Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Awalnya orang tua menerima kematian korban dengan ikhlas.
Mereka kemudian terusik karena polisi menyebutkan korban adalah gangster dan terlibat tawuran.
Hasil ekshumasi jenazah korban akan diserahkan kepada penyidik pekan ini.
KEMATIAN Gamma Rizkynata Oktafandy benar-benar membuat Andi Prabowo terpukul. Pria 44 tahun itu masih tidak percaya putra keduanya itu pergi mendahuluinya. Apalagi kematian Gamma tidak wajar. Pelajar kelas IX jurusan teknik mesin Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 4 Semarang, Jawa Tengah, itu tewas diterjang timah panas. Ia disebut terlibat tawuran dan menyerang polisi yang melerai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andi tak banyak berbicara saat ditemui wartawan di rumahnya, Dukuh Bangunrejo, Desa Saradan, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, pada Jumat, 29 November 2024. Tatapan matanya terlihat kosong. Nyaris tidak ada kalimat yang keluar dari mulutnya untuk menjawab pertanyaan pekerja media. Beberapa kerabat akhirnya mendekat untuk mendampingi Andi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diah Pitasari, kakak perempuan Andi, mengatakan keluarga mendapat kabar kematian Gamma pada Ahad siang, 24 November 2024. Namun saat itu belum ada kejelasan tentang penyebab kematian Gamma. "Kami hanya diminta datang ke Rumah Sakit Kariadi Semarang untuk memastikan apakah jenazah di rumah sakit itu Gamma atau bukan," katanya.
Setelah mendapat kabar itu, Andi buru-buru berangkat ke Semarang. Sedangkan Diah tidak bisa ikut karena sedang berada di luar kota. Berdasarkan cerita Andi, kata Diah, dipastikan bahwa jenazah di RS Kariadi itu adalah Gamma. "Jenazah sudah dikafani sehingga yang terlihat hanya bagian wajah," ujarnya. Hari itu juga Andi membawa jenazah Gamma untuk dimakamkan di Sragen.
Andi kembali ke Sragen setelah bercerai dengan istrinya beberapa tahun lalu. Adapun kedua anaknya memilih tinggal bersama ibu mereka di Semarang. Setelah sang ibu meninggal dua tahun lalu, mereka tetap tinggal di kota itu bersama neneknya. Meski hidup terpisah, Andi dan anak-anaknya masih sering berkomunikasi lewat telepon.
Pada 23 November 2024, Gamma pamit kepada neneknya untuk berlatih pencak silat. "Itu memang jadwal rutin Gamma setiap Sabtu malam," ucap Diah. Namun Gamma tak kunjung pulang, padahal jam latihan sudah berakhir. Hal itu membuat keluarga di Semarang khawatir. Mereka pun tak menemukan remaja 17 tahun itu di tempat latihan. "Akhirnya mereka menghubungi ayah Gamma di Sragen,” kata Diah.
Andi kemudian menghubungi nomor telepon Gamma setelah mendapat kabar dari Semarang. Saat itu Gamma menjawab panggilan telepon dan mengatakan sudah selesai berlatih, tapi berencana makan malam bersama teman-temannya. "Sekitar jam 12 malam, ayahnya menelepon lagi, tapi Gamma tak menjawab," ujar Diah. "Siang harinya, kami mendapat pemberitahuan bahwa Gamma di Rumah Sakit Kariadi."
Awalnya Andi menerima kematian Gamma sehingga memutuskan segera memakamkan putranya di Sragen. Namun belakangan dia justru penasaran ingin mengetahui penyebab kematian Gamma. Apalagi dalam berbagai pemberitaan, anaknya disebut sebagai anggota geng yang terlibat tawuran. Atas dasar itulah, dia akhirnya memutuskan melapor ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah agar kematian putranya dapat diusut hingga tuntas. "Kami kaget sekali Gamma disebut gangster. Enggak mungkin," ucap Diah.
Umi, kerabat Gamma di Semarang, mengatakan siswa kelas IX SMK Negeri 4 Semarang itu cenderung pendiam. Ia lebih suka berdiam diri di rumah dibanding berkumpul dengan teman-temannya. "Kalau pulang sekolah, ia langsung masuk kamar," tuturnya. "Ia pergi ke luar rumah untuk kegiatan sekolah, berlatih paskibra atau silat."
Seorang siswa SMK Negeri 4 bernama Belva mengatakan Gamma dikenal sebagai siswa yang baik. "Tidak pernah bolos," ujarnya. "Kalau dia tidak masuk sekolah, itu karena ikut lomba."
Doa bersama untuk pelajar berinisial GRO, korban penembakan oleh polisi saat tawuran, di depan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 4 Semarang, Jawa Tengah, 29 November 2024. TEMPO/Budi Purwanto
Insiden penembakan yang menewaskan Gamma terjadi pada 24 November 2024 dinihari di Jalan Candi Penataran Raya, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang. Menurut keterangan polisi, kejadian itu berawal dari tawuran yang melibatkan dua kelompok remaja. Secara kebetulan, Ajun Inspektur Dua Robig Zaenudin, anggota Kepolisian Resor Kota Besar Semarang, melintasi jalan itu untuk pulang. Karena melihat ada tawuran, dia berhenti dan berniat melerai.
Kepala Polrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar menyatakan, berdasarkan hasil penelusuran sementara, Robig diduga melepaskan dua kali tembakan. "Dua kali tembakan, korban ada tiga orang," katanya.
Tembakan pertama mengenai pinggang salah satu remaja, yang kemudian tewas akibat terjangan peluru tersebut. Sedangkan tembakan kedua hanya menyerempet badan dua korban lain berinisial A dan S. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Artanto menuturkan, atas tindakan itu, Robig ditahan untuk diperiksa. "Yang bersangkutan akan menjalani sidang etik," ujarnya.
Polisi juga sudah menahan empat remaja yang diduga terlibat tawuran. Tiga di antaranya masih berusia 15 tahun dan seorang lainnya 20 tahun. "Sudah ditetapkan sebagai tersangka," ucap Artanto.
Seorang pedagang di Jalan Candi Penataran Raya mengaku berada di sekitar lokasi saat terjadi penembakan. Ia mengatakan mendengar suara tembakan pada pukul 00.30. Orang yang melepaskan tembakan menggunakan sepeda motor. "Yang ditembak juga naik sepeda motor, berboncengan bertiga," kata pedagang itu.
Warga lain memberi kesaksian yang sama. Orang yang ditembak pergi lebih dulu meninggalkan tempat itu. Sedangkan orang yang menembak pergi belakangan karena sepeda motornya jatuh. "Setelah mereka pergi, saya datang ke lokasi," ujarnya. "Tidak terlihat ada tetesan darah."
Awalnya ia menduga tembakan itu meleset sehingga tidak ada korban. Namun belakangan ia baru mengetahui ada satu orang yang tewas.
Irwan Anwar mengklaim sudah mengumpulkan rekaman kamera pengawas (CCTV) dari masjid dan minimarket yang dekat dengan lokasi penembakan. Rekaman tersebut masih dipelajari untuk mengungkap peristiwa itu. "Ada video penembakan, tersangka, dan saksinya. Lengkap," ucapnya. Namun ia enggan memperlihatkan rekaman video tersebut.
Tim dokter forensik disaster victim identification Kepolisian Daerah Jawa Tengah bersiap untuk mengekshumasi jenazah pelajar SMK berinisial GRO yang menjadi korban penembakan oleh polisi di TPU Bangunrejo, Sragen, Jawa Tengah, 29 November 2024. TEMPO/Septhia Ryanthie
Untuk melengkapi penyelidikan, Polda Jawa Tengah juga sudah mengirim tim forensik ke Sragen untuk mengekshumasi jenazah korban. Ekshumasi yang digelar pada Jumat, 29 November 2024, itu dipimpin Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian Daerah Jawa Tengah Komisaris Besar Agustinus. Ia menyatakan hasil ekshumasi ini diperkirakan bisa diperoleh dalam sehari. "Besok hasilnya kami serahkan kepada penyidik," ucapnya.
Agustinus menjelaskan tim yang melaksanakan ekshumasi tersebut di antaranya terdiri atas satu dokter forensik utama, yakni Istiqomah, serta berkolaborasi dengan dokter-dokter dari Universitas Sebelas Maret, Universitas Diponegoro, dan Universitas Islam Sultan Agung. "Prosesnya sekitar 2-3 jam. Fokusnya adalah penyebab kematian saja," katanya.
Subambang, perwakilan keluarga korban, menyatakan ekshumasi dilakukan karena keluarga ingin mengetahui dengan jelas penyebab kematian Gamma. "Kami meminta penegak hukum mengusut tuntas kasus ini dari awal sampai akhir secara transparan," ujarnya. "Siapa yang salah harus diberi sanksi sesuai dengan aturan hukum."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Septia Ryanthie dari Sragen, Jamal Abdun Nashr dari Semarang, dan kantor berita Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.