Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Amuk kamsi di juwiring

Kamsi, 27, penduduk desa ponowaren, sukoharjo, ja-teng mengamuk hingga 6 korban jadi sasaran. ia ditangkap polisi. selama pemeriksaan, kamsi tak menunjukkan kelainan. diduga ia seorang pecandu porkas.

19 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAMSI, 27 tahun, tiba-tiba beringas. Dia membanting anak lelaki 3 tahun ke jalan aspal, memukul kepala tukang becak dengan batu, menyobek muka seorang pedagang besi dengan pisau. Kamsi juga merenggut nyawa seorang pengusaha apotek dengan pisau dapur. Ahad siang 22 November, Kamsi pamit pada istrinya untuk berobat pada Mantri Kesehatan Slamet Widodo di Desa Tawangsari, Klaten. Dengan bekal Rp 2 ribu pemberian istrinya, Kamsi mengayuh sepeda bututnya. Menurut pengakuannya, ia sakit perut. Kamsi memang mampir di rumah Mantri Slamet, 7 km dari desa Ponowaren, Sukoharjo, Ja-Teng, itu. Kemudian dia melanjutkan perjalanannya ke Yogya. Di Desa Bulurejo, Juwiring, Klaten, hujan gerimis turun. Bersama beberapa orang lainnya, ia berteduh di teras KUD Mardi Rahayu. Dari sinilah dimulai. Sekonyong dia berubah galak. Kamsi merebut Wahyu Purnomo, 3 tahun, dari pelukan ibunya. Anak itu lalu dilempar-lemparkan ke atas dan ditangkap. Ngatiyem, 30 tahun, waswas melihat anaknya diperlakukan oleh orang yang tak dikenalnya. Yamdi, 40 tahun, yang ikut berteduh di teras KUD, berusaha memberi pertolongan. Tukang becak itu berhasil merebut Wahyudi dari tangan Kamsi, tapi kepalanya bocor dihantam batu. Ngatiyem juga merebut anaknya, tetapi Kamsi mencekik leher anak itu -- dan di bawah hujan dilarikan ke jalan. Di dekat sebuah warung minuman berseberangan dengan KUD tadi, anak itu berkali-kali dibanting ke jalan aspal. Bibi anak itu sobek, tulang iganya patah, dan dari kepalanya mengucur darah. Dua hari dua malam anak ini tak sadarkan diri. Setelah membanting anak itu, Kamsi lari ke arah selatan. Tapi kemudian kembali ke tempat tadi dengan membonceng sepeda seorang pelajar SMP. Di situ pula ia mencekik leher anak ini, sehingga meronta dan terbanting jatuh dari sepedanya. Anak itu sempat lari. Gagal memangsa pelajar itu, Kamsi kembali ke teras KUD. Di situ ia menghajar bocah 11 tahun, Mujiyem, dengan buah kelapa, hingga pingsan. Entah dari mana dia memperoleh buah kelapa itu. Tapi orang-orang berdatangan memberi pertolongan pada gadis kecil ini. Melihat banyak orang datang, Kamsi lari ke warung, lalu meraih pisau dapur di atas meja. Dengan pisau ini ia berusaha menghalau khalayak ramai tadi. Menyusul Haji Soedarmo, pemilik Apotek Astu Pedan, disetop oleh Kamsi. Soedarmo menghentikan mobil Suzuki Carry-nya, lantas membuka pintu kiri. Begitu naik ke mobil, Kamsi langsung menusuk perut Soedarmo, yang saat itu menyetir sendiri. Ususnya keluar, dan ia tewas di situ juga. Karena pihak keamanan belum tampak batang hidungnya, kemudian penduduk menggiring Kamsi ke tepi sawah. Tapi sebelum petugas membekuknya, dia sempat melukai Podosoemarto, 45 tahun, pedagang besi tua. Kamsi membabat mukanya dengan pisau. Setelah lelaki yang bertubuh kurus ini ditahan di Polres Klaten, ia diperiksa di Rumah Sakit Jiwa Solo. Sumber TEMPO di Polres Klaten menyebutkan, selama pemeriksaan, Kamsi tak menunjukkan kelainan jiwa. Istrinya juga bilang Kamsi yang buruh tani itu memang tak edan. Menurut Kamsi pada polisi, dia "mengamuk" itu karena tak sadar. Penduduk Desa Ponowaren semula tak percaya Kamsi sampai berbuat begitu nekat. "Dia itu orang baik, suka menolong. Amat mengherankan kalau dia sampai membunuh orang," ujar Sastrosutarno, kepala desa di sana. Menurut harian Wawasan, Semarang Kamsi adalah pecandu Porkas. Puncaknya pada pembukaan Porkas periode 15 November lalu, setelah ia membeli 30 lembar Porkas, Rp 9 ribu. Kamsi sangat yakin tebakannya tepat. Dia membayangkan uang Rp 2,7 juta yang akan menyulap hidupnya. Rumahnya berdinding gedek dan berlantai tanah. Lalu hasilnya? Tak satu huruf pun cocok dengan tebakan Kamsi ini. Tetapi istrinya membantah Kamsi gendeng Porkas. "Suami saya hanya beli Porkas satu-dua lembar saja," ujarnya. "Mas Kamsi menebak hanya dari impen (mimpi), bukan dukun," kata Sarono, tetangganya. Ketika mengamuk, dia berceloteh soal tebakan huruf itu. Pada saat orang mendekat akan menangkapnya, ia berteriak, "Mengapa kamu mengganggu saya. Kamu sudah saya beri kode dan nembus (mendapat) Rp 3 juta. Syahril Chili, Rustam F. Mandayun, dan Kastoyo Ramelan (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus