Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kawasan Penyangga Rawan Narkoba

Dari daerah ini narkotik diproduksi dan didistribusikan. Perlu pasokan dua ton per hari.

4 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK dua bulan lalu Komisaris Besar Banu Saputro mencium gelagat tak nyaman. Kepala Unit I Narkotika Markas Besar Kepolisian RI itu seperti merasakan banjirnya suplai narkotik. Harga sabu-sabu, yang pada awal 2005 mencapai Rp 2 juta per gram, dalam dua bulan terakhir turun drastis menjadi Rp 450 ribu per gram.

Bagi anggota satuan narkotik seperti Banu, naik-turun harga narkotik di pasaran mengisyaratkan pasang-surut aksi penyelundupan barang haram itu. Lagi pula, seperti dinyatakan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Ketut Untung Yoga Ana, informasi pengiriman narkoba dalam jumlah besar telah masuk dua bulan lalu, dari kepolisian Hong Kong. ”Hanya, kita tidak tahu melalui jalur mana dan di mana,” katanya kepada Tempo.

Teka-teki itu terjawab pada Senin dini hari pekan lalu. Polisi mencegat aksi penyelundupan 966 kilogram sabu-sabu yang diduga masuk melalui sebuah dermaga kecil di daerah Teluk Naga, Tangerang, Banten. Entah kebe­tulan atau tidak, sebelumnya ber­ulang kali polisi membongkar tempat produksi narkotik di sekitar wilayah ini. Dalam catatan Tempo, sudah lima kali kasus narkoba berskala besar terungkap di kawasan penyangga Ibu Kota ini.

Pada 14 Juli 1999, misalnya, polisi mengungkap dua pabrik ekstasi milik Ang Kim Sui di Jalan Hasyim Ashari dan Jalan Imam Bonjol, Sukajadi, Tangerang. Pabrik ini mampu memproduksi 48 ribu butir ekstasi per jam, dan memproduksi sabu. Lima tahun kemudian, pabrik barang jahanam milik Burhan Tahar, teman Ang Kim Sui, digerebek di ruko Daan Mogot, Jalan Bedugul, Cengkareng.

Tak sampai lima bulan ke depan, Sa­tuan Tugas Badan Narkotika Nasional membongkar pabrik ekstasi milik Hans Philip di Kampung Kandang Sapi, Desa Bangraden, Kecamatan Jasinga, Bogor. Lokasi ini juga tak jauh-jauh amat dari Tangerang. Pada November 2005, terungkaplah pabrik ekstasi terbesar ketiga di dunia. Lokasinya di Cikande, Rangkasbitung.

Di lokasi pabrik yang mampu membuat lima juta butir ekstasi per hari ini ditangkap gembong sindikat Beni Sudrajat, dan tenaga ahli warga negara asing. Dari pengembangan temuan ini, polisi mengungkap pabrik ekstasi di Kampung Citawa, Desa Kibin, Serang. Pada 25 Juli 2006, terungkap lagi pabrik ekstasi di Jalan Asemka 89, Jakarta Barat.

Tangerang dan sekitarnya sepertinya kawasan primadona bagi sindikat untuk memproduksi dan mendistribusikan narkoba. Direkur IV Narkoba Mabes Polri, Brigadir Jenderal Indradi Thanos, mengasumsikan beberapa alasan. Pertama, di kawasan ini banyak areal industri, sehingga mudah menjadi kamuflase kegiatan mereka, dan agak sulit termonitor.

Daerahnya dekat dengan bandara internasional, hingga memudahkan mobilisasi—termasuk untuk kabur mening­galkan Indonesia. Akses tempuh ke pu­sat kota Jakarta juga banyak, dan tidak terlalu jauh. ”Dari lokasi itu barang-barang itu mudah didistribusikan ke wilayah lain,” kata Thanos, akhir pekan lalu.

Banu Saputro menambahkan, di kawasan itu juga banyak gudang dan pabrik yang kosong karena bangkrut, kemudian disewakan. Mereka biasa­nya memilih lokasi yang agak terpencil. ”Jadi, kalau mereka memasak narkoba, baunya juga tak tercium warga,” ujar Banu, yang juga menangani penyidikan sabu-sabu 966 kilogram itu.

Sependapat dengan Indradi, Ketua Gerakan Nasional Antinarkotika dan Obat-obat Terlarang (Granat), Henry Yo­sodiningrat, menilai sindikat narkoba be­kerja sangat terorganisasi. Tangerang juga dekat dengan Selat Sunda, yang mudah dijangkau dari Batam, salah satu pintu masuk narkotik dari luar negeri.

Menurut Henry, jalur yang masih ­kerap digunakan lalu lintas narkotik adalah laut dan pelabuhan. Bisa pela­buhan ­besar, tapi mungkin juga pela­buh­an kecil, yang di kalangan mere­ka biasa di­sebut ”jalur tikus”. Jalur pe­labuh­an udara dinilai sudah hampir tak mungkin. ”Kalau ada melalui b­an­dar udara, bisa jadi itu hanya untuk mengecoh,” katanya.

Temuan 966 kilogram sabu-sabu, bagi Henry, juga tak terlalu mengherankan. Jumlah narkoba yang tertangkap selama ini hanya fenomena gunung es. Diperkirakan, yang terungkap sekarang baru 10 persen dari peredaran yang se­sungguhnya. Henry menghitung, saat ini jumlah pengguna narkoba sudah 2 juta orang. Jika satu orang mengkonsumsi 1 gram per hari, diperlukan 2 ton narkoba per hari. ”Dari mana pasokan itu?” ia bertanya.

Ramidi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus