Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kaleidoskop 2022: Lika-liku Tebongkarnya Pembunuhan Brigadir Yosua

Kasus pembunuhan Brigadir Yosua menyita perhatian masyarakat sejak Juli lalu hingga akhir tahun ini. Ferdy Sambo cs masih menanti vonis hakim.

26 Desember 2022 | 07.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy Sambo (kanan) dan Putri Candrawathi (kiri) menjalani sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis 22 Desember 2022. Sidang itu beragenda mendengarkan keterangan saksi meringankan dari pihak terdakwa. TEMPO/Magang/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menjadi salah satu peristiwa yang paling banyak menyita perhatian masyarakat pada 2022. Perjuangan keluarga Yosua pun belum berakhir karena pengadilan belum menjatuhkan vonis kepada para tersangka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yosua tewas pada 8 Juli 2022 di rumah dinas mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Irjen Ferdy Sambo, di Kompleks Polri Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan. Awalnya, polisi menyatakan Yosua tewas akibat adu tembak dengan ajudan Sambo lainnya, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

Menurut cerita awal ini, tembak menembak itu terjadi setelah Yosua melecehkan istri Sambo, Putri Candrawathi. Teriakan Putri terdengar oleh Richard yang berada di lantai 2 rumah. Richard lantas turun dan mendapati Yosua keluar dari kamar Putri dan langsung melepaskan tembakan. Akan tetapi tembakan Yosua luput dan justru dia terkena tembakan Richard hingga tewas. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sambo mengaku tak berada di lokasi saat peristiwa tembak menembak itu terjadi. Dia mengaku baru tiba setelah Yosua tewas. 

Pihak Sambo sempat membuat dua laporan polisi dalam kasus ini. Pertama adalah soal pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi, kedua soal upaya pembunuhan terhadap Richard Eliezer. Kedua laporan itu akhirnya dihentikan setelah skenario palsu itu terbongkar.

Cerita ini diragukan oleh pihak keluarga Yosua. Mereka menemukan sejumlah kejanggalan sejak awal karena tak diperbolehkan untuk membuka peti jenazah. Setelah peti jenazah diperbolehkan dibuka, keluarga menyatakan menemukan luka seperti bekas penyiksaan di jenazah Yosua. Selain itu, adik Yosua juga disebut dipaksa untuk menandatangani surat persetujuan otopsi jenazah sang kakak setelah proses itu selesai.

Skenario Sambo terbongkar

Belakangan, skenario palsu yang dirancang oleh Ferdy Sambo itu terbongkar setelah tim khusus yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjadikan Richard sebagai tersangka pada 3 Agustus 2022. Tiga hari berselang, Richard pun mengaku menembak Yosua atas perintah Sambo. Dia juga menyatakan bahwa Sambo ikut menembak Yosua di bagian kepala. 

Kepada penyidik, Richard juga bercerita bahwa skenario pembunuhan tersebut sudah disiapkan sejak di rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling 3, yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga.

Richard yang belakangan mendapatkan status justice collaborator dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengaku sempat dipanggil Sambo ke lantai tiga rumah itu dan diminta untuk menembak Yosua. Bahkan, menurut Richard, Sambo sempat memberikan amunisi untuk mengisi pistol Glock-17 yang dia pegang. Richard juga bercerita bahwa Sambo menggunakan sarung tangan hitam saat eksekusi Yosua tersebut. 

Richard Eliezer juga menceritakan bahwa Sambo sempat menjanjikan uang sebesar Rp 1 miliar kepadanya setelah eksekusi itu. Sementara Ricky dan Kuat dijanjikan uang sebesar Rp 500 juta. Sambo pun disebut sempat mengganti seluruh telepon seluler ajudan dan asisten rumah tangganya menjadi iPhone.

Sehari berselang, Polri pun menetapkan ajudan Sambo lainnya, Bripka Ricky Rizal Wibowo sebagai tersangka. Ricky dianggap ikut serta dalam pembunuhan itu karena disebut hadir di tempat kejadian perkara. Selain itu, RIcky juga dianggap mengetahui skenario pembunuhan tersebut karena Sambo sempat memerintahkannya terlebih dahulu, ketimbang Richard, untuk menembak Yosua.

Kepada penyidik, Ricky pun mengakui cerita awal yang dibuat Sambo itu palsu dan menceritakan kejadian sebenarnya. Meskipun demikian, dia tetap mengaku tak melihat secara jelas eksekusi Yosua tersebut.

Skenario palsu semakin terbongkar setelah timsus menemukan rekaman kamera keamanan atau CCTV (Closed Circuit Television) di sekitar kediaman Sambo. Sebelumnya rekaman CCTV itu dinyatakan tak ada karena DVR di sana rusak. 

Dalam rekaman itu terlihat bahwa Yosua masih dalam kondisi segar bugar saat Sambo tiba di rumah Duren Tiga. Sambo juga terlihat sempat menjatuhkan sebuah pistol sebelum masuk ke dalam rumah.

Penyidik kemudian menetapkan Ferdy Sambo sebagai tersangka pada 9 Agustus 2022, bersamaan dengan asisten rumah tangganya, Kuat Ma'ruf. Meskipun demikian, Sambo masih terus berkeras tak ikut menembak Yosua. 

Sepuluh hari berselang, polisi juga menetapkan Putri Candrawathi sebagai tersangka. Penetapan tersangka itu dilakukan setelah Polri menyatakan tak menemukan bukti adanya pelecehan seksual oleh Yosua kepada Putri dan penyelidikannya dihentikan.

LPSK pun menyatakan tak bisa memberikan perlindungan kepada Putri sebagai korban pelecehan seksual. Akan tetapi Putri tak langsung ditahan seperti tersangka lainnya.

Selanjutnya,cerita pelecehan seksual kedua versi Sambo

Gagal pada skenario pertama, pihak Ferdy Sambo tetap berkeras bahwa Yosua melakukan pelecehan terhadap Putri. Kali ini, mereka mengubah tempat dan waktu kejadian. Menurut cerita baru ini, Putri mengalami pelecehan satu hari sebelum kematian Yosua, 7 Juli 2022, di Magelang.

Saat itu, keluarga Sambo memang tengah berada di Magelang untuk mengunjungi dua anaknya yang bersekolah di SMA Taruna Nusantara dan merayakan hari jadi pernikahan. Sambo disebut pulang ke Jakarta terlebih dahulu dan meninggalkan Putri bersama Yosua, Ricky, Richard, Kuat dan Susi, asisten rumah tangga Sambo lainnya, di Magelang. 

Menurut cerita baru ini, Yosua sempat dipergoki Kuat saat mengendap-endap turun dari lantai dua rumah. Kuat lantas cekcok dengan Yosua sementara Susi disebut menemukan Putri tergeletak di depan pintu kamar mandi.

Putri tak melaporkan kejadian ini ke polisi. Dia pun disebut baru menceritakan peristiwa tersebut kepada suaminya setelah mereka pulang ke Jakarta pada Jumat sore, 8 Juli 2022.

Kasus Obstruction of justice

Kematian Brigadir Yosua juga menyebabkan anggota polisi lainnya terlibat. Mereka dituding ikut serta dalam upaya perintangan penegakan hukum atau obstruction of justice. Timsus menetapkan Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto sebagai tersangka, plus Ferdy Sambo, dalam kasus ini.

Mereka dituding melakukan upaya perintangan karena menghilangkan rekaman kamera keamanan atau CCTV (Closed Circuit Television) di sekitar rumah dinas Sambo. Mereka lantas mendapatkan hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

Rekaman itu sendiri akhirnya ditemukan timsus setelah mereka menggeledah kediaman Baiquni. Istri Baiquni menyerahkan sebuah flash disk yang berisi rekaman itu. 

Selain mereka, puluhan anggota polisi lainnya pun terkena sanksi mulai dari PTDH, demosi hingga teguran lisan.

Selanjutnya, Sidang Pembunuhan Yosua dan Obstruction of Justice

Sidang perdana kasus pembunuhan Brigadir Yosua berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 18 Oktober 2022. Dalam dakwaannya, jaksa mendetailkan peristiwa perencanaan hingga eksekusi. 

Menurut dakwaan jaksa, rencana pembunuhan Yosua itu diketahui oleh Putri Candrawathi yang duduk di sebelah Sambo saat memberikan perintah kepada Richard. Putri juga dianggap berperan karena mengajak Yosua untuk pindah dari rumah Saguling ke rumah Duren Tiga. 

Sementara Kuat dianggap turut serta karena ikut memanggil Yosua ke dalam rumah itu serta menyaksikan secara langsung eksekusi tersebut. Kuat juga disebut sempat memanasi Putri untuk melaporkan kejadian di Magelang kepada Sambo meskipun dia belum mengetahui kejadian sebenarnya.

Dalam sidang yang hingga saat ini belum selesai terungkap berbagai fakta, mulai dari peristiwa di Magelang yang masih menjadi misteri hingga bagaimana Sambo memerintahkan anak buahnya untuk menghilangkan alat bukti rekaman CCTV.

Salah satu bukti yang penting adalah hasil tes kebohongan terhadap para terdakwa. Saksi ahli Kepala Urusan Bidang Komputer Forensik Ahli Poligraf Aji Febriyanto Arrosyid dalam sidang 14 Desember lalu menyatakan bahwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi terindikasi berbohong.  Richard Eliezer dan Ricky Rizal disebut jujur sementara Kuat Ma'ruf menjalani dua kali tes dengan hasil jujur dan bohong. 

Sambo disebut berbohong soal dirinya tak ikut menembak Brigadir Yosua. Putri disebut berbohong karena tak mengakui adanya perselingkuhan antara dirinya dengan Yosua saat di Magelang. Sementara Kuat Ma'ruf dianggap berbohong karena mengaku tak melihat Sambo menembak Yosua.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus