KASUS HASSE, 1979 Ini bukan di Jakarta, tapi di Bone, Sulawesi Selatan. Tubuh perempuan malang yang sedang hamil muda itu ditemukan terbenam di sawah tanpa kepala di Kampung Pinra, Kecamatan Palakka, Bone, Maret 1979. Beberapa hari kemudian, kepala korban ditemukan tidak jauh dari badannya. Yang tetap menjadi misteri, kendati para pelakunya sudah diganjar hukuman, siapa sebenarnya wanita itu. Menurut penyelidikan polisi, korban adalah Hasse alias Hasnah, anak Jumaing Daeng Mattike dari Desa Kompegading, Maros. Di tubuh korban memang ditemukan perhiasan yang bertuliskan "inakke Has", yang artinya: saya Has. Selain itu sidik jari wanita yang terbunuh itu cocok dengan yang dimiliki Hsse yang menghilang dari rumahnya sejak Maret 1979. Keterangan Tike Petta Nisang, bibi tempat Hasse menumpang selama ini, semakin menguatkan dugaan itu. Ketika itu korban pamit untuk menghadiri pesta perkawinan salah seorang pamannya, tapi tak pernah kembali. Rok yang dikenakan korban diakui Tike sebagai yang biasa dikenakan Hasse. Ia yakin betul, karena ia sendiri yang membelikannya. Petunjuk itulah yang dijadikan pegangan bagi pihak kepolisian untuk melakukan penangkapan beberapa tersangka. Dan, konon, P.B. Harahap Bupati Bone saat itu, berdiri di balik pembunuhan keji ini, karena wanita yang kabarnya pernah dikencaninya itu dikhawatirkan bisa menghambat kariernya. Namun, pihak Pom ABRI yang juga melakukan pengusutan berkesimpulan lain: pembunuhan tersebut didalangi Kol (pur) Suaib, bekas Bupati Bone yang berambisi naik lagi. Sedangkan wanita yang terbunuh, menurut versi ini, adalah Sumiaty, karyawati klub malam. Dan entah atas pertimbangan apa versi Pom ABRI inilah yang akhirnya dipakai, dan para pelakunya pun ditangkap. Mula-mula Tahir, La Wali, lalu Abidin. Dari pengakuan mereka terbongkar bagaimana jalannya pembunuhan sejak dari perencanaan di sebuah restoran. Di tempat itu mereka dikenalkan dengan wanita muda bernama Sumiaty, yang kemudian diinstruksikan untuk dibunuh oleh komplotan A Tajuddin dan Koptu (Pol) A Mallaniung. Belakangan ketiga orang itu mcnyangkal melakukan pembunuhan. "Waktu itu saya terpaksa mengaku sebagai pembunuh karena tidak tahan siksaan," kata Tahir. Sementara itu, Tajuddin dan Mallaniung yang baru divonis pada Maret 1984 masing-masing mendapat 4 tahun 3 bulan 16 hari dan 4 tahun 1 bulan 21 hari. Kasus Hasse ini memang ruwet dan masih memendam sejumlah teka-teki. Apalagi kemudian Bupati P.B. Harahap dan istrinya, Sitti Haniah, terbunuh oleh Kaseng, penjaga kebun cengkih keluarga itu, pada Februari 1982.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini