Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Jerat-Jerat Maut

Andi Winata alias Anken pemilik salon lanvin dan saudaranya windi alias aboen mati dijerat. pembunuhan dengan penjeratan meningkat di jawa barat. (krim)

1 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELAIN penuh luka bekas penganiayaan, mayat Andi Winata, pemilik Salon Lanvin, dan saudaranya, Windi, terikat tali. Ikatan terdapat pada leher dan tangan. Polisi menduga, si pembunuh paling tidak terdiri dari beberapa orang, dan ada di antara mereka yang dikenal korban. Namun, motif pembunuhan yang terjadi tiga pekan lalu itu sampai minggu ini belum terungkap. "Pelacakan kami belum tuntas," kata seorang pejabat polisi Jakarta Barat. Mayat Arldi alias Anken dan Windi alias Aboen ditemukan di salon, yang juga menjadi tempat tinggal mereka, dalam keadaan mulai membusuk. Tetangganya di bilangan Mangga Besar, Jakarta Barat, semula tidak curiga. Kedua bersaudara itu, meski dikenal senang mengulurkan tangan bila ada yang kesusahan, jarang sekali bergaul. Apalagi, sejak sekitar tiga bulan lalu Lanvin ditutup karena Andi berganti haluan menjadi pedagang barang antik. Menurut seorang ibu, yang waktu kecil sering bermain dan satu sekolah dengan Anken, banci berusia sekitar 41 tahun itu beberapa hari sebelum terbunuh sering gelisah. Dan ia kelihatan ingin mengutarakan sesuatu padanya. "Tahu-tahu dia sudah mati dijerat. Mengerikan," kata ibu itu. Membunuh dengan jerat, menurut dr. Abdul Mun'im dari Lembaga Kriminologi UI (LKUI), tergolong kasus yang langka. Dari 186 kasus pembunuhan di Jakarta pada 1981, misalnya, hanya 4 yang mati akibat penjeratan. Dan dari 234 kasus pembunuhan tahun ini (sampai Agustus), hanya 6 yang terbunuh dengan cara dibekap, dijerat, atau dicekik. Korban terbanyak adalah akibat senjata tajam, yang disusul oleh senjata api pada periode Januari-Agustus tahun ini. Korban pembunuhan dengan cara dijerat, menurut Mun'im, umumnya adalah yang lemah fisik, seperti wanita dan orang lanjut usia, atau bayi yang kehadirannya tak dikehendaki si ibu. Jeratan atau ikatan biasanya dilakukan untuk melumpuhkan korban. Itu terjadi, misalnya, pada kasus perampokan terhadap tempat penukaran uang Tri Srikandi, 1980 lalu. Pengemudi taksi gelap, yang tak mau diajak kerja sama dan dikhawatirkan buka mulut, dihabisi kawanan penjahat dengan cara diikat dan dianiaya. Juga seorang penjaga apotek di bilangan Pluit, yang terbunuh tahun berikutnya, dijumpai dengan tubuh penuh ikatan pada kaki, tangan, dan lehernya. Ikatan dan simpul tali pada kedua kasus itu sedemikian rupa sehingga kuat dugaan bahwa pelakunya orang yang tahu bagaimana cara melumpuhkan lawan dengan ikatan yang efektif. Tidak demikian harnya yang terjadi di Jawa Barat belakangan ini. Korban kelihatannya diikat asal-asalan saja. Meski begitu, yang diikat tetap bagian tubuh yang lemah, seperti leher dan jari tangan. Komandan polisi Bogor, Letkol Polisi Roesdoyo, mengakui bahwa kasus pcmbunuhan dengan penjeratan merupakan hal baru baginya. Sejak Mei lalu, di wilayah Bogor ditemukan paling tidak 8 mayat dengan jeratan di tubuh. Sedangkan di daerah Indramayu, Majalengka, Karawang, dan Kuningan (Jawa Barat) menurut catatan Komandan Reserse Kodak VIII Letkol Polisi Hidayat, ada 5 orang. Korban terakhir, menurut Hidayat, dijumpai di tepi Sungai Cikulang, Majalengka, dua pekan lalu. Pria berusia sekitar 30 tahun itu, yang berambut keriting, kulit sawo matang, dan diketahui bernama Supardi (residivis), meninggal dengan tangan terikat ke belakang dan leher dijerat kabel hitam. Adapun para korban yang di Bogor, menurut sebuah sumber, umumnya diikat dengan tali rafia biru yang panjangnya tak sampao 2 meter. Tali itu, setelah untuk mengikat kedua tangan ke belakang, ujungnya dijeratkan di leher. Dan entah kenapa, pelaku gemar memakai tali berwarna biru. Dan tampaknya bukan jeratan itulah yang mengakibatkan kematian korban, sebab di tubuh korban dijumpai banyak luka bekas penganiayaan - baik berupa luka tusuk maupun luka memar. "Kami belum bisa memastikan siapa para korban itu," kata Roesdoyo. Ia juga sedang menyidik mengapa orang tadi terbunuh, tapi diduga, di antara mereka, tak lain residivis. Hidayat, berdasarkan identitas yang dijumpai di tubuh korban atau kesaksian penduduk, menyatakan bahwa para korban kemungkinan besar memang residivis - seperti Supardi itu. Paling tidak orang yang pernah berurusan dengan polisl karena perkara kriminal. Menurut dugaan, para korban itu mungkin dihabisi rekannya sendiri, karena rebutan rezeki atau berbeda pendapat. Atau bisa juga dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang memanfaatkan situasi ramainya upaya pemberantasan kejahatan tempo hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus