PERBUATAN tertuduh itu sangat kejam. Keji dan biadab. Ia telah
menganggap nyawa manusia hanya sebagai rumput alang-alang yang
dapat dibabat begitu saja". Demikian Hakim Ketua, Kolonel CKH
Suwarno SH. Perbuatan Ponias Karman Sidauruk (34 tahun), calon
perwira, tertuduh tunggal dalam perkara pembunuhan kejam atas
keluarga Tony di Jalan Perniagaan 50 pada tahun 1973, "telah
mengakibatkan musnahnya satu keluarga beserta seorang
pembantunya". Oleh karena itu, pada sidang Mahkamah Militer
Jakarta-Banten 18 Nopember lalu tertuduh PKS telah dijatuhi
hukuman pokok: Mati. Itu masih ditambah dengan hukuman lain,
yakni dipecat sebagai anggota ABRI dan dicabut haknya untuk
memasuki angkatan bersenjata.
Sebelumnya Mahkamah menyatakan, "dalam kasus yang sedang dan
telah kita periksa bersama, tak ada petunjuk adanya orang lain
yang terlibat -- jadi jelas hanya tertuduh sendiri yang
melakukan kejahatan tanpa bantuan orang lain". Penjelasan Hakim
Ketua ini, agaknya perlu juga. Sebab kasus pembunuhan di Jalan
Perniagaan. 50 ini dari semula memang agak ruwet. Beberapa
"saksi", yang sebenarnya jauh dari urusan ini, sudah terpaksa
menerima kepahitan berurusan dengan polisi. Juga anggota
keluarga korban yang kena musibah, ikut-ikut masuk tahanan
polisi. Termasuk ibu si korban. Kakak korban, Tomy, malah pernah
masuk tahanan polisi hingga 3 tahun lebih -- kini telah bebas,
karena tak cukup bukti untuk membawanya ke pengadilan.
Tertuduh, setelah berunding sebentar dengan pembela, menyatakan
menolak keputusan Mahkamah dan naik banding. Sedang Oditur
menyatakan menerima vonis yang memang sesuai dengan tuntutannya.
PKS kenal Tony sejak 1963 secara akrab: Menurut PKS, seperti
yang dinyatakan di muka sidang, Tony pernah pinjam Rp 200 ribu.
Itu dilakukan tanpa tanda terima. Tertuduh pada mulanya tidak
keberatan, walaupun uang yang dipinjamnya itu adalah tabungan
untuk pesta perkawinannya. Namun hingga ia menikah di Cimahi,
Desember 1972, Tony belum juga melunasi hutangnya. Begitu hingga
6 Januari berikutnya, kata tertuduh, ia menerima telepon dari
Tony agar berkunjung ke Jalan Perniagaan. Hari berikutnya,
seturun dari tugas piket, PKS berangkat ke rumah Tony. Maksudnya
mau menagih hutang. Dibawanya serta sebuah tas hitam yang berisi
pistol.
Katharina
Di rumah Tony, sore itu, ia disambut sebagai kawan karib.
Minuman dan potongan buah apel disuguhkan. Juga makan malam
dihidangkan. Di luar rumah hujan turun. Pesawat TV sudah distel.
Pembicaraan antara kawan karib ini ternyata meningkat jadi
sengit, setelah menyinggung soal hutang piutang. Menurut
tertuduh, Tony enggan membereskan hutangnya. PKS jadi naik
pitam. Dikeluarkan pistol dari tas dan langsung dikokang.
Maksudnya, begitu diakuinya, PKS hanya mau menggertak saja. Tapi
jari PKS ternyata menggeser picu hingga pistol itu meledak. Tony
jatuh dengan kepala tertembus pelor yang langsung menghantam
tembok. Korban agaknya mati seketika.
PKS tertegun. Keluarga Tony tentu saja panik. Tentara tersebut
kini mengancam nyonya si korban pertama, Lena, agar ia mengurung
anjingnya yang selalu menyalak. Setelah itu, di bawah ancaman
pistol, Lena beserta anaknya Katharina (4 tahun), Ivan (2) dan
pembantu rumahtangga Siti, digiring ke sebuah kamar. Di sana PKS
menembaki kepala masing-masing korban. Lena meninggal seketika
sambil memeluk anaknya, Ivan, yang juga mati. Siti terkapar di
lantai. Tapi di mana Katharina? PKS hanya menyatakan, korban
kecil itu tergeletak,dekat ibunya. Setelah peristiwa itu apa
yang dikerjakan PKS? Badannya gemetar dan ia terduduk di kursi
selama 30 menit. Lalu pergi dengan taksi gelap, pulang ke
Tanjung Priok.
Begitu pengakuan PKS. Namun ternyata pengadilan membuktikan
lain. Pengakuan itu harus ditambahi pengakuan lain yang
disodorkan bersama fakta. Pertama soal di mana gadis cilik
Katharina mati. Polisi dan saksi mula-mula melihat korban
Katharina yang tengah mengambang di bak mandi. Menurut
pemeriksaan mayat lengkap, korban ternyata mati karena lemas
akibat terbenam di air setelah mengalami luka tembak di pipi
yang tembus ke punggung. Menurut rekonstruksi Mahkamah,
korban yang luka tertembak itu masih sempat melarikan diri.
Ini terbukti dari tetesan darah dari arah kamar ke kamar
mandi. Nah di bak mandi inilah korban dihabisi oleh tertuduh.
Juga soal pernyataan PKS, bahwa Tony telah menghutang uang
kepadanya sebesar Rp 200 ribu, sangat diragukan Mahkamah. Yang
pertama, tertuduh toh tidak dapat membuktikan bahwa ia punya
piutang. Malah Mahkamah akhirnya yang dapat membuktikan, bahwa
tertuduh, seorang penjudi, telah mencuri beberapa barang
perhiasan milik korban. Ini dilakukannya setelah menembak mati
seluruh penghuni rumah. Penyelidikan membuktikan almari
dicongkel dan isinya berantakan. Dalam pemeriksaan pendahuluan,
yang kemudian dibantahnya sendiri di muka Mahkamah, diakuinya
bahwa ia memang mengambil barang-barang perhiasan (gelang,
kalung, cincin) dan dua arloji.
Timbul Niat
Walaupun hal itu dipungkiri di muka persidangan, Mahkaman cukup
mendapat keterangan dari para saksi akan hal itu: Saksi
Suparto,misalnya, telah menerima sejumlah barang perhiasan dari
PKS sebagai penebus sepeda motor kapten Wiyono yang digadaikan
tertuduh kepadanya. Dari hasil penjualan barang itu, Rp 36 ribu,
Suparto diberi Rp 30 ribu. Karena belum cukup, PKS memberikan
sebuah arloji wanita kepada isteri Suparto. Jadi kira-kira
begini: PKS telah mencuri barang milik korban yntuk pembayar
hutang-hutangnya. "Hutangnya kepada Suparto maupun kepada orang
lain yang hingga dalam persidangan inipun belum dibayar", kata
Hakim Ketua.
Dengan begitu Mahkamah berpendapat motif pembunuhan itu sudah
cukup jelas. Seperti kata Hakim Ketua: "Perbuatan, kejahatan
tertuduh dalam melakukan pembunuhan dan pencurian telah terbukti
secara sah dan meyakinkan". Yaitu: "Timbul niat, lalu mengambil
uang dari almari. Tapi hanya Rp 7.500. Lalu barang perhiasan dan
arloji diambil untuk menebus sepeda motor milik kapten Wiyono
yang telah digadaikan". Sedangkan bukti-bukti lain, seperti
hasil pemeriksaan sidik jari di tempat kejahatan, tas hitam
untuk membawa pistol serta sebuah jaket yang ditemukan di rumah
korban -- yang diminta pembela agar diajukan oleh oditur --
dinyatakan tidak perlu diajukan ke persidangan oleh Mahkamah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini