Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Izin, di mana alamatmu?

Beberapa pengacara lbh yang membela jamaah imran (di jakarta), susah mendapat izin memenuhi kliennya. direktur lbh, abdurahman saleh, menuduh penegak hukum melanggar kuhap. (hk)

7 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGACARA-pengacara LBH bingung: Sampai pekan lalu mereka belum berhasif ketemu dua orang kliennya, anggota jamaah Imran, Iman Hidayat dan Slamet Riyanto. Padahal kedua kliennya itu -- yang tetap dijatuhi hukuman 20 tahun dan 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Jakarta -- sudah hampir habis tenggang waktu untuk naik kasasi sampai tanggal 6 Mei mendatang. Teguh Samudera, pembela kedua terhukum itu, mengaku telah mencari kliennya itu ke Inrehab (Instalasi Rehabilitasi) Nirbaya. Tapi, katanya kepada Kompas, ia tidak menemukan kedua anggota jamaah itu. Begitu juga, ketika ia menghadap ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, pihak yang mengurus permohonan Iman dan Slamet. Pengalaman yang sama, pernah dialami oleh Direktur LBH Abdurahman Saleh dan Pengacara Moh. Asseggaf, ketika membela Imran. Abdurahman mengaku telah berkali-kali mendatangi Laksusda, Kopkamtib, POM DAM V Jaya dan pengadilan untuk menemui kliennya itu, setelah upaya banding Imran ditolak Pengadilan Tinggi, 7 Maret lalu. Tapi usaha mereka kandas, sampai akhirnya diberitakan bahwa grasi Imran ditolak Presiden dan hukuman mati pesakitan tersebut dieksekusi, 28 Maret lalu. "Tapi bukan hanya dalam perkara Imran saja," menurut Abdurahman," terjadi pelanggaran terhadap asas keterbukaan peradilan." Proses hukum yang "tidak sempurna" semacam itu, katanya lagi, "terjadi pada hampir semua kasus yang menyangkut pemerintah." Dalam perkara Imran, misalnya, Abdurahman menilai pemerintah telah melanggar hak tersangka untuk didampingi pembelanya, sampai proses perkaranya berakhir seperti dijamin KUHAP. "Tidak ada bukti nyata siapa pembela yang ditunjuk dan tidak ada surat penolakan Imran untuk didampingi pembela," ujar pimpinan LBH itu. Yang ditakutkannya, dalam jangka panjang semua terdakwa dalam tingkat banding dan ditahan, "bisa diklaim tidak membutuhkan pembela dan menerima keputusan." Kamis pekan lalu, pimpinan LBH itu telah mengirimkan surat protes resmi kepada Ketua Mahkamah Agung dan Jaksa Agung, prosedur hukum perkara Imran tersebut. Keluh kesah para pengacara Imran dan jamaahnya itu justru membuat heran Kolonel Arisandi dari Pusat Penerangan Hankam/Kopkamtib. "Mengapa mereka membuat Imran jadi pahlawan -- bukankah lebih baik mencari pekerjaan lain?" ujar Arisandi. Menurut Arisandi, tidak akan ada kesulitan bagi para pengacara mana pun menemui kliennya, asal saja prosedurnya benar. Suatu kali, katanya, ia pernah dimintai tolong LBH untuk mendapat izin Kopkamtib bertemu Imran. Arisandi kemudian menyuruh mereka datang ke pengadilan, lembaga yang berwenang memberikan izin, karena Imran sudah dijatuhi hukuman. Dan, katanya, para pengacara itu akhirnya berhasil menemui Imran, sebelum almarhum melarikan diri. Menurut sumber TEMPO di Kopkamtib, setelah banding Imran ditolak, anehnya para pengacara itu selalu datang ke Laksusda dan Kopkamtib untuk bertemu kliennya. "Padahal jelas izin itu wewenang hakim," kata sumber itu. Memang, kata sumber tadi, pernah mereka meminta izin hakim untuk bisa bertemu kliennya. Tapi, karena perkara itu menyangkut politik, hakim tidak bisa begitu saja memberi izin seperti yang biasa diberikan kepada narapidana lain. Sebab itu, pengadilan perlu waktu untuk konsultasi dengan pejabat yang berwenang di bidang politik. Karena itulah, "si pengacara lalu merasa dipersulit," ujar sumber itu. Beberapa pengacara yang ikut membela jamaah Imran di Bandung ternyata tidak menemui kesulitan bertemu dengan kliennya. "Selama ini kami belum pernah mendapat kesulitan menemui Salman," ujar Anwar Sulaiman yang membela Salman, terhukum mati dalam kasus penyerangan Pos Polisi Cicendo. Izin bertemu dengan Salman yang ditahan di Inrehab Cimahi, kata Anwar, didapatnya dari pengadilan dan kemudian juga dari Laksusda. "Karena Salman ditahan di Inrehab, dengan sendirinya untuk masuk ke sana perlu izin Laksusda," ujar Anwar. Salman memang sempat naik kasasi, tapi ditolak Mahkamah Agung. "Untuk minta grasi perlu dimatangkan lebih dulu, waktunya toh 6 bulan," kata Edi Suardi, pengacara Salman yang lain. Tanu Subroto, yang membela Maman Kusmayadi -- terhukum mati dari anggota jamaah Imran di Bandung -- juga mengakui bahwa selama ini tidak menemui kesulitan menjumpai kliennya. "Saya merencanakan menemuinya dua minggu yang akan datang," ujar Tanu Subroto. Pejabat Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tidak pernah mempersulit komunikasi antara tertuduh-tertuduh jamaah Imran dan pembelanya. "Ketika para terdakwa masih tahanan kejaksaan, pembela mereka leluasa berkomunikasi, asal saja memperoleh izin dari kejaksaan dan Laksus," kata Asisten Operasi Kejaksaan Tinggi Ja-Bar, M. Suadi. Sedangkan di Jakarta, janankan komunikasi antara pembela dan kliennya, sedangkan hubungan pengacara dengan kejaksaan pun -- khususnya dalam perkara Imran tidak ketemu. "Saya tidak pernah dihubungi untuk izin itu. Siapa pengacaranya pun saya tidak tahu jelas," seperti kata Jaksa Tinggi DKI Jaya, R.B. Soekardi, ketika ditanyakan tentang keluhan Abdurahman Saleh dalam menemui Imran. Buntu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus