Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rossa Purbo Bekti, tengah menghadapi gugatan perdata yang dilayangkan Agustiani Tio Fridelina, mantan terpidana kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR yang melibatkan buronan Harun Masiku. Sidang pertama gugatan tersebut telah digelar di Pengadilan Negeri Bogor pada Rabu, 9 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam gugatan yang diajukan ke PN Bogor Kelas IA, Agustiani Tio melalui kuasa hukumnya mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 2,5 miliar. Melansir dari Antara, gugatan ini didasarkan pada dugaan intimidasi yang dialami Agustiani saat diperiksa sebagai saksi oleh Rossa di gedung KPK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menilai gugatan yang diajukan terhadap Rossa Purbo Bekti tidak tepat. Alasannya Rossa bertindak dalam kapasitasnya sebagai penyidik saat menjalankan tugas menangani kasus yang menjerat Agustiani Tio.
“KPK menilai tidak bisa perbuatan Saudara RPB dibawa ke ranah pribadi, dalam hal ini yang menjadi materi gugatan Saudara atau Saudari AT,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu.
Lantas, siapa sebenarnya Rossa Purbo Bekti tersebut? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Sosok Rossa Purbo Bekti
Rossa Purbo Bekti adalah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Dia kini berpangkat perwira menengah tingkat dua alias Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP).
Lulusan Akademi Kepolisian atau Akpol tahun 2006 ini mulai bergabung dengan KPK pada 2016, ketika masih berpangkat Komisaris Polisi (Kompol). Sejak saat itu, Rossa telah terlibat dalam berbagai penanganan perkara besar, termasuk kasus mega korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) yang menyeret banyak pejabat negara.
Sepanjang kariernya di lembaga antirasuah, Rossa dikenal sebagai salah satu penyidik yang turut tergabung dalam tim Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam perkara suap terkait dengan Harun Masiku. Dia juga menjadi pemimpin dalam penyidikan kasus korupsi yang melibatkan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Majalah Tempo edisi Sabtu, 18 Januari 2020, melaporkan jika Rossa berada di tim OTT yang berusaha menangkap Harun Masiku, yang saat itu diduga baru saja bertemu dengan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) pada Rabu malam, 8 Januari 2020.
Pasca-kegagalan OTT tersebut, KPK tiba-tiba memberhentikan Rossa dari lembaga itu meski masa penugasannya baru akan berakhir pada September 2020, dan masih bisa diperpanjang. KPK beralasan pemulangan Rossa didasarkan atas surat permintaan dari Polri. Padahal, Polri telah dua kali mengirimkan surat pembatalan penarikan.
Kendati demikian, pimpinan KPK berkukuh memulangkan Rossa ke Polri. Rossa pun melayangkan surat keberatan kepada Presiden Joko Widodo. Dewan Pengawas (Dewas) KPK lalu membawa isu ini ke rapat evaluasi bersama pimpinan KPK pada 28 April 2020. Hasilnya, Rossa kembali ditugaskan di KPK.
Pada pertengahan 2024 lalu, posisi Rossa di KPK kembali goyah. Dia dilaporkan ke Dewas KPK oleh Hasto Kristiyanto terkait penyitaan telepon genggam dan buku catatan miliknya serta milik stafnya, Kusnadi, saat keduanya diperiksa sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024.
Hasto melaporkan tindakan tersebut pada 11 Juni, dengan tuduhan pelanggaran etik. Tak hanya itu, Kusnadi juga membawa perkara tersebut ke Komnas HAM pada 12 Juni 2024 dengan tuduhan bahwa penyitaan dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi manusia. Ia mengaku merasa terintimidasi ketika Rossa meminta telepon genggam serta buku catatan milik DPP PDI-P diserahkan ke penyidik.
Setelah dua kali posisinya di KPK mengalami guncangan, kini Rossa kembali harus berhadapan dengan permasalahan hukum. Ia digugat secara perdata oleh Agustiani Tio Fridelina, mantan terpidana kasus suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR yang juga menyeret nama buronan Harun Masiku.
Melalui tim kuasa hukumnya, Agustiani mengajukan gugatan ganti rugi senilai Rp 2,5 miliar. Gugatan tersebut dilayangkan atas dugaan intimidasi yang dialaminya saat diperiksa sebagai saksi oleh Rossa di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Amelia Rahima Sari, Antara, Hendrik Khoirul Muhid berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengapa Judi Online Sulit Diberantas: Cerita Para Operator