Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa obstruction of justice pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Irfan Widyanto, membayar penggantian dua unit DVR CCTV dan hardisknya sebesar Rp 3,55 juta. Ini dilakukan untuk menutupi DVR barang bukti pembunuhan Yosua di pos satpam dekat rumah Ferdy Sambo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pemilik usaha CCTV bernama Tjong Djiu Fung alias Afung menerima pesanan pembelian sekaligus penggantian DVR CCTV dari Irfan Widyanto pada 9 Juli 2022 atau sehari setelah pembunuhan Brigadir J. Afung mengaku ditelepon oleh Irfan sekitar pukul 15.00 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Afung mengatakan total harga untuk semua pembelian termasuk jasa penggantian berjumlah Rp3.550.000. Ia mengatakan pembayaran diterima dengan cara transfer M-Banking dengan nama berbeda. Pada saat itu, Irfan memesan dua unit DVR baru beserta diska keras (hard disk) dengan kapasitas 1 terabyte.
“Pembayarannya melalui M-Banking transfer ke saya. Atas namanya beda, saya jual barang dibayar. Nota pembeliannya saya masukkan ke Berita Acara Pemeriksaan,” tutur Afung saat menjadi saksi persidangan Irfan Widyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 26 Oktober 2022.
Ia mengatakan barang lebih dulu sampai dengan jasa pengiriman ojek online. Ia baru sampai 15 menit kemudian ke lokasi Duren Tiga atau sekitar pukul 17.45 atau 17.50 WIB. Afung menuturkan Irfan tidak memberitaru langsung lokasi penggantian CCTV dan hanya disuruh menunggu di tempat cuci mobil dekat Kompleks Duren Tiga.
“Dia tidak bilang di mana, hanya bilang ke lokasi dekat Duren Tiga di dekat tempat cuci mobil di situ. Saya suruh tunggu sana. Irfan sudah di sana ketika saya datang,” kata Afung.
Selesai mengganti DVR, Afung langsung menyerahkan DVR lama kepada seseorang. Ia tidak ingat menyerahkan DVR lama kepada siapa.
Terdakwa Irfan Widyanto didakwa telah merampas tiga DVR CCTV yang menjadi bukti penting pembunuhan berencana Yosua oleh Ferdy Sambo. Irfan adalah anak buah Ajun Komisaris Besar Polisi Ari Cahya, yang saat itu menjabat Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri dan pernah masuk tim CCTV kasus KM50. Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan, yang saat itu Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri, memerintahkan Acay untuk menyisir CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo.
Karena masih di Bali, Acay lalu memerintahkan anggotanya Ajun Komisaris Polisi Irfan Widyanto yang ketika itu Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri. Hendra memerintahkan Irfan agar berkoordinasi dengan Agus Nurpatria untuk mengamankan CCTV. Irfan kemudian menyisir dan menemukan 20 kamera CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo. Ia melaporkan temuan ini ke Hendra Kurniawan.
Irfan berperan mengambil tiga DVR CCTV, dua DVR dari pos pengamanan Duren Tiga dan satu dari rumah Ridwan Soplanit. Irfan juga yang menghubungi Tjong Djiu Fung alias Afung pemilik usaha CCTV dan memesan dua unit DVR CCTV yang sesuai dengan yang ada di pos pengamanan Komplek perumahan Polri Duren Tiga. Irfan juga meminta agar saksi Tjong Djiu Fung alias Afung datang segera untuk melakukan pergantian DVR CCTV tersebut. DVR CCTV yang dirampas itu kemudian diserahkan kepada Chuck Putranto.
Irfan Widyanto bersama enam terdakwa lain didakwa dengan dakwaan primer Pasal 49 jo Pasal 33 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau dakwaan primer Pasal 233 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.