubungan gelap dengan istri korban. Ternyata, Mahkamah Agung tidak sependapat bahwa Isto harus dieksekusi di depan regu tembak. "Ada hal yang meringankan, ia pernah berjasa pada negara sampai berpangkat sersan satu," kata Piola Isa. Bagaimanapun juga, katanya, sebuah putusan tak hanya mempertimbangkan hal-hal yang buruk semata dari seorang terdakwa. Bekas Sertu. Isto, 44 tahun, berperawakan gagah, memang prajurit yang telah menyumbangkan tenaganya untuk negara. Isto, yang masa kecilnya menderita -- diasuh ibu tiri dan hidup dari berjualan rokok, es, dan tahu -- sejak usia 20 tahun masuk tentara. Semula ia bertugas di pasukan. Namun, menjelang tahun 1980 Isto ditarik ke Kodam Siliwangi. Sejak itulah ia mengaku frustrasi. "Di situ saya benar-benar merasa menjadi rongsokan. Semua pendidikan yang saya peroleh tidak dapat tersalurkan," begitu pernah dikatakannya kepada TEMPO. Isto, yang di kesatuannya dianggap berkelakuan baik, entah kenapa tiba-tiba berubah, yang sebelumnya sudah beristri, menjalin hubungan gelap dengan Nyonya Lience, istri Samuel, ketika suami wanita itu lagi bertugas di Timor Timur. Setelah Samuel kembali ke Bandung dan mencium hubungan gelap istrinya, Isto bukannya menghindar ia bersama Lience dan empat orang komplotannya malah bersepakat menghabisi teman akrabnya itu. Ketika Samuel lagi tidur siang, 3 Mei 1983, Lience membekap suaminya dengan bantal, sementara empat komplotannya memegangi tangan dan kaki lelaki itu. Pada saat itulah Isto menghunjamkan pisau komando ke jantung korban. Masih belum puas, sebuah besi trisula yang dialiri listrik ditusukkannya ke lambung korban. Setelah Samuel tidak berkutik, giliran Johnny, putra tertua mendiang yang baru saja tamat SMA, dihabisi komplotan itu di depan ibu kandungnya. Mayat kedua korban kemudian mereka kubur. Tapi karena merasa masih kurang aman, mayat itu digali lagi untuk dibakar, dan dikubur lagi. Toh perbuatan itu ketahuan juga. Isto diganjar hukuman mati, sementara Lience dihukum penjara seumur hidup. Tapi di lembaga pemasyarakatan militer Cimahi, Isto sempat kabur. Dengan ilmu penyamarannya, ia berhasil menyulap penglihatan petugas sehingga seolah-olah ia masih berada di selnya. Ternyata, yang duduk bagai orang berdikir di sel itu hanyalah boneka kayu, dengan pakaian dan peci. Setelah 70 hari buron, ia tertangkap kembali. Vonis menggembirakan itu diterima pengacaranya, Mayor C.K.H. Umar Sumardi akhir Januari lalu. "Tapi saya tidak bisa berkomentar kecuali dengan izin atasan," kata Umar Sumardi kepada TEMPO. Dalam memori kasasinya, Umar bersama Slamet Riyadi menolak vonis mati, dan menyebutkan," Hanya Tuhan yang berhak menghidupkan dan mematikan seseorang." Ternyata, Mahkamah mengubah vonis mati Isto. "Suatu perkembangan baik bagi dunia peradilan. Itu artinya Pancasila dihayati secara benar," kata guru besar hukum pidana Universitas Airlangga, J.E. Sahetapy, yang memang antihukuman mati. Adakah perbuahan vonis itu bisa dianggap pertanda MA berubah sikap menjadi antihukaman mati? "Sama sekali tidak," tutur Ketua Muda Bidang Pidana Umum Mahkamah Agung, Adi Andojo. Ketua Majelis Hakim Agung, Piola Isa, juga berpendapat sama. "MA tetap bersikap hukuman mati itu perlu," kata Piola Isa. Artinya, hukuman mati tetap akan diterapkan untuk kejahatan yang dianggap keterlaluan. Dan Isto? Rupanya belum keterlaluan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus