Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Karo Paminal Polri Brigjen Hendra Kurniawan kini telah bebas bersyarat. Hendra sebelumnya divonis 3 tahun dengan denda Rp 27 juta karena terbukti bersalah dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Kelompok Kerja Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Deddy Eduar Eka Saputra menyatakan bahwa Lapas Kelas IIA Salemba dan Bapas Kelas I Jakarta Selatan telah menyerahkan satu warga binaan dari Rutan Mako Brimob untuk pelaksanaan integrasi atas nama Hendra Kurniawan pada 2 Juli 2024. Menurut dia, selama menjalani pembebasan bersyarat ini, Hendra Kurniawan wajib lapor ke Bapas Kelas I Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Warga binaan atas nama Hendra Kurniawan mendapatkan pembebasan bersyarat berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-468.PK.05.09 tahun 2024,” kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 5 Agustus 2024.
Profil Hendra Kurniawan
Hendra Kurniawan adalah perwira tinggi Polri yang lahir di Bandung, Jawa Barat, pada 16 Maret 1974. Pria berusia 50 tahun ini menikah dengan Seali Syah Alam pada 20 September 2019. Hendra merupakan alumni Akademi Kepolisian (Akpol) angkatan 1995, yang juga mencatat sejarah sebagai jenderal polisi pertama dari keturunan Tionghoa.
Karir Hendra memang lebih banyak dihabiskan di Divisi Propam Polri. Setidaknya, Hendra pernah mengemban lima posisi berbeda. Sejak 2011 hingga 2012, Hendra menjabat sebagai Kasubbagpampersbaket Bagbinpam Ropaminal. Jenderal bintang satu ini juga pernah menjabat sebagai Wakaden A Ropaminal dari 2012 hingga 2016.
Kemudian di tahun 2016 hingga 2019 Hendra dipercaya sebagai Kepala Detasemen A di Ropaminal Divpropam Polri dan Analis Kebijakan Madya di Bidang Paminal Divpropam Polri. Selanjutnya ia diangkat menjadi Kabagpinpam Ropaminal sampai tahun 2020.
Terakhir, Hendra menjabat sebagai Karo Paminal Divpropam Polri sejak 16 November 2020. Tapi pada Rabu, 20 Juli 2022 Kapolri Jenderal Listyo Sigit mencopot jabatannya. Ia kemudian dimutasi menjadi Perwira Tinggi Pelayanan Markas (Pati Yanma) Polri.
Pati Yanma memiliki tugas untuk mengelola fungsi pembinaan dan pelayanan umum. Seringkali, Yanma dianggap sebagai 'tempat buangan' bagi anggota polisi yang terlibat dalam kasus atau bermasalah. Pemindahan jabatan ini berkaitan dengan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hendra tercatat pernah mendapatkan sejumlah penghargaan, di antaranya Bintang Bhayangkara Nararya, Satyalancana Pengabdian 24 tahun, Satyalancana Pengabdian 16 tahun, Satyalancana Pengabdian 8 tahun, Satyalancana Ksatria Bhayangkara, Satyalancana Karya Bhakti, Satyalancana Bhakti Pendidikan, Satyalancana Bhakti Nusa, dan Satyalancana Dharma Nusa.
Selain itu, eks Karo Paminal Divpropam Polri juga memiliki enam brevet, yaitu Brevet Selam Polri, Brevet Para Terjun Polri, Brevet Kavaleri Marinir, Brevet SAR Polri, Brevet Penyidik Utama, dan Brevet Bhayangkara Bahari.
Selama karirnya, Brigjen Hendra Kurniawan pernah menangani sejumlah kasus yang mendapatkan perhatian publik. Salah satunya adalah kasus pelanggaran yang melibatkan anggota Polri dalam penanganan kematian laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek.
Dalam kasus yang sering disebut sebagai peristiwa KM50, Hendra memimpin Tim Khusus (Timsus) yang dibentuk untuk mengungkap kronologi kematian laskar tersebut setelah adanya tuntutan publik. Akibatnya, dua anggota polisi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Peran Hendra dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J
Hendra dinonaktifkan dari Polri karena keterlibatannya dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo. Sebagai Karo Paminal, Hendra diduga tidak profesional karena disebut melakukan intimidasi terhadap pihak keluarga korban untuk tak membuka peti jenazah Brigadir J. Sikap Hendra itu dinilai tidak mencerminkan perilaku seorang polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat
Hendra kemudian ditetapkan menjadi terdakwa kasus obstruction of justice karena dinilai ikut membelokkan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo. Hendra juga sempat mengikuti perintah Sambo agar kasus ini ditangani secara internal saja, tidak secara pidana.
Selain itu, Hendra didakwa terlibat dalam usaha menghilangkan bukti berupa rekaman CCTV di sekitar rumah dinas Sambo. Rekaman tersebut, yang kemudian ditemukan oleh tim khusus yang dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, memiliki peran penting dalam mengungkap skenario palsu kematian Brigadir J.
Atas perannya itu Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 3 tahun dengan denda Rp 27 juta terhadap terdakwa Hendra Kurniawan karena dinilai terbukti bersalah dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan. "Menyatakan terdakwa dengan pidana selama tiga tahun dengan denda Rp 27 juta," ujar Ketua Majelis Hakim Ahmad Suhel dalam sidang Senin, 27 Februari 2023, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
RIZKI DEWI AYU | DEFARA DHANYA PARAMITHA | HENDRIK KHOIRUL MUFID