SUARA gaduh lepas tengah malam, Kamis pekan lalu, membangunkan keluarga O.C. Kaligis di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Di depan rumahnya, Kaligis, 42, pengacara itu, menemukan dua mobilnya, yang diparkir di depan garasi dan di tepi jalan, dalam keadaan ringsek. Kaca belakang sedan VW-nya bolong di dua tempat, sedangkan yang satu lagi, Toyota Corolla DX, penyok-penyok di bagian belakang. Di sekitar tempat itu ditemukan beberapa batu sebesar tinju. "Ini teror pertama selama saya jadi pengacara," kata Kaligis, "tapi saya tidak takut." Pukul 3 dinihari, dia segera melaporkan peristiwa itu ke Kepolisian Sektor Cempaka Putih. Belum cukup, siangnya, dia mengirim surat kepada Kapolri Jenderal Anton Soedjarwo, untuk minta perlindungan hukum. Dia menghubungkan kejadian itu dengan perkara yang sedang dipegangnya, gugatan cerai Nyonya Athiah Kirana terhadap suaminya, Nur Usman. Athiah Kirana alias Thea, 38, akhir Agustus lalu, melalui Kaligis mulai berhadapan dengan Nur Usman di Pengadilan Agama Istimewa Jakarta. Hal itu, tampaknya, merupakan ekor terbunuhnya Roy Bharya, putra Thea dengan suami sebelumnya, dr. Mikael Bharya. Di dalam suratnya kepada Kapolri, Kaligis mengungkapkan urut-urutan kejadian sebelum teror malam itu. Misalnya, delapan hari sebelumnya sekretarisnya, Yen Yen, menerima telepon gelap. Isinya, ancaman dari si penelepon bahwa Kaligis akan diculik dan dibunuh. Sehari sebelumnya, Kaligis ditemui M. Jamil Isa, famili dekat Nur Usman, yang mengaku diutus Nur Usman untuk mendamaikan perkara pembunuhan Roy dan gugatan cerai Thea. Kaligis menolak mentah-mentah tawaran itu. Beberapa jam sebelum teror di rumah Kaligis, beberapa saksi mata melihat dua mobil mondar-mandir di depan rumah Kaligis dan rumah Thea - kedua rumah itu terletak di satu jalan dan cuma berjarak 300-an meter. Kedua mobil itu berisi beberapa anak muda. Merekalah yang diduga dan dilaporkan Kaligis sebagai pelaku teror itu. Rupanya, sebelumnya, keluarga Thea juga sudah beberapa kali menerima ancaman melalui telepon bahwa mereka akan dibunuh. Walau begitu, polisi belum menyimpulkan hasil penyidikan. "Belum ada orang yang bisa kami tangkap," kata Kapten Bisma, petugas Kepolisian Sektor Cempaka Putih. Nur Usman sendiri kepada TEMPO membantah tersangkut dalam teror itu. "Mana sempat saya memikirkan hal seperti itu," katanya. Sebetulnya, sebelum Kaligis, beberapa pengacara pernah mengalami perlakuan keras seperti ini. Soemarno P. Wirjanto, pengacara dari Solo, pernah diancam segerombolan orang yang dikerahkan seorang pejabat di kotanya. Ketika itu, dia sedang menangani beberapa perkara menarik. Di Medan, rumah Syarif Siregar pernah dihujani batu. Waktu itu, November 1980 pengacara tadi membela kliennya yang sedang beperkara dengan aparat keamanan setempat. Sedangkan di Jakarta, pengacara kawakan Yap Thiam Hien juga tak luput dari teror. Rumahnya konon ditembaki, dan anjing herdernya mati diracun orang tak dikenal. Ketika itu, Yap sedang membela kliennya yang tersangkut "kasus kapal tanker Houssam B". Kasus penjualan gelap minyak Pertamina di tengah laut ini kebetulan, melibatkan beberapa pejabat Pertamina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini