Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tiap-tiap kepolisian di tingkat wilayah baik Kepolisian Daerah (Polda) maupun Kepolisian Resor (Polres), memiliki bidang atau seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk menangani kasus pelanggaran etik anggotanya. Namun, tak jarang beberapa kasus etik juga melibatkan Propram tingkat pusat atau Divisi Propam Polri kendati terjadi di tingkat daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satunya kasus dugaan intimidasi terhadap electro-punk asal Purbalingga, Sukatani, yang dilakukan oleh sejumlah anggota Polda Jawa Tengah atau Jateng. Intimidasi diduga terjadi buntut band tersebut membawakan lagu bermuatan kritik terhadap oknum polisi berjudul “Bayar Bayar Bayar”. Lagu ini belakangan ditarik peredarannya setelah sang seniman menyampaikan permintaan maaf usai lagunya viral.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Divisi Propam Polri turun tangan dan mengendus adanya ketidakberesan dalam masalah ini. Kini Propam Polri tengah memeriksa sejumlah personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng terkait dugaan pelanggaran etik tersebut, seperti dikabarkan melalui akun X resmi @DivpropamPolri pada Sabtu malam, 22 Februari 2025.
“Saat ini, dua personel lain dari Ditreskrimsus Polda Jateng telah diperiksa, sehingga total ada enam personel yang dimintai keterangan,” tulis pernyataan Polri.
Selain kasus dugaan intimidasi personel Polda Jateng terhadap band Sukatani, berikut sederet kasus etik polisi yang membuat Divisi Propam Polri turun tangan:
1. Kasus penembakan siswa SMK oleh polisi di Semarang
Pada November 2024 lalu, publik dihebohkan dengan aksi koboi anggota Polda Jateng yang menembak siswa Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK inisial GRO (17) dan beberapa rekannya. Kejadian itu terjadi tepatnya pada Ahad, 24 November. Korban sempat dirawat beberapa jam di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat dr Kariadi Semarang, namun nyawanya tidak terselamatkan.
Dalam perjalanan kasusnya, penyelidikan dugaan pelanggaran kode etik sekaligus tindak pidana polisi ini juga turut diawasi oleh Divisi Propam Polri, Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Markas Besar (Mabes) Polri, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), hingga Komnas HAM. Tersangka dalam kasus ini adalah Aipda RZ yang disebut melepas tembakan untuk melerai tawuran.
2. Kasus polisi peras penonton DWP 2024
Kasus ini mulai terungkap lewat postingan di akun X @Twt_Rave, yang mengunggah sejumlah oknum polisi diduga melakukan penangkapan dan pemerasan terhadap penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) pada 13-15 Desember 2024 dari Malaysia. Dalam postingannya mereka menyebut oknum polisi Indonesia menangkap dan melakukan tes urine mendadak terhadap lebih dari 400 penonton dari Malaysia.
“Oknum polisi juga diduga memeras uang mereka yang jumlahnya berkisar 9 juta RM atau setara Rp32 miliar. Bahkan, ada klaim bahwa para penonton terpaksa membayar meski tes urine narkoba mereka negatif,” tulis akun tersebut.
Divisi Propam Polri kemudian mengambil alih kasus ini dan mengamankan 18 oknum personel yang diduga terlibat. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko menerangkan Propam Polri akan memeriksa lebih lanjut 18 oknum personel tersebut. Dia menegaskan bahwa Polri tidak akan menoleransi pelanggaran yang dilakukan oleh setiap anggota Polri.
“Divisi Propam Polri telah mengamankan terduga oknum yang bertugas saat itu. Jumlah terduga oknum personel yang diamankan sebanyak 18 yang terdiri dari personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Metro Kemayoran,” katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta.
3. Kasus polisi bunuh polisi di Bogor
Anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage tewas tertembak rekan satuannya di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor Jawa Barat, pada Ahad, 23 Juli 2023 pukul 01.40 WIB. Dua pelaku adalah yakni Bripda IMS dan Bripka IG. Diduga akibat pertengkaran, namun dibantah oleh Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar.
“Tidak benar ada penembakan. Tidak ada (pertengkaran). Peristiwanya adalah kelalaian pada saat mengeluarkan senjata dari tas sehingga senjata meletus dan mengenai anggota lain di depannya,” ujarnya saat dikonfirmasi media, Kamis, 27 Juli 2023.
Di sisi lain, pihak keluarga Ignatius awalnya mendapat kabar bahwa anaknya meninggal dunia karena sakit keras. Barulah saat di Jakarta, pihak keluarga mengetahui bahwa anaknya meninggal karena tertembak. Kuasa hukum keluarga Ignatius, Jelani Christo, mengatakan saat korban diautopsi didapati bahwa ada luka tembakan di bagian leher.
“Ditelepon oleh Mabes, pihak Mabes (mengatakan) bahwa anaknya itu sakit keras,” kata dia. “Dan pada waktu diautopsi beliau lihat sendiri memang tidak ada luka lebam, tetapi ada bekas seperti tembakan terjadi lehernya,” lanjutnya.
Kejanggalan itu membuat Divisi Propam Polri akhirnya mengambil alih pengusutan dugaan pelanggaran etik terkait kasus tewasnya Bripda Ignatius tersebut. Karo Penmas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan pengambilalihan dilakukan lantaran baik korban maupun pelaku bertugas di satuan yang sama.
“Sudah ditarik ke Mabes Polri (dugaan pelanggaran etik). Kalau etiknya ada di Propam karena Densus 88 itu Satuan Kerja di bawah Mabes,” ujarnya kepada wartawan, Jumat, 28 Juli 2023.
4. Kasus polisi tembak polisi di Solok
Divisi Propam Polri juga turun tangan menangani kasus penembakan yang dilakukan Kepala Bagian Operasional Polres Solok Selatan, Ajun Komisaris Polisi Dadang Iskandar, terhadap Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Solok Selatan, AKP Ulil Riyanto Anshari. Kepala Divisi Propam Polri, Inspektur Jenderal Polisi Abdul Karim mengatakan anak buahnya diterjunkan langsung ke lokasi kejadian. Mereka bakal membantu mengusut kejadian berdarah tersebut.
“Iya betul ada peristiwa tersebut dan saya sudah turunkan personel Div Propam untuk esistensi,” kata dia, Jumat, 22 November 2024.
Peristiwa polisi tembak polisi ini menambah daftar kasus penembakan sesama anggota Polr. Kejadian ini di area parkiran Mapolres Solok Selatan yang berada di Jorong Bukit Malintang Barat, Nagari Lubuk Gadang Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan pada Jumat 22 November 2024 pukul 00.43. Korban dikabarkan meninggal dunia. Ditemukan 9 sembilan selongsong peluru dengan kaliber 9 milimeter yang berasal dari pistol yang sama dengan jenis HS dengan nomor seri 260139.
Hanaa Septiana, Mei Leandha, Intan Setiawanty, Ervana Trikarinaputri, dan Dede Leni Mardianti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.