KEJAKSAAN bagai tak henti-hentinya dirundung aib. Setelah seorang tertuduh perkara judi, Tjeng Piu, terang-terangan menuduh Jaksa M. Darwis menerima sogok Rp 5,5 juta, giliran tertuduh utama, Sie Ong Lie, pekan lalu "bernyanyi" mengaku telah pula menyuapnya dengan uang Rp 9,5 juta. Sebelumnya, terbongkar pula permainan beberapa oknum Kejaksaan Tinggi Jakarta, dengan memalsukan surat Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta Timur, "mengebon" tiga tahanan, yaitu Ong Lie, Tjeng Piu, dan Welly dari Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, sehingga ketiga tertuduh perkara judi itu sempat menginap di hotel mewah selama tiga malam. Aib itu tercoreng tanpa terduga. Adalah Tjeng Piu yang pertama kali menggetarkan jajaran kejaksaan. Selesai Jaksa Darwis menuntutnya 3 tahun penjara, pertengahan Juli lalu, Tjeng Piu segera berdiri dan berseru kepada istrinya, Giok Lie, yang juga hadir di sidang: Ambil lagi uang lu, yang udah lu kasih ke jaksa," katanya. Si nyonya, dengan histeris, kemudian memang membeberkan bagaimana ia berkali-kali dan di berbagai tempat dimintai uang oleh Jaksa Darwis bila ingin suaminya dituntut ringan (TEMPO, 26 Juli 1986). Tudingan Tjeng Piu dan Giok Lie di depan umum itu tentu saja membuat pihak kejaksaan sibuk melacak kebenaran cerita itu. Sampai-sampai Jaksa Agung Hari Soeharto sendiri memberikan perhatian khusus terhadap skandal itu. Tetapi, ketika kasus itu diusut, terbetik pula berita tentang tiga tertuduh utama perkara judi hwa-hwe itu sempat menikmati tidur di hotel mewah akibat "kebaikan" dua orang oknum kejaksaan tinggi, Darwis dan Zainuddin, yang mengebon mereka dari Rutan Pondok Bambu. Bahkan kedua jaksa itu, bersama seorang karyawan kejaksaan, dikabarkan sempat memalsukan surat Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur untuk mengeluarkan ketiga terdakwa dari tahanan. "Ketiga orang itu benar dipinjam selama tiga hari oleh petugas kejaksaan, tapi saya tidak tahu bahwa mereka tidur di hotel mewah," ujar Kepala Rutan Pondok Bambu, Drs. Rizal Manan, kepada wartawan. Sie Hong Lie alias Ong Lie, 29, yang pekan lalu dituntut hukuman 7 tahun penjara, memang tidak menutupi cerita tentang itu. Menurut Ong Lie, seorang utusan Darwis datang ke tempat ia ditahan bersama teman-temannya di Rutan Pondok Bambu, pada 19 Juni. Utusan Darwis yang bertubuh tinggi besar dan berambut keriting itu, katanya, mengaku bernama Arif. "Kamu mau dibon sebentar," kata Arif kepada Ong Lie, seperti ditirukan terdakwa kemudian Berbekal surat dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Arif kemudian menyelesaikan soal administrasi dengan Kepala LP Pondok Bambu. "Saya tidak tahu apakah surat itu palsu atau tidak," ujar Ong Lie, yang sehari-harinya mengaku berdagang mobil bekas. Dengan taksi, Ong Lie bersama temannya Tjeng Piu dan Welly, dibawa Arif ke Pondok Putri Duyung Ancol. Di tempat itu, katanya, ia diberi tahu bahwa Jaksa Darwis tidak bisa menemuinya hari itu dan baru bisa keesokan harinya. "Di Putri Duyung itu kami hanya minum-minum, " ujar Ong Lie. Sore harinya, katanya, ia diantar pulang ke rumahnya oleh Arif, sementara Tjeng Piu dan Welly dibolehkan pulang ke rumah masing-masing. Tapi, belum sempat bertemu istrinya, kata Ong Lie, ia sudah "menyingkir" ke Hotel Mandarin -- karena dipesan Darwis agar tidak tinggal di rumah. "Saya juga takut ketahuan masyarakat," katanya. Pagi keesokan harinya, Ong Lie, yang mengaku hanya berpendidikan sampai kelas II SD di Medan, ditemui Arif di Coffee Shop Mandarin dan diberi tahu bahwa Darwis belum bisa bertemu hari itu. "Pak Darwis berjanji akan bertemu Anda besok, pukul 5 sore, di Restoran Tahiti di Jalan Hayam Wuruk," kata Ong Lie, menirukan pesan Darwis lewat Arif. Sebelum bertemu Darwis di tempat yang dijanjikan, cerita Ong Lie, ia sempat memberi tahu Tjeng Piu untuk bergabung. Selain itu, ia juga menelepon temannya, A Khiang, agar datang membawa uang untuk Jaksa Darwis. Sebelum bertemu dengan Darwis, kata Ong Lie, ia menerima uang itu dari A Khiang. "Saya hitung jumlahnya Rp 8 juta," katanya. Di Restoran Tahiti, Ong Lie duduk satu meja dengan Darwis, sementara A Khiang bersama Tjeng Piu di meja lain. Di tempat itulah uang yang dibungkus kertas koran, katanya, diserahkannya kepada Darwis. "Okelah, pokoknya hukuman untukmu enteng -- kalau bisa tuntutan saya di bawah satu tahun. Saya betul-betul akan membantumu," kata Ong Lie, menirukan ucapan Darwis. Setelah itu mereka bubar. Besoknya ketiga tahanan itu diantarkan kembali oleh Arif ke LP Pondok Bambu. Tapi awal Juli, tutur Ong Lie, Darwis kembali muncul di Pondok Bambu untuk menjemputnya. Kali ini membawa surat izin resmi: Ong Lie perlu berobat ke rumah sakit. Mereka dikawal dua anggota polisi, menuju rumah sakit Polri di Kramat Jati. "Tapi saya tidak berobat, hanya mengambil surat keterangan dokter saja," katanya. Kembali mereka mengadakan pertemuan di Restoran Tahiti. Hadir di situ istri Ong Lie dan dua anaknya yang masih kecil, sopirnya, serta kedua polisi yang mengawalnya. Hari itu, katanya, ia hanya menyerahkan uang tambahan Rp 1 juta. Tapi tiga hari kemudian, ia terpaksa menambah lagi upetinya Rp 500 ribu karena Darwis datang menagih ke Pondok Bambu. Sayangnya, petugas-petugas kejaksaan dan LP Pondok Bambu yang disebut-sebut di dalam soal itu, pekan lalu, menolak menjelaskan persoalannya. "Saya tidak bisa lagi memberikan keterangan, karena persoalannya sudah di tingkat Irjen," kata Kepala LP Pondok Bambu, Rizal Manan, yang tiba-tiba dikabarkan akan diganti. Sementara itu, baik Jaksa Darwis maupun Jaksa Zainuddin menolak diwawancarai. "Nanti sajalah. Saya lagi diperiksa," ujar Zainuddin. Bulan lalu, ketika dituding Tjeng Piu, Darwis mengatakan hanya difitnah para tertuduh karena bertekad menuntut kasus judi dengan hukuman berat. "Demi Allah, saya tidak menerima uang," katanya. Pejabat-pejabat kejaksaan tinggi dan Departemen Kehakiman juga tutup mulut setelah memeriksa oknum-oknum yang terlibat. Irjen Kehakiman, Singgih, hanya menyebutkan bahwa hasil pemeriksaannya telah dilaporkan kepada Menteri Kehakiman. "Tidak etis menyebutkan siapa-siapa yang terlibat -- pokoknya semua yang terlibat akan ditindak," katanya. Ia juga tidak memastikan bahwa Kepala Rutan Pondok Bambu tersangkut. "Tapi, yang jelas, segala sesuatu yang terjadi adalah tanggung jawab kepala Rutan," tambahnya. Sementara itu, Dirjen Pemasyarakatan, Hudioro, juga menyebutkan bahwa pemutasian Kepala Rutan Pondok Bambu, Rizal Manan, tidak ada hubungan dengan kasus yang sedang hangat itu. "Hanya kebetulan saja -- kasihan dia," kata Hudioro. Sumber TEMPO di kejaksaan, pekan ini, malah membenarkan bahwa atas kejadian itu Jaksa Darwis, yang bulan lalu baru saja mendapat bintang Satya Lencana Kesetiaan 25 Tahun, mendapat surat pemecatan dari Jaksa Agung. "Kasihan dia. Ia jadi korban dua kelompok penjudi yang bersaingan," kata sumber itu. Karni Ilyas Laporan Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini