Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kata Akhir dari Pecenongan

Komisi Pemeriksa telah menarik kesimpulan tentang harta M.A. Rachman. Inilah draf finalnya.

24 November 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUARA dari Istana tak membuat Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) surut langkah. Setidaknya begitulah yang dinyatakan salah satu anggotanya, Winarno Zain. "Kami tidak terpengaruh apa kata Presiden," katanya. Untunglah. Soalnya, Senin pekan lalu, meski Komisi Pemeriksa belum lagi merampungkan laporannya, secara mengejutkan Presiden Megawati telah menyatakan tak akan memberhentikan Jaksa Agung M.A. Rachman. Sampai akhir minggu kemarin, jangankan menyerahkannya ke Istana, Pecenongan, kantor Komisi Pemeriksa, belum lagi mengambil kata putus atas laporan kekayaan Rachman yang dinilai sarat kejanggalan. Menurut Winarno, laporan akhir hampir rampung disusun. Cuma, kapan selesainya dia tak bisa memberi tanggal pasti. "Tinggal bagian akhir. Kami berharap pekan ini sudah kelar," tuturnya lagi. Meski begitu, berbagai kesimpulan penting telah ditarik tim pemeriksa khusus dan tinggal dirumuskan salah satu bagian terpenting yang akan sangat menentukan nasib Rachman: rekomendasi dari Komisi Pemeriksa. Jika dinilai tak wajar, dalam laporannya Komisi akan meminta Presiden Megawati, selaku atasan langsung, supaya mencopot Rachman. Tapi, jika ada dari kekayaannya yang dinilai tak wajar dan diduga hasil korupsi, Komisi akan memindahkan perkara ini ke meja kepolisian atau kejaksaan untuk disidik. "Saya yakin kasus ini bakal berujung di kepolisian," kata Soekotjo Soeparto, anggota tim pemeriksa yang getol menelisik berbagai sisi gelap di balik harta Rachman. Soekotjo bukan sedang meramal. Menurut draf laporan final Komisi Pemeriksa yang bisa diperoleh mingguan ini, nasib Pak Mang—begitu Rachman disapa di tanah kelahirannya, Madura—memang sudah di tubir jurang. Berbagai kesimpulan yang telah ditarik menyatakan: sang Jaksa Agung bukan hanya terbukti telah secara sengaja tak melaporkan rumah mewahnya di Graha Cinere, tapi juga diduga memperoleh sebagian hartanya secara tak halal. Sumber TEMPO di Komisi Pemeriksa mengatakan, kecuali jika nanti ada yang "memolesnya", seperti draf inilah seharusnya isi laporan Komisi Pemeriksa yang dikirimkan ke Presiden Megawati. Berikut petikannya:

Kesimpulan Umum

  1. Dalam memberikan pernyataan, M.A. Rachman tampak sekali tidak konsisten sehingga, pada saat klarifikasi kedua, M.A. Rachman merasa perlu menjelaskan jawaban-jawabannya pada saat klarifikasi pertama. Dalam beberapa hal, jawaban tambahan dari M.A. Rachman malah justru menimbulkan masalah baru.
  2. Ada perbedaan penafsiran antara M.A. Rachman dan KPKPN mengenai pengertian anak yang sudah tidak menjadi tanggungan. Menurut KPKPN, biarpun anak sudah dewasa dan menikah, bila secara ekonomis masih menjadi tanggungan penyelenggara negara, seluruh kekayaan yang berasal dari orang tuanya itu harus ikut dilaporkan. Menurut M.A. Rachman, bila anak sudah berumur 21 tahun dan sudah punya pekerjaan, kekayaannya tidak perlu dilaporkan. Dalam laporan kekayaan M.A. Rachman, Chairunnisa dilaporkan sebagai anak yang sudah tidak menjadi tanggungan dengan alamat rumah yang lain. Tapi, setelah dikonfirmasi, ternyata alamat tersebut bukan alamat sebenarnya dan digunakan hanya sebagai upaya Chairunnisa mendapatkan KTP Jakarta sebagai persyaratan izin praktek dokter gigi di wilayah Jakarta. Pada kenyataannya, saat itu Chairunnisa masih belum menikah dan tinggal bersama M.A. Rachman di rumah Jalan Guntur Raya, Bekasi.

Kesimpulan dan Petunjuk Adanya KKN

  1. Laporan kekayaan tidak diisi secara jujur, dengan ditemukannya harta yang lain, yaitu tanah dan bangunan di Graha Cinere yang, meskipun sertifikat tanahnya sudah diatasnamakan Chairunnisa, putri sulungnya, karena tidak ada pernyataan hibah, rumah itu secara de facto masih milik Rachman dan seluruh biaya pembangunan berasal dari Rachman. Sehingga, perlu ditinjau terkait dengan ayat 2 surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai.

    Menurut akta, rumah baru dijual Chairunnisa kepada Husin Tanoto pada 14 Januari 2002. Ini berarti pernyataan awal Rachman bahwa rumah itu sudah dijual tahun 2000 adalah tidak benar.

    Catatan:

    • Bunyi pernyataan yang diteken Rachman: "Apabila di kemudian hari ternyata ada kekayaan saya dan keluarga saya yang dengan sengaja tidak saya laporkan, demi tanggung jawab moral sebagai penyelenggara negara dengan ini saya menyatakan rela dan ikhlas untuk diberhentikan."
    • Andi Harun Amien, ahli taksir harga rumah, telah meninjau rumah Graha Cinere dan melakukan perhitungan penaksiran harga senilai Rp 2,466 miliar.

  2. Asal-usul deposito dan pengakuan M.A. Rachman telah menerima sejumlah uang dari pihak ketiga untuk konsultasi hukum yang diberikannya, perlu dikaitkan dengan ketentuan Pasal 10 dan 11 UU Kejaksaan No. 5/1991 tentang sumpah jabatan dan larangan bagi seorang jaksa menjadi penasihat hukum atau melakukan pekerjaan lain yang dapat mempengaruhi martabat jabatannya.

    Catatan:

    • M.A. Rachman melaporkan memiliki deposito Rp 545,6 juta dan US$ 29.600 (total: Rp 812 juta) di Bank Danamon dan BCA. Gajinya sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Umum sebesar Rp 5,9 juta sebulan.
    • Saat diperiksa, M.A. Rachman menerangkan depositonya berasal dari "pemberian sebagai ucapan terima kasih atas nasihat/konsultasi hukum yang telah diberikan ... serta dari para pengusaha Jawa Timur yang kalau datang ke Jakarta mampir ke kantor dan pulangnya ninggali (memberikan uang)."

  3. Tambahan kekayaan M.A. Rachman antara tahun 1998 dan 2001 sebesar total Rp 1,942 miliar tidak jelas sumbernya, dikaitkan dengan sisa gaji yang hanya Rp 25 juta per tahun.

  4. Kedekatan hubungan M.A. Rachman dengan Suryo Tanoto dan Najib Atamimi, yang dikenal sebagai "agen perkara", dapat menjadi masalah bila dikaitkan dengan asas kepatutan berdasarkan Aturan dan Etika di Lingkungan Kejaksaan Agung dan pasal 5 UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi-Kolusi-Nepotisme.

    • Kedekatan hubungan dengan Suryo terlihat dari: Rachman sering berhubungan telepon dengan Suryo; ruang praktek drg. Chairunnisa ada di kantor Suryo di Jl. Tanah Abang II/56, Jakarta; dan rumah Cinere dijual ke Husin Tanoto, ayah Suryo, seharga Rp 950 juta.
    • Kedekatan hubungan Rachman dengan Najib ditunjukkan dengan: Najib mengaku membayar utang Rachman kepada Kito Irkhamni sebesar Rp 30 juta dan Rp 300 juta.
      (Kepada TEMPO, Suryo maupun Najib membantah berprofesi sebagai calo perkara)

    Catatan:

    • Saat diperiksa, M.A. Rachman menyatakan, "Suryo bukan makelar, tapi sebagai agen perkara bersama-sama dengan Najib."
    • Kepada tim pemeriksa, Sudjana, bekas staf Sekretariat Negara dan orang dekat keluarga Suryo, mengaku: "Kenal baik dengan Husin Tanoto sebagai bekas rekanan di Setneg. Sejak Maret 2002 dimintai tolong oleh Husin untuk menjaga rumah di Graha Cinere. Juga diperintahkan Suryo supaya mencari konsultan perencana untuk rumah M.A. Rachman di Bekasi. Disepakati, yang membuat desain adalah PT Multi Gaya Anjani dengan fee 5 persen dari biaya rumah, yang ditaksir seharga Rp 500 juta. Sebagai tanda jadi, sudah dibayar Rp 5 juta melalui transfer atas nama Suryo Tanoto. Rumah saat ini sedang dibangun dengan sumber pendanaan dari Suryo Tan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus