Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pengacara Yang Digugat Klien

Anggota peradin diadili karena dituduh menggelapkan uang milik noni sekaligus menggugat rumah yang ditempati boaz. (krim)

1 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERSAMA delapan rekannya, para anggota Peradin (Persatuan Advokat Indonesia), Boaz Pangaribuan masuk ke ruang sidang Pengadilan Negeri Bandung. Di dalam, mereka berpisah. Yang delapan orang menuju kursi pembela sedang Boaz seorang diri, duduk di kursi tertuduh. Hari-hari ini, Boaz, 41 tahun, memang tengah diadili. Jaksa Nursaid menuduhnya telah melakukan penggelapan uang milik Noni Suresh Bhawani, seorang pedagang benang dan kain, yang tinggal di Bandung. Noni, pria bertubuh tegap warga negara India itu, sekaligus menggugat dalam perkara rumah - yang kini ditempati Boaz. Uang yang digelapkan Boaz, menurut jaksa, tak banyak. Hanya Rp 475 ribu. Uang tersebut adalah hasil penagihan utang terhadap Agus Hendrik, seorang pengusaha konveksi. Ketika itu, sekitar tahun 1980, Noni menunjuk Boaz sebagai kuasanya untuk menagih utang karena Agus, relasi dagangnya yang punya utang Rp 4 juta lebih, seret sekali membayar. Sebagai pengacara, akhirnya Boaz berhasil menagih Rp 380 ribu. Lalu September, Noni mencabut kuasanya. Ternyata, menurut jaksa lagi, Boaz masih melakukan penagihan sekali lagi sebesar Rp 95 ribu. Dan kesemua uang yang diperoleh, berjumlah Rp 475 ribu, tak pernah disetorkan kepada pemberi kuasa. Pada sekitar 1980 itu pula, Noni merasa dibikin jengkel oleh Boaz, yang dikenalnya sejak 1978. Ceritanya, ketika itu, ia punya hubungan dagang dengan Nyonya Linawati yang menjaminkan sebuah rumah di Jalan Kebon Manggu, Bandung, untuk barang dagangan yang diambilnya senilai Rp 5 juta. Singkat kata, berdasarkan putusan pengadilan, rumah tadi akhirnya harus dilelang. Noni tak bisa membeli rumah tersebut karena statusnya WNA. Maka, jatuhlah rumah itu ke tangan Boaz, setelah ia "membeli"-nya seharga Rp 4,5 juta, menggunakan giro bilyet Bank Sukapura atas nama Pershotam Hashumal, WN India, yang juga rekan Noni. Karena dalam perkara itu Boaz juga bertindak sebagai kuasa Noni, uang pembelian rumah mau tidak mau dikembalikan lagi padanya, dan langsung disetorkan pada pemberi kuasa. Sementara itu, surat rumah karena sudah "dibeli", otomatis berganti menjadi atas nama Boaz. Diakui bahwa yang dipakai untuk membeli rumah bukanlah uangnya sendiri. "Tapi secara hukum, rumah itu milik saya," kata Boaz. Ia menganggap rumah yang dihuni keluarganya sejak Juni 1980 itu adalah imbalan atas pekerjaannya mengurus kepentingan Noni selama itu. Sebagai "penagih utang", misalnya, ia merasa sudah pontang-panting tak keruan. Mengirimi surat kepada relasi Noni yang berutang, dan mengunjungi mereka, "sampai kenyang". Ia juga sudah merasa kebal terhadap gonggongan anjing pemilik rumah yang didatanginya. Dan untuk pekerjaan yang menuntut korban perasaan itu, katanya, dia dijanjikan mendapat honor 20%. Belum diketahui bagaimana putusan hakim atas perkara penggelapan dan gugatan soal rumah yang kini dihadapi Boaz. Tapi, sedikitnya, sekarang ini ia merasa mendapat dukungan moril dari rekannya anggota Peradin Cabang Bandung. "Kami belum melihat Boaz melakukan pelanggaran kode etik. Sebab itu, ia masih anggota Peradin," kata Tanusubroto, komisaris Peradin, yang ikut mendampingi Boaz di pengadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus