Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Karena Vonis Ringan Bandar Ekstasi

Markas Besar Kepolisian memeriksa sejumlah polisi yang dua tahun silam menangani kasus 500 ribu ekstasi di apartemen Taman Anggrek. Hal ini dipicu vonis ringan Monas, lelaki yang disebut-sebut salah satu otak jaringan dan pemilik pil setan itu.

2 Maret 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AJUN Komisaris Besar Polisi Wenny Roza kini jadi ”pe­ngangguran.” Beberapa bulan sebelumnya, ia dikenal sebagai salah satu polisi yang paling sibuk memburu para pengedar ­narkoba, tapi kini, untuk sementara, keahliannya itu ia simpan. ”Sekarang cuma datang untuk absen sama apel,” kata bekas Kepala Bagian Analis Direktorat Narkotika Kepolisian Daerah Aceh itu.

Tugas di Aceh ini pun baru seumur ­jagung. Baru sebulan mendapat promo­-si sebagai Kepala Bagian Analis, pada 21 Januari silam sebuah perintah mengejutkan datang dari Markas Besar Kepolisian. Ia diberhentikan dan harus menjalani pemeriksaan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam). Sebagai perwira nonjob kini ia ditempatkan di Detasemen Mabes Polri. Di sini ”diparkir” pula Brigadir Jenderal Indradi Thanos, mantan Direktur IV Narkoba Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang juga mantan Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau serta Komisaris Besar Sriyono, bekas Kepala Unit Direktorat Narkotika Bareskrim. Keduanya mantan atasan Wenny.

Menurut sumber Tempo, keduanya di-nonjob-kan lantaran terkait dengan keganjilan penanganan jaringan narkoba Malaysia yang digerebek polisi pada 21 November 2007 di apartemen Taman Anggrek. Wenny juga terlibat dalam operasi itu.

Belakangan, kasus ini jadi ramai dan menjadi sorotan lantaran lolosnya Lim Piek Kiong alias Monas, 48 tahun, dari jerat hukum kepemilikan sekitar 500 ribu pil ekstasi yang ditemukan di apartemen itu. Nasibnya jauh lebih mujur ketimbang Jat Lie Chandra alias Cece, Cristian Salim alias Awe, dan Lim Jit Wee alias Kim, yang diduga anggota sindikat Monas. Ketiganya dihukum mati. Jauh berbeda dengan Monas dan Tio Bok An alias Johan yang ”hanya” didakwa pengguna 1,1 gram sabu-sabu.

Hal inilah yang menyeret polisi yang dulu mengusut kasus tersebut, termasuk Wenny, berhadapan dengan Divisi Provisi dan Pengamanan Markas Besar Polri. Selain diperiksa Divisi Profesi, mereka juga diperiksa tim Inspektorat Pengawasan Umum Mabes Polri.

l l l

AWALNYA adalah pada 10 November 2007. Ketika itu, puluhan aparat menggerebek sebuah kamar di Hotel Penin­sula, Jakarta Barat, dan mencokok kurir ekstasi bernama Abdurohim. Di kamar 2319, tempat Abdurohim menginap, polisi menemukan sekitar 10 ribu pil ekstasi.

Penangkapan ini lalu berkembang. Sekitar 10 hari kemudian, polisi menggerebek kamar 39 E, tower tujuh apartemen Taman Anggrek. Di sini, di kamar yang ditempati Cheong Mon Yau alias Andrew yang kini buron, selain menemukan sekitar 500 ribu ekstasi, duit Rp 925 juta, dan 70 ribu dolar Singapura, polisi membekuk dua warga Malaysia: Lim Jit Wee alias Kim dan Chua Lik Chan alias Asok. Dari penggerebekan ini polisi mendapat satu nama lagi: Jat Lie Chandra alias Cece, perempuan berumur 40-an tahun.

Polisi lantas memburu Cece di apartemen Mediterania Tower Dahlia yang berjarak sekitar 100 meter dari apartemen Taman Anggrek. Tak ada Cece. Yang justru ditemukan adalah suaminya, Liem Piek Kiong alias Monas, dan temannya, Thio Bok An alias Johan. Saat ditangkap keduanya tengah fly mengisap sabu. Adapun Cece baru ditangkap pada 27 November 2007 di rumah penyanyi Ahmad Albar di Jalan Kedondong, Cinere, Depok.

Rangkaian penggerebekan narkoba­ ini mendapat pujian masyarakat. Kapolri Jenderal Sutanto ikut datang ”menjenguk” apartemen yang dijadikan sarang sindikat. ”Mereka ini juga berencana membuat pabrik ekstasi dan sabu di Indonesia,” ujar Sutanto.

Kasus ini lantas menggelinding ke Pengadilan Jakarta Barat. Di tengah rangkaian sidang itu, terungkap bahwa Monas, yang semula diduga bagian dari sindikat kepemilikan ekstasi, tidak ada di antara terdakwa. Sumber Tempo menyebut keluhan pertama tidak adanya nama Monas justru dilontarkan anggota tim Buru Sergap Mabes Polri, yang telah menguntit para tersangka selama satu setengah bulan. Anggota yang sempat menjadi saksi di persidangan itu terkejut, karena dari enam tersangka hanya tiga yang sampai di persidangan.

Hingga proses sidang selesai, memang hanya tiga orang yang menjadi terdakwa anggota sindikat, yakni Cristian Salim alias Awe, Lim Jit Wee alias Kim, dan Jat Lie Chandra alias Cece, istri Monas. Pengadilan pada 18 September 2008 memvonis ketiganya hukuman mati.

Dari sini kasus itu lalu menyeruak. ”Ada kesan Monas dihilangkan dalam berita acara pemeriksaan,” kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane. Monas sendiri memang hanya dijerat sebagai pemakai, bukan anggota jaringan. Ia dihukum satu tahun penjara dengan tuduhan memiliki 1,1 gram sabu-sabu.

Kepada wartawan, Indradi Thanos, yang saat itu sudah naik jabatan sebagai Kapolda Kepulauan Riau, mengaku terkejut polisi tidak pernah mengajukan Monas sebagai pemilik ratusan ribu ekstasi itu. ”Wah, masak begitu? Nanti saya cek,” ujarnya saat itu. Menurut Indradi, Monas dan Cece berkali-kali tertangkap membawa narkoba tetapi dihukum ringan. ”Ini sangat aneh. Bagaimana bisa suami-istri dalam satu sindikat, namun istri dihukum mati, suami dihukum satu tahun? Ada apa ini?” ujar Indradi kala itu.

Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Sabda Siregar, menyatakan Monas memang diadili­ sebagai pengguna narkotika golongan dua, sabu-sabu. Barang bukti yang diajukan hanya sabu dalam dua kantong plastik seberat 1,1 gram dan sebuah bong—alat pengisap sabu. ”Tidak ada uang sepeser pun,” kata Sabda. Sidang Monas, menurut Sabda, berlangsung dari 1 Februari hingga 5 Juni tahun lalu.

Ditemui pada Rabu pekan lalu di ruang kerjanya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Hakim Ritonga, menyatakan berkas pemeriksaan Monas memang hanya menunjuk pria itu sebagai pemakai sabu-sabu dengan barang bukti 1,1 gram sabu-sabu itu. Itulah yang diterimanya dari kepolisian. ”Saya tidak tahu kenapa dia tidak dikaitkan dengan barang bukti 500 ribu ekstasi di apartemen Taman Anggrek,” ujarnya kepada L.R. Baskoro dari Tempo. Jika dikaitkan dengan kepemilikan ratusan ribu ”pil setan”, Monas bisa dijerat dengan hukuman mati.

Sejumlah fakta di persidangan sebenarnya sudah menunjuk peran besar Monas. Ia, misalnya, pernah mendapat kiriman dari Kim red porporus, bahan pembuat sabu-sabu, atas perintah Cece. Pernyataan ini dibenarkan Monas, meski ia tidak mengakui barang itu dari Kim tapi dari Thio Bok An. Nama Monas juga tertera dalam buku rekap Cheong Mun Yau, yang diperbaiki isinya oleh Kim, yang isinya mencatat bisnis ekstasi Monas.

Sumber Tempo menyebutkan, tidak sulit sebenarnya mengungkap keterlibatan Monas. Ini, misalnya, bisa ditelusuri dari rekening dan hubungan telepon Monas dengan terdakwa lainnya. Menurut sumber itu, polisi, lewat Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan, hanya menelusuri aliran duit Christian. ”Mengapa rekening, Monas tidak?” katanya. Sumber itu juga menunjuk polisi yang bertugas melempar kasus ini ke pengadilan tidak pernah berkonsultasi dengan kejaksaan. ”Jika kesulitan mencari alat bukti, mestinya para penyidik berkonsultasi dengan jaksa,” ujar sumber ini.

Kasus Monas inilah yang membuat Kapolri Jenderal Bambang Hendarso­ turun tangan. Ia memerintahkan me­meriksa semua yang menangani kasus ini. Sumber Tempo menyebutkan, itu pula yang membuat Indradi Thanos, yang baru lima bulan menjadi Kapolda Riau, ditarik kembali ke Jakarta, menjadi perwira tinggi di Markas Besar Polri. Tapi, kepada wartawan, Bambang menyatakan pergantian Indradi tidak ada kaitannya dengan kasus apa pun. ”Pergantian dalam organisasi biasa, untuk penyegaran dan untuk menyehatkan organisasi,” kata Bambang setelah melantik pengganti Indradi, Brigadir Jenderal Dikdik Mulyana ­Arief Mansyur, 29 Januari lalu.

Di depan Komisi Hukum DPR, Selasa 10 Februari lalu, Bambang Hendarso mengakui pihaknya sedang meme­riksa lima mantan penyidik ”kasus Monas”. Mereka diperiksa terkait dengan dugaan manipulasi berita acara pemeriksaan yang membuat Monas lolos dari jerat hukum sebagai bandar ekstasi. Menurut juru bicara Markas Besar Polri, mereka yang diperiksa berpangkat bintara hingga perwira menengah, tidak ada perwira tinggi.

l l l

Dihubungi Tempo, Indradi Thanos menyatakan, pada awal kasus ini polisi sebenarnya sudah menetapkan Monas sebagai tersangka pemilik setengah juta ekstasi itu. Tapi, pada tahap penyi­dikan, pihaknya, ujar Indradi, kesulitan membuktikan keterkaitan ekstasi itu dengan Monas, plus hubungan Monas dengan para tersangka. Para tersangka seperti Kim dan Asiok menyatakan tak mengenal Monas. Indradi juga menyesalkan kenapa Cece, istri Monas, baru mengungkapkan keterlibatan suaminya setelah kasus ini selesai disidang. Menurut Indradi, keterlibatan Monas akan dapat diungkap jika otak jaringan Malaysia ini, Stephen, tertangkap. ”Dia yang bisa menjelaskan kaitannya dengan Monas,” kata Indradi.

Wenny juga menegaskan, saat dipe­riksa dua tahun lalu, Cece berkeras suaminya tidak terlibat apa pun dalam kasus ratusan ribu ekstasi tersebut. Bukti satu-satunya yang dipegang polisi adalah catatan nama Monas di buku rekap milik Kim. ”Ini hanya satu alat bukti, padahal dalam pembuktian minimal harus ada dua alat bukti,” katanya.

Soal ini, menurut Wenny, telah diungkap dalam gelar perkara yang diha­diri Kejaksaan Agung. Kesimpulannya, katanya, Monas tak bisa dijerat dalam kaitannya dengan kepemilikan ekstasi itu. Satu-satunya senjata yang dipakai polisi akhirnya kepemilikan sabu-sabu. ”Saya berharap bisa diputus lima tahun plus pasal pemufakatan satu setengah tahun,” ujar Indradi. Harapan Indradi tak tercapai. Walau Monas dituntut lima tahun, hakim menghukum satu tahun penjara.

Wenny mengaku tak tahu-menahu perihal adanya duit Rp 10 miliar yang disebut-sebut ditemukan polisi saat menggerebek Taman Anggrek. Yang diketahuinya duit yang ditemukan Rp 925 juta di kamar Cheong Mun alias Andrew, yang kemudian dijadikan barang bukti.

Kini, sembari memeriksa sejumlah­ polisi yang menangani kasus itu, Kapolri, menurut sumber Tempo, telah membentuk sebuah tim khusus untuk mengkaji ulang ”kasus Taman Anggrek” ini. Tim ini juga punya target lain: mengumpulkan alat bukti baru untuk memburu Monas.

Ramidi, Akbar Tri Kurniawan, Agung Sedayu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus