Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah 2 apartemen di Jakarta pada Senin, 13 Juni 2022. Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus korupsi, gratifikasi dan pencucian uang dengan tersangka eks Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tim penyidik telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Selasa, 14 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ali mengatakan dua apartemen yang digeledah berlokasi di Jalan Gajah Mada dan Senen, Jakarta Pusat. Dari apartemen itu, KPK menemukan dokumen. Dokumen itu diduga menggunakan identitas pihak lain untuk menyamarkan kepemilikan aset Tagop.
“Masih akan dilakukan analisa dan penyitaan untuk selanjutnya di konfirmasi pada para saksi dan tersangka,” kata Ali.
KPK menetapkan Tagop menjadi tersangka kasus suap infrastruktur, gratifikasi dan pencucian uang. KPK menduga dia melakukan perbuatannya itu selama menjabat yaitu 2011-2016 dan 2016-2021.
Tagop, Bupati Kabupaten Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021, diduga sejak awal menjabat telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan.
“Di antaranya dengan mengundang khusus Kepala Dinas dan Kabid Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek,” ujar Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers, Rabu sore, 26 Januari 2022
Atas informasi tersebut, Tagop kemudian merekomendasikan dan menentukan secara sepihak, rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek. Hal itu dilakukan baik yang melalui proses lelang maupun penunjukkan langsung.
Dari penentuan para rekanan ini, Lili melanjutkan, diduga Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7-10 persen dari nilai kontrak pekerjaan. “Khusus untuk proyek yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ditentukan besaran fee masih di antara 7-10 persen ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan,” kata Lili.
Adapun proyek-proyek tersebut, adalah pertama pembangunan jalan dalam kota Namrole 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp 3,1 miliar; dan kedua peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar. Ketiga dan keempat adalah peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar; serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp 21,4 mliar.
Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya yaitu Johny untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya. Uang tersebut kemudian ditransfer ke rekening bank milik Tagop.
“Diduga nilai fee yang diterima Tagop sekitar sejumlah Rp 10 miliar yang di antaranya diberikan oleh Ivana karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan dari dana DAK 2015,” tutur Lili.
Tagop diduga menggunakan uang Rp 10 miliar tersebut untuk membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain. “Dengan maksud untuk menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor.”
Atas perbuatannya, Tagop dan Johny disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sedangkan sebagai pemberi tersangka Ivana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Jadi Tersangka, Eks Bupati Buru Selatan Terima Suap Rp 10 Miliar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini