Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan seluruh anggotanya agar responsif dalam menangani perkara tanpa menunggu viral terlebih dahulu. Ia mengatakan, semua perkara yang diadukan masyarakat harus dapat ditindaklanjuti selekas mungkin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami terus menekankan kepada seluruh personel Polri agar terus melakukan pembenahan, melakukan tindakan yang cepat, melakukan responsif yang cepat tanpa harus menunggu hal tersebut menjadi viral,” kata Listyo Sigit dalam Rilis Akhir Tahun, Selasa, 31 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aparat penegak hukum mendapatkan sorotan dalam beberapa kurun terakhir lantaran dianggap baru menangani sebuah kasus setelah diviralkan. Fenomena yang biasa disebut “No Viral No Justice” ini telah mendapatkan sentilan dari sejumlah pihak, termasuk para pakar hingga wakil rakyat.
Sebelumnya, beberapa perkara baru ditangani setelah viral di media sosial antara lain kasus tewasnya remaja di Sumatra Barat, Mualana Afif. Kemudian kasus Vina Cirebon atau kematian Vina Dewi Arsita. Hingga Teranyar kasus penganiayaan oleh anak pemilik toko roti, George Sugama Halim terhadap karyawan.
Berikut deretan sentilan terhadap Polri yang dinilai baru menangani kasus setelah viral alias No Viral No Justice:
1. Ketua DPR RI Puan Maharani
Ketua DPR RI Puan Maharani pernah menyinggung ihwal No Viral No Justice pada pertengahan Agustus 2024 lalu. Awalnya, Puan mengatakan masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini semakin membutuhkan kehadiran negara. Ketika negara tidak responsif, kata dia, rakyat mengambil inisiatifnya sendiri dengan memviralkan di media sosial.
Sebab itu, menurut Puan, lembaga-lembaga negara seharusnya bertanggung jawab untuk memperhatikan rasa keadilan dalam menangani setiap urusan rakyat. Dia secara khusus menyebutkan lembaga-lembaga negara seperti DPR, DPD, pemerintah pusat dan daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, hingga TNI dan Polri.
“Sehingga rakyat merasakan kehadiran Negara. Kehadiran negara jangan menunggu ‘Viral For Justice’. Kehadiran negara adalah hadirnya keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat,” kata Puan dalam sidang tahunan MPR di Gedung Nusantara, kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Jumat, 16 Agustus 2024.
2. Ketua Komisi III DPR Habiburokhman
Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Habiburokhman juga sempat menyentil Polri yang dinilainya lambat dalam menangani kasus sehingga harus diviralkan terlebih dahulu. Pernyataan itu disampaikan saat audiensi kasus penganiayaan Ayu Darmawati oleh anak pemilik toko roti di kompleks gedung parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 17 Desember 2024.
“Saya tadi melihat hampir satu bulan setelah kejadian baru ada penangkapan, itu pun setelah viral. Nah ini dari catatan juga seharusnya itu bisa lebih cepat lagi. Sampai muncul di media itu no viral no justice, no viral no attention no justice. Viral dulu baru kemudian cepat geraknya,” kata politikus Partai Gerindra itu.
3. Anggota Komisi III DPR RI, Irjen (Purn) Rikwanto
Pada kesempatan yang sama, Purnawurawan polisi yang kini menjabat sebagai anggota Komisi III DPR Irjen Purn Rikwanto juga menyentil kinerja bekas instansinya yang disebut-sebut baru menangani kasus setelah viral. Ia menyinggung soal lamanya penanganan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh George Sugama Halim alias GSH terhadap Dwi Ayu Darmawati.
“Saya tadi lihat hampir satu bulan itu penangkapannya hampir 1 bulan juga itu pun setelah viral, nah ini dari catatan juga seharusnya itu bisa harus lebih cepat lagi ya saya berpikir sebagai anggota Polri dahulu kita fokus kejadian itu langsung ditangani tiga sampai seminggu itu bisa selesai itu,” katanya.
4. Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan fenomena No Viral No Justice merupakan bukti masih banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan aparat penegak hukum, terutama soal pelayanan kepada masyarakat. Penilaian itu disampaikan saat menanggapi kasus Vina Cirebon yang kembali digarap setelah viral.
Lebih jauh, Sugeng menilai polisi selama ini memang lebih memilih menangani lebih dulu kasus-kasus yang viral. Alasannya sederhana, kasus-kasus tersebut mendapat perhatian masyarakat. Pemilihan seperti itu, menurut dia, juga menjadi wajar karena laporan yang masuk ke kepolisian tak sedikit.
“Mungkin ada ratusan ribu perkara pidana di Indonesia. Ya, tentu polisi akan menangani kasus yang viral,” katanya.
5. Pengamat Kepolisian di Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto
Menanggapi fenomena No Viral No Justice, Pengamat Kepolisian di Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto mengatakan maraknya kasus kejahatan membuat polisi harus memiliki skala prioritas. Tetapi, kata dia, ada kecenderungan polisi tidak menindaklanjuti laporan yang tak mendapat dukungan materi atau kekuasaan sampai akhirnya viral di media sosial.
“No viral no justice menjadi salah satu bentuk pengawasan masyarakat yang efektif untuk mendorong kepolisian bekerja sesuai harapan publik. Pasalnya, saluran kelembagaan, baik internal maupun eksternal dinilai masyarakat tidak efektif,” katanya.
Amelia Rahima Sari, Nandito Putra, Sultan Abdurrahman dan Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.