Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang dituduh akan memandulkan Komisi Pemberantasan Korupsi, tak bisa dipisahkan dari nama Andi Hamzah. Guru besar Universitas Trisakti ini merupakan ketua tim perumus KUHAP yang kini menjadi sorotan banyak pihak itu. Rabu pekan lalu, wartawan Tempo Febriyan mewawancarai pakar hukum pidana ini.
Bagaimana cerita perumusan revisi KUHP dan KUHAP ini?
Perumusan KUHP itu dimulai sejak 1983 sampai 1992. Saya ikut sebagai anggota, bersama Muladi, dengan ketua Mardjono Reksodiputro. Begitu selesai, kami serahkan revisi itu ke Menteri Kehakiman Ismail Saleh. Belum sempat dikirimkan itu ke DPR, dia sudah diganti. Setelah itu, tiba-tiba muncul lagi KUHP itu sekarang. Sedangkan di KUHAP itu saya ditunjuk menjadi ketua tim perumus pada 1999, selesai pada 2009.
Saat itu KPK dilibatkan?
Tidak. Saat itu KPK belum ada. Tapi di KUHP yang kami buat itu memang kami masukkan pasal-pasal korupsi, pasal-pasal pencucian uang. Jadi, KUHP ini sebenarnya sudah berpandangan jauh ke depan. Orang belum bicara tentang korupsi, pencucian uang, kami sudah memasukkannya.
Karena KUHP ini sudah mengandung pasal korupsi, jadi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tidak berlaku lagi?
Tidak seperti itu. Undang-Undang KPK-nya saja yang diubah, mengacunya bukan ke Undang-Undang Tipikor, tapi ke KUHP. Tidak jadi masalah, kan?
Tapi hukuman tindak pidana korupsi di KUHP ini lebih rendah daripada UU Tipikor….
Untuk apa menghukum orang berat-berat. Di Malaysia tidak ada orang yang dihukum lebih dari tiga tahun. Kalau KUHP ini diterapkan, tidak akan ada hukuman berlapis. Sudah dipenjara, disuruh bayar denda, harta dirampas, dimiskinkan. Di KUHP hukumnya penjara saja, selesai.
Tidak akan menimbulkan efek jera kalau begitu?
Memangnya orang dihukum lama-lama jadi jera? Coba tanya koruptor yang sudah dihukum dan sekarang keluar. Apakah mereka jera? Tidak. Mengaku salah saja tidak.
Kalau KUHAP?
KUHAP awalnya memang tidak diikutkan karena KPK kan baru ada pada 2003. Setelah KPK ada, kami juga diminta membahas UU Tindak Pidana Korupsi. Jadi KUHAP dan UU Korupsi berbarengan prosesnya. Kami undang juga KPK. Chandra Hamzah (pemimpin KPK periode kedua) juga ikut dengan tim itu ke Prancis untuk melakukan studi banding.
Chandra sebagai anggota tim perumus KUHAP?
Bukan. Tapi dia tahu soal pembahasan KUHAP ini. Dia ikut karena kami juga membahas UU Tindak Pidana Korupsi.
KPK memprotes karena KUHAP itu dinilai akan mengerdilkan wewenang penyadapan mereka....
Sudah saya terangkan, KPK boleh memiliki kewenangan spesial. Ada perkara yang boleh dijadikan lex specialis. Syaratnya tiga. Pertama, subyeknya khusus, korupsi itu kan khusus. Kedua, obyeknya khusus, korupsi juga kan khusus untuk pejabat publik saja. Dan ketiga, temporary. Artinya, kalau suatu saat korupsi itu sudah hilang atau berkurang, undang-undang itu harus dihapus. Dikembalikan ke peraturan yang bersifat umum, yaitu KUHAP.
Menurut Anda, UU KPK, termasuk pasal-pasal tentang penyadapan dan penyelidikan, adalah lex specialis dan tidak perlu mengacu ke KUHAP?
Tidak perlu mengacu ke KUHAP karena ini bersifat umum. KPK itu kan khusus, punya undang-undang tersendiri. Pasal 3 ayat 2 KUHAP itu memperbolehkan hukum acara pidana diatur dalam undang-undang lain seperti Undang-Undang KPK.
Dalam draf naskah akademiknya disebutkan penyadapan harus dilakukan dengan izin hakim komisaris tanpa terkecuali. KPK juga harus mendapatkan izin hakim komisaris?
Itu kan naskah akademik, tidak ada dalam norma di tubuh KUHAP-nya. Yang berlaku nanti kan yang ada di KUHAP. Karena itu, kalau mau, undang-undang KPK-nya ikut diubah juga supaya tidak terjadi salah paham….
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo