Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menahan mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino alias RJ Lino pada Jumat, 26 Maret 2021. Penahanan akhirnya dilakukan setelah lebih dari lima tahun RJ Lino menyandang status tersangka atau sejak 15 Desember 2015.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan tersangka selama 20 hari pertama," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Jumat, 26 Maret 2021. KPK menahan Lino sejak 26 Maret hingga 13 April 2021. Penahanan dilakukan di rutan KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lino ditahan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga Quay Container Crane di PT Pelindo II. Meski sudah ditetapkan menjadi tersangka, KPK baru menahannya pada Jumat ini.
Langkah penahanan tersebut terbilang amat lama sejak RJ Lino menyandang status tersangka. Pada Januari 2020, ia sempat mengapresiasi KPK yang kembali memanggilnya.
"Saya terima kasih karena setelah tunggu 4 tahun akhirnya saya dipanggil ke sini. Saya harap proses ini bisa memperjelas status saya, karena saya terakhir ke sini Februari 2016," kata RJ Lino di Gedung Merah Putih KPK, Kamis malam, 23 Januari 2020. Namun upaya penahanan ternyata baru dieksekusi selang setahun kemudian ada pada Jumat ini.
Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Laode M Syarif, mengatakan ketika pimpinan KPK periode 2011-2015 menetapkan RJ Lino sebagai tersangka, lembaga ini sudah mengantongi alat bukti yang cukup. Hanya saja terganjal oleh penghitungan kerugian negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan empat proyek di lingkungan Pelindo II merugikan negara lebih dari Rp 6 triliun berdasarkan laporan hasil pemeriksaan. "Maka ini wewenang ada di aparat penegak hukum," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna, 8 Januari 2020.
Menurut dia, empat proyek di PT Pelindo II yang merugikan negara itu, yakni perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT), Terminal Peti Kemas Koja, proyek Kalibaru, dan juga global bond.
Selain mengidentifikasi kerugian negara, Agung menjelaskan, BPK juga mengidentifikasi konstruksi perbuatan melawan hukum dan mengidentifikasi pihak yang tertanggung jawab. "Sisanya apakah ada mens rea di situ, kami serahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum," imbuh Agung.
Agung menyebutkan di Pelindo II, ada juga pemeriksaan kasus mobile crane yang ditangani Bareskrim Polri yang sudah masuk meja hijau dan kasus tindak pidana korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC). Pada dua kasus itu, Agung menyebut berdasarkan laporan hasil pemeriksaan kerugian negara mencapai Rp30-50 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan RJ Lino sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan tiga QCC dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co Ltd) dari Cina sebagai penyedia barang.
Baca juga: Kasus PT Pelindo II: KPK Resmi Tahan RJ Lino
ROSSENO AJI