Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MOCHAMAD Basuki untuk kedua kalinya jatuh karena terseret perkara korupsi. Kasus pertama terjadi pada 2002 ketika ia menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surabaya periode 2000-2005. Kala itu, Basuki masuk bui gara-gara kasus korupsi tunjangan kesehatan dan biaya operasional DPRD.
"Perkara di masa lalunya bisa menjadi pertimbangan yang memberatkan dia," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M. Syarif, Selasa pekan lalu.
Kasus korupsi di DPRD Surabaya waktu itu bermula ketika Basuki menerbitkan Surat Keputusan Nomor 05 Tahun 2002 tentang Tunjangan Kesehatan dan Surat Keputusan Nomor 09 tentang Biaya Operasional. Gara-gara kedua surat keputusan tersebut, anggaran untuk anggota DPRD kala itu membengkak.
Anggaran cek kesehatan tiap anggota DPRD waktu itu tiba-tiba naik menjadi Rp 45 juta per tahun. Total tunjangan kesehatan anggota Dewan pun terdongkrak dari Rp 1 miliar menjadi Rp 1,32 miliar. Lalu ada dana keselamatan kerja anggota Dewan dengan total Rp 1,125 miliar. Semua itu dianggap melanggar peraturan pemerintah yang hanya membolehkan tunjangan kesehatan berbentuk asuransi, bukan uang tunai yang bisa dibagi-bagi.
Pada 19 Juli 2003, Pengadilan Negeri Surabaya menghukum Basuki 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 20 juta. Di tingkat banding, hukuman Basuki didiskon menjadi 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Basuki bebas menghirup udara segar pada Rabu, 4 Februari 2004.
Karier politik Basuki pun tak lepas dari pasang-surut. Pada 2001, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan kala itu, Sutjipto, memecat Basuki. Padahal posisi politik Basuki waktu itu lumayan mentereng: Ketua Cabang PDI Perjuangan Surabaya. Dia dipecat gara-gara sering melontarkan pernyataan yang dianggap merugikan partai.
Pada 2002, Basuki bergabung dengan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK). Sewaktu Basuki bebas dari penjara pada 2004, sekitar 200 simpatisan PNBK menyambutnya. Mereka mengarak Basuki menuju Kantor Cabang PNBK di kawasan Manyar, Surabaya. Di sana, ia dikalungi rangkaian bunga melati. Kaki dan tangannya dicuci dengan air kembang. "Untuk membuang sial," ujar salah seorang kawan Basuki kala itu.
Toh, karier politik Basuki terus meredup. Ia tak ikut bertarung dalam perhelatan Pemilihan Umum 2009. Basuki lebih banyak menghabiskan waktu di rumahnya di Jalan Putat Gede Baru III, Surabaya, bersama istri keduanya-setelah bercerai dengan istri pertamanya.
Pada 2013, Basuki masuk lagi ke gelanggang politik dengan kendaraan baru. Ia masuk daftar bakal calon anggota legislatif Partai Gerindra Jawa Timur. Basuki maju untuk daerah pemilihan Surabaya-Sidoarjo.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerindra Jawa Timur Abdul Malik mengatakan partainya waktu itu tak berkeberatan memasang Basuki, yang punya latar belakang kasus korupsi. "Kami melihat jaringan politik dia dengan masyarakat masih bagus," kata Abdul. "Buktinya, jumlah suara dia paling tinggi di Jawa Timur dibanding calon lain."
Lewat Partai Gerindra, nama Basuki kembali berkibar. Di DPRD Jawa Timur, ia menjabat Ketua Komisi B, yang membidangi urusan perekonomian. Tapi itu tak bertahan lama. Basuki terjerembap di lubang yang sama. Pekan lalu, kasus korupsi kembali menyeret dia ke balik jeruji.
Jayan Mahayu (surabaya), Syailendra Persada (jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo