SELAIN penuh luka bekas penganiayaan, mayat Andi Winata, pemilik
Salon Lanvin, dan saudaranya, Windi, terikat tali. Ikatan
terdapat pada leher dan tangan. Polisi menduga, si pembunuh
paling tidak terdiri dari beberapa orang, dan ada di antara
mereka yang dikenal korban. Namun, motif pembunuhan yang terjadi
tiga pekan lalu itu sampai minggu ini belum terungkap.
"Pelacakan kami belum tuntas," kata seorang pejabat polisi
Jakarta Barat.
Mayat Arldi alias Anken dan Windi alias Aboen ditemukan di
salon, yang juga menjadi tempat tinggal mereka, dalam keadaan
mulai membusuk. Tetangganya di bilangan Mangga Besar, Jakarta
Barat, semula tidak curiga. Kedua bersaudara itu, meski dikenal
senang mengulurkan tangan bila ada yang kesusahan, jarang sekali
bergaul. Apalagi, sejak sekitar tiga bulan lalu Lanvin ditutup
karena Andi berganti haluan menjadi pedagang barang antik.
Menurut seorang ibu, yang waktu kecil sering bermain dan satu
sekolah dengan Anken, banci berusia sekitar 41 tahun itu
beberapa hari sebelum terbunuh sering gelisah. Dan ia kelihatan
ingin mengutarakan sesuatu padanya. "Tahu-tahu dia sudah mati
dijerat. Mengerikan," kata ibu itu.
Membunuh dengan jerat, menurut dr. Abdul Mun'im dari Lembaga
Kriminologi UI (LKUI), tergolong kasus yang langka. Dari 186
kasus pembunuhan di Jakarta pada 1981, misalnya, hanya 4 yang
mati akibat penjeratan. Dan dari 234 kasus pembunuhan tahun ini
(sampai Agustus), hanya 6 yang terbunuh dengan cara dibekap,
dijerat, atau dicekik. Korban terbanyak adalah akibat senjata
tajam, yang disusul oleh senjata api pada periode
Januari-Agustus tahun ini.
Korban pembunuhan dengan cara dijerat, menurut Mun'im, umumnya
adalah yang lemah fisik, seperti wanita dan orang lanjut usia,
atau bayi yang kehadirannya tak dikehendaki si ibu.
Jeratan atau ikatan biasanya dilakukan untuk melumpuhkan korban.
Itu terjadi, misalnya, pada kasus perampokan terhadap tempat
penukaran uang Tri Srikandi, 1980 lalu. Pengemudi taksi gelap,
yang tak mau diajak kerja sama dan dikhawatirkan buka mulut,
dihabisi kawanan penjahat dengan cara diikat dan dianiaya. Juga
seorang penjaga apotek di bilangan Pluit, yang terbunuh tahun
berikutnya, dijumpai dengan tubuh penuh ikatan pada kaki,
tangan, dan lehernya.
Ikatan dan simpul tali pada kedua kasus itu sedemikian rupa
sehingga kuat dugaan bahwa pelakunya orang yang tahu bagaimana
cara melumpuhkan lawan dengan ikatan yang efektif. Tidak
demikian harnya yang terjadi di Jawa Barat belakangan ini.
Korban kelihatannya diikat asal-asalan saja. Meski begitu, yang
diikat tetap bagian tubuh yang lemah, seperti leher dan jari
tangan.
Komandan polisi Bogor, Letkol Polisi Roesdoyo, mengakui bahwa
kasus pcmbunuhan dengan penjeratan merupakan hal baru baginya.
Sejak Mei lalu, di wilayah Bogor ditemukan paling tidak 8 mayat
dengan jeratan di tubuh. Sedangkan di daerah Indramayu,
Majalengka, Karawang, dan Kuningan (Jawa Barat) menurut catatan
Komandan Reserse Kodak VIII Letkol Polisi Hidayat, ada 5 orang.
Korban terakhir, menurut Hidayat, dijumpai di tepi Sungai
Cikulang, Majalengka, dua pekan lalu. Pria berusia sekitar 30
tahun itu, yang berambut keriting, kulit sawo matang, dan
diketahui bernama Supardi (residivis), meninggal dengan tangan
terikat ke belakang dan leher dijerat kabel hitam.
Adapun para korban yang di Bogor, menurut sebuah sumber, umumnya
diikat dengan tali rafia biru yang panjangnya tak sampao 2
meter. Tali itu, setelah untuk mengikat kedua tangan ke
belakang, ujungnya dijeratkan di leher. Dan entah kenapa, pelaku
gemar memakai tali berwarna biru. Dan tampaknya bukan jeratan
itulah yang mengakibatkan kematian korban, sebab di tubuh korban
dijumpai banyak luka bekas penganiayaan - baik berupa luka tusuk
maupun luka memar.
"Kami belum bisa memastikan siapa para korban itu," kata
Roesdoyo. Ia juga sedang menyidik mengapa orang tadi terbunuh,
tapi diduga, di antara mereka, tak lain residivis. Hidayat,
berdasarkan identitas yang dijumpai di tubuh korban atau
kesaksian penduduk, menyatakan bahwa para korban kemungkinan
besar memang residivis - seperti Supardi itu. Paling tidak orang
yang pernah berurusan dengan polisl karena perkara kriminal.
Menurut dugaan, para korban itu mungkin dihabisi rekannya
sendiri, karena rebutan rezeki atau berbeda pendapat. Atau bisa
juga dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang memanfaatkan
situasi ramainya upaya pemberantasan kejahatan tempo hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini